features

Langkah Politik Dua Anak Presiden Menjadi Presiden Perempuan

Penulis Aswan AS
Jan 18, 2023
Langkah Politik Dua Anak Presiden Menjadi Presiden Perempuan
ThePhrase.id - Langkah politik Puan Maharani untuk menjadi presiden perempuan kedua setelah ibunya, Megawati Soekarno Putri harus diuji lagi. Karena hingga saat ini, menjelang satu tahun Pemilu 2024 elektabilitas Puan tidak beranjak dari angka 1 persen. Padahal fasilitas dan jabatan sudah dimiliki untuk mendukung ambisinya itu. Mulai dari partai politik yang dikendalikan ibunya juga jabatannya sebagai Ketua DPR sudah lebih dari cukup. Anjloknya elektabilitas Puan ini membuat Sang Ibu masih tarik ulur untuk mengumumkan calon presiden partainya.

Puan dan dan Sang Ibu, Megawati memiliki kesamaan sebagai seorang politisi. Keduanya sama-sama perempuan dan sama-sama anak presiden. Selain itu keduanya pernah menjadi anggota DPR, bahkan Puan melampaui karir ibunya di Parlemen dengan menjabat sebagai Ketua DPR. Namun Puan sepertinya belum bisa menyamai “prestasi” ibunya dalam meraih kursi presiden jika melihat dari elektabiltasnya hari ini. Lantas, apa yang membedakan langkah politik kedua anak presiden ini yang membuat hasilnya berbeda di tengah banyaknya kesamaan itu.

  1. Tantangan


Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani menghadiri kegiatan penghijauan di Kawasan Penyangga Hutan Lindung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan, beberapa waktu lalu. (Dok. DPRRI/Bonis/Man)


Kemunculan Megawati sebagai politisi berhadapan dengan situasi tekanan yang berat. Dia muncul sebagai politisi dan pemimpin partai ketika ayahnya sudah tidak ada. Dengan pengalaman politik yang minim dia berani memproklamirkan diri sebagai Ketua Partai Demokrasi Indonesia de facto, setelah kongres gagal mempertemukan faksi-faksi yang ada di tubuh partai. Sikap Megawati ini kemudian berujung dengan penyerangan kantor PDI di Jakarta oleh pendukung Soerjadi pada 27 Juli 1996. Penyerangan ini memberikan kemenangan moral kepada Megawati yang banyak meraih simpati dari kalangan kaum miskin perkotaan dan kelas menengah perkotaan dan pedesaan.

Megawati berhasil mengakhiri persaingan faksi di tubuh PDI dengan menggelar kongres pada Oktober 1998, dengan membentuk Partai Demokrasi Indonesai Perjuangan (PDIP) yang mengangkat Megawati sebagai Ketua Umum dan dicalonkan sebagai calon presiden dari partainya.

Megawati juga menjadi salah satu tokoh kunci dalam Pernyataan Ciganjur menjelang pemilu 1999 yang merubah konstalasi politik nasional. Di bawah kepemimpinannya PDI Perjuangan meraih suara tertinggi Pemilu 1999 dengan 33% suara. Meskipun kemudian kemenangan ini hanya mendudukkannya sebagai Wakil Presiden mendampingi Gus Dur yang terpilih sebagai Presiden, karena sistem pemilihan tak langsung ketika itu. Baru Pada 3 Juli 2001, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR mengangkat Megawati sebagai presiden setelah mencopot Gus Dur dari jabatannya. Dan hingga hari ini posisinya sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan tidak tergoyahkan.

Sementara Puan Maharani muncul sebagai politisi setelah infrastruktur dan fasilitas partai sudah tersedia. Dia tumbuh didampingi ibu dan ayahnya, Taufik Kiemas (alm), politisi senior. Puan meraih posisi sebagai menteri di pemerintahan Presiden Joko Widodo, anggota dan Ketua DPR tak lepas dari kawalan Sang Ibu, yang masih menjadi Ketua Umum PDIP.

Muncul pertama pada tahun 2008, setelah Megawati memperkenalkan Puan sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan DPP PDI-P. Puan menggantikan ibunya berkampanye untuk pemilihan gubernur Jawa Timur 2008 di Ngawi. Setelah itu, Puan Maharani mencalonkan diri di Pemilu 2009 di dapil Jawa Tengah 5 (Surakarta, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali) dengan meraih 242.504 suara. Ia menjabat Ketua Fraksi PDI-P, menggantikan Tjahjo Kumolo yang menjadi Menteri Dalam Negeri. Kemenangan PDI-P pada Pemilu 2019 lalu menempatkan Puan sebagai Ketua DPR RI hingga 2024.

  1. Ketua Umum Partai


Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. (Dok. PDIP)


Satu tahapan yang belum pernah dilalui Puan Maharani sebagai politisi perempuan seperti ibunya adalah menjadi ketua umum partai. Jika negara itu perahu besar maka partai adalah perahu kecil. Perlu skill khusus yang relatif sama untuk mengendalikannya. Bedanya pada skalanya. Megawati telah teruji mampu mengendalikan perahu partainya dalam kondisi badai maka berhadapan dengan riak-riak kecil dia sudah terbiasa dan menghadapinya dengan tenang.

Sebaliknya Puan Maharani belum pernah menjadi nakhoda di partainya. Maka menghadapi gelombang kecil ketika turun ke bawah saja membuatnya kerap mengeluh. Keluhan yang memberikan citra negatif terhadap dirinya. Seperti keluhannya ketika turun ke daerah yang tidak disambut gubernur daerah yang bersangkutan.

"Kurang mencerminkan sikap politisi yang negarawan," kata Zaki Mubarok, Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Zaki menilai sikap minta untuk dilayani seperti keinginan Puan Maharani dinilai sangat naif. Keluhan itu itu membuat dirinya mendapatkan citra buruk.

Demikian juga ekpresinya di video yang sempat viral ketika membagi kaos di sebuah pasar di Bekasi beberapa waktu yang menuai banyak respon negatif dari para netizen yang dinilai tidak tulus dan simpati. Sedikit banyak citra negatif ini akan berdampak pada elektabilitasnya sebagai calon presiden.

Tampaknya Puan harus banyak belajar menghadapi gelombang dan badai supaya terlatih dan tidak mudah mengeluh agar elektabilitas merangkak naik, yang akan membuat ibunya firmed untuk mengumumkannya sebagai capres partainya. (Dari berbagai sumber) Aswan AS

Tags Terkait

 
Related News

Popular News

 

News Topic