ThePhrase.id - Kalau ada promosi tentang barang gratis maka kemungkinan barang itu tidak terlalu Anda butuhkan atau bisa juga Anda telah membayarnya dengan cara yang lain. Misalnya, Anda mengikuti kegiatan yang ada bagi-bagi hadiah gratisnya. Hadiah itu pasti sesuatu yang tak betul-betul Anda butuhkan karena tujuannya untuk menarik Anda untuk ikut kegiatan itu. Atau Anda membeli rumah baru dengan hadiah sepeda motor gratis. Sebenarnya sepeda motor itu tidak gratis karena Anda telah membayarnya dalam harga rumah yang Anda beli.
Sekarang, bagaimana dengan makan bergizi gratis. Sama juga, karena tidak ada makan siang gratis. Makanya, nama programnya dirubah dari Makan Siang Gratis menjadi Makan Bergizi Gratis. Meskipun disebut gratis sesungguhnya tidak sungguh-sungguh gratis karena harganya sudah dibayar di depan dari pajak yang dibayar rakyat yang masuk dalam anggaran belanja negara. Dari anggaran itu kemudian dialokasikan untuk program makan bergizi gratis ini. Semula anggaran untuk Makan Bergizi Gratis sebesar Rp71 triliun, lalu ditambah menjadi Rp171 triliun. Tambahan anggaran itu berasal dari alokasi anggaran lain yang dipotong melalui kebijakan efisiensi anggaran yang diterbitkan pada 22 Januari 2025 lalu.
Apakah makananannya bergizi? Tergantung pada menu, pola makan dan selera anak terhadap makanan itu. Kebiasaan makan anak-anak di pulau Jawa dengan tahu tempe berbeda dengan anak-anak di Papua yang biasa makan sagu atau umbi-umbian misalnya. Bagi anak-anak yang tinggal di pegunungan, makanan laut seperti ikan, udang dan kepiting itu makanan mewah, tapi bagi anak yang tinggal di pulau dan pantai, sea food itu makanan sehari-hari. Makanya wajar, jika ada anak di Palembang beberapa waktu lalu mengatakan makanannya tak enak karena menunya berbeda dengan yang dikonsumsinya selama ini.
Penyediaan makan dalam jumlah besar membutuhkan standar hygienies yang ketat karena menyangkut kesehatan dan keselamatan anak yang mengkonsumsinya. Kasus keracunan yang menimpa 40 siswa di Sekolah Dasar (SD) Negeri Dukuh 03, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pertengahan Januari lalu menjadi pelajaran bahwa program penyediaan makan siang ini perlu pengawasan dan kontrol tinggi. Karena, vendor bisa saja mengerjakannya asal-asalan karena ingin mengejar margin yang lebih besar. Layaknya proyek pada umumnya, kualitas dan mutu menjadi terabaikan karena ada biaya dan potongan sana-sani yang harus dibayar pemenang tendernya.
Founding fathers atau para pendiri negara ini, paham betul bahwa negara tidak bisa mengurus apa-apa yang ada di piring dan meja makan tiap-tiap warga negara. Setiap orang memiliki kebiasaan makan yang sesuai dengan adat, budaya dan agamanya. Makanya, dalam Undang Undang Dasar 1945 tidak ada pasal yang mengatur hak warga negara untuk mendapatkan makanan yang layak. Juga tidak ada pasal yang mengatur khusus tentang kewajiban negara memberi makanan yang layak.
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Berdasarkan pasal ini, negara berkewajiban untuk menjamin warga negaranya mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Sebab, dengan memiliki pekerjaan yang layak seorang kepala keluarga dapat menjalankan kewajibannya menyediakan makanan yang layak kepada keluarganya sesuai kebiasan, adat, budaya dan agamanya.
Berkaitan dengan hak warga negara, UUD 1945 juga mengatur tentang pendidikan. Dalam Pasal 31 disebutkan “Setiap warga negara berhak mendapatkan Pendidikan”. Mengapa pendidkan? Karena pendidikan menentukan kualitas manusia sekaligus kualitas masa depan sebuah bangsa. Maka jika pendidikan rusak maka rusak pula manusianya dan runtuh juga sebuah negara. Dalam pendidikan tidak hanya mengajarkan tentang ketrampilan dan skill manusia untuk hidup tetapi juga nilai, norma dan adab yang mengatur hubungannya dengan sesama manusia, alam lingkungan serta Tuhannya.
Maka bisa dipahami jika pelajar dan pendidik di Papua sangat getol menolak Program Makan Bergizi Gratis dan menuntut pendidikan gratis. Karena para siswa dan pendidik Papua paham betul bahwa pendidikan adalah kunci untuk membuat Papua lebih maju dan setara dengan saudara-saudaranya di daerah lain. Penolakan itu disampaikan ribuan siswa dengan berdemo di depan kantor Bupati Wamena, Senin 17 Feb 2025. Akun X @Jefry_wenda yang memposting foto aksi para siswa itu telah dilihat jutaan kali dengan puluhan ribu postingan ulang.
“Alam telah menyediakan segalanya, kami mampu bertahan hidup tanpa ada campur tangan pemerintah, yang kami butuhkan Pendidikan Gratis,“ kata Seorang Pelajar, yang dikutip dalam akun itu.
Aksi serupa juga digelar para pelajar SD, SMP dan SMA serta SMK di Kabupaten Paniai, Papua Tengah di depan kantor bupati setempat, Senin 24 Februari 2025.
Aksi pelajar Papua ini diwarnai juga dengan video yang beredar di media sosial tentang seorang aparatur sipil negara (ASN) yang menendang dan menginjak kaki siswa SMP yang ikut aksi itu di Nabire, Papua Tengah, Senin, 17 Februari 2025. Dalam video ada sekelompok siswa SMP dan SMA yang menggelar demo dikumpulkan di Mapolres Nabire untuk diberi pengarahan dan edukasi. Setelah itu, ada satu orang berseragam ASN menendang salah satu siswa karena ikut aksi menolak program itu.
Pertanyaannya, apa manfaat yang didapat dari program Makan Bergizi Gratis ini sehingga layak dan perlu untuk diteruskan? Apakah ini mendesak untuk memperbaiki gizi buruk atau mencegah stunting di negeri ini? Karena ternyata, wilayah seperti Papua yang kerap diberitakan kekurangan gizi dan kelaparan ternyata tidak membutuhkan program ini. Pesan yang mereka kirimkan lewat aksi turun ke jalan menolak program ini sangat kuat, bahwa anak negeri ini lebih membutuhkan pendidikan gratis daripada makan gratis. Para siswa sebagai pihak yang disebut pengambil pemanfaat justru menolak dan menyatakan tidak bermanfaat.
Apakah program ini akan mengulang sejarah program bantuan sosial seperti di era Jokowi yang tak jelas akuntabilitasnya yang dicurigai sebagai modus mencari dana politik. Wallahu’alam, yang jelas uang Rp171 triliun itu bukan dana yang sedikit dan bisa menjadi stimulus untuk