
ThePhrase.id - Julukan sebagai menteri koboi yang bergerak bebas seperti menteri di papan catur membuat Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ditakuti oleh pihak-pihak yang memiliki dosa dan kesalahan kepada rakyat dan negara. Upaya untuk menghentikan langkah Purbaya pun telah dilakukan dengan berbagai cara. Perintah presiden menjadi senjata Purbaya untuk menghadapi hadangan dari pihak-pihak yang merasa terganggu dengan langkah dan aksi koboinya itu.
Purbaya masuk dalam Kabinet Merah Putih sebagai pemecah kebuntuan lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia selama satu dekade ini. Sebulan setelah dilantik, Purbaya menggelontorkan Rp200 triliun ke Bank-bank BUMN sebagai bagian dari kebijakan mengoptimalkan likuiditas dan mendorong kredit ke sektor riil. Langkah Purbaya ini seperti menjadi pendobrak atas mitos selama ini tentang pengelolaan fiskal yang kaku untuk menjaga kredibilitas ekonomi negara.
“Pemerintah menempatkan Rp200 triliun kas negara di Himbara untuk memastikan likuiditas ekonomi tetap terjaga. Dengan tingkat bunga rendah, langkah ini mampu mendorong pertumbuhan kredit yang lebih agresif,” kata Purbaya dalam acara Investor Daily Summit 2025 di Jakarta, Jumat (9/10/2025).
Pernyataan Purbaya tentang pengelolaan keuangan negara selama ini membuat banyak pihak gelisah karena permainan yang disembunyikannya telah diketahui publik. Seperti penolakan Purbaya menggunakan APBN untuk membayar utang proyek kereta cepat Jakarta – Bandung.
"KCIC di bawah Danantara, mereka sudah punya manajemen sendiri, punya dividen sendiri," ungkap Purbaya dalam Media Gathering di Bogor, Jumat (10/10/2025). "Jangan kita lagi, karena kan kalau enggak ya semua kita lagi termasuk devidennya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama goverment," lanjut Purbaya menegaskan.
Pernyataan Purbaya ini telah membuka kembali lagi lembaran kontroversi proyek kereta cepat di awal pembangunannya dulu. Pernyataan yang membuat Luhut Binsar Pandjaitan blingsatan dan mencoba buang badan dengan menyebut proyek ini sebagai barang busuk.
"Jadi memang saya menerima proyek (Whoosh) sudah busuk itu barang," katanya di Jakarta, Kamis (16/10/2025.
Jokowi sebagai aktor utama pembangunan proyek ini pun terdiam karena tak punya jawaban saat ditanya wartawan. Padahal dulu, di hadapan orang-orang yang mempertanyakan proyek itu, Jokowi dengan gagah berani mengatakan bahwa proyek itu adalah keputusan pribadinya. KPK pun telah menyelidiki proyek ini untuk mengungkapkan skandal dan dugaan mark up berkali-kali lipat.
Penyelidikan ini juga sekaligus menguji kredibilitas KPK terhadap Jokowi. Sebab, publik selama ini mengidentikkan KPK sebagai bagian dari Jokowi karena proses pemilihan komisioner KPK saat ini, dilakukan ketika Jokowi masih berkuasa.
Pernyataan Purbaya untuk memangkas anggaran transfer ke daerah (TKD) telah membuat para gubernur meradang dan ramai-ramai ke Jakarta menemuinya. Purbaya pun dengan enteng menjelaskan alasannya bahwa pemotongan anggaran itu karena banyaknya penyelewengan anggaran di daerah.
"Itu membuat pusat agak, bukan saya ya, pemimpin-pemimpin itu agak gerah dengan itu (penyelewengan anggaran Pemda). Ingin mengoptimalkan," ujar Purbaya di Gedung Keuangan Negara (GKN) Surabaya, Jawa Timur, Kamis (2/10/2025).
Purbaya pun telah menyibukkan para gubernur dengan mengungkapkan data tentang dana Pemda sebesar Rp234 triliun yang mengendap di perbankan. Dana mengendap yang mengakibatkan banyak proyek di daerah berjalan tidak optimal.
"Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang Pemda yang nganggur di bank sampai Rp234 triliun. Jadi jelas, ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi," ujar Purbaya.
Purbaya menduga dana mengendap ini terjadi karena adanya pihak yang memainkan bunga atau cash back dari simpanan itu.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi buru-buru mendatangi BI untuk memastikan keberadaan dana Pemprov Jabar sebesar Rp4,1 triliun yang ada dalam data itu. Dedi juga mendatangi Kemendagri untuk mencocokan data tentang dana mengendap yang disebut Purbaya.
“Data dari Kemendagri dan data dari Pemprov sama. Bahwa terhitung pada tanggal 17 itu ya angkanya sekitar Rp2,6 triliun,” ujar Dedi.
Dedi mengklarifikasi uang Rp2,6 triliun itu bukan uang mengendap, tetapi uang kas Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang disimpan di Bank Jabar. Sebab menurutnya, uang kas tidak bisa disimpan di brankas.
Tidak hanya Pemprov Jabar, dana mengendap ini juga membuat Pemrov Bangka Belitung melaporkan Bank Sumsel Babel ke Polisi karena menyebut dana Rp2,1 triliun milik Pemrov Babel itu, sebagai akibat salah input.
“Kita dituduh punya uang Rp2,1 triliun, ternyata setelah kita cek tidak ada. Indikasinya, Bank Sumsel Babel salah input data di laporan BI,” kata Gubernur Babel Hidayat Arsani, Senin (27/10/2025).
Purbaya juga melakukan langkah cepat untuk menata internal Kementerian Keuangan di pos-pos yang diduga banyak terjadi kebocoran. Penataan itu dengan melakukan inspeksi ke pos bea cukai di Tanjung Priok, memecat pegawai pajak yang terbukti melakukan pelanggaran berat, dan mendatangi bank-bank pemerintah untuk melihat langsung pengelolaan dana pemerintah yang ada di bank yang bersangkutan.
Pernyataan Purbaya tentang berbagai hal terkait dengan kebobrokan pengelolaan uang negara, keluar bagaikan muntahan peluru dari pistol koboi yang banyak mengenai sasaran yang bersinggungan dengan pemerintahan sebelumnya.
Seperti pernyataannya tentang sistem pajak Coretax yang dulu sempat dibanggakan Luhut Pandjaitan sebagai sistem andal yang akan meningkatkan pendapatan pajak negara. Namun Purbaya menyebut sitem yang dibangun seharga Rp1,3 triliun di era Sri Mulyani itu kualitasnya seperti buatan anak SMA yang gampang dibobol dan hanya dikibuli asing. Purbaya kemudian menggunakan jasa para hacker untuk menguji sekaligus memperbaiki kelemahan sistem tersebut.
Demikian juga kritik Purbaya kepada BUMN yang selalu rugi dengan beban utang yang menggunung juga telah jadi peluru yang mengenai banyak sasaran dari para pengelola negara sebelumnya.
Langkah Purbaya yang bergerak bebas ke segala arah, sidak ke sejumlah BUMN seperti langkah menteri di papan catur telah memunculkan kekhawatiran pihak-pihak yang tak mau aibnya dibongkar. Beberapa pihak disebut melakukan berbagai upaya untuk menghetikan langkah Menteri Keuangan itu.
Upaya itu terlihat jelas dari pernyataan Purbaya di depan Komisi XI DPR RI, Selasa, 30/9/2025. Purbaya tidak terima dengan label 'juru bayar' yang disematkan padanya dan mengecam pimpinan BUMN yang mengadunya ke DPR tentang sidak yang dilakukannya.
"Saya bukan juru bayar saja. Saya akan masuk, saya akan lihat mereka jalankan apa enggak proyek-proyek yang diusulkan. Kalau enggak, kita potong uangnya. Saya kan pengawas, saya ganti saja dirutnya," kata Purbaya serius.
Upaya menahan langkah Purbaya ini sangat jelas datang dari mantan Kepala Komunikasi Kepresidenan Republik Indonesia, Hasan Nasbi. Hasan mengkritik gaya komunikasi Purbaya yang banyak menyinggung pejabat lain di pemerintahan Prabowo Subianto.
“Kalau kita bicara dalam konteks pemerintah, ya sesama anggota kabinet, sesama pemerintah enggak bisa baku tikam terus-menerus di depan umum. Karena itu akan melemahkan pemerintah,” ujar Hasan melalui kanal YouTube pribadinya.
Purbaya merespon kritik Hasan itu dengan menujukkan hasil survei LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) tentang kepercayaan publik kepada pemerintah selama dirinya menjabat.
“Jadi sepertinya saya koboi, tapi yang saya lakukan adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat ke pemerintah. Itu juga atas perintah Bapak Presiden. Jadi saya tidak berani gerak sendiri,” ujar Purbaya saat ditemui di Menara Bank Mega, Jakarta, Senin (27/10/2025).
Melihat afiliasi politik Hasan Nasbi selama ini, sejumlah netizen di dunia maya menyebut kritik itu bukan datang dari ruang hampa, tetapi langkah kuda hitam di atas papan catur untuk menghambat langkah menteri Purbaya yang akan menabrak dan menggoyahkan posisi rajanya. Raja yang pernah berkuasa selama dua periode yag masih ingin berkuasa dengan berbagai cara. Wallahu’alam. (Aswan AS)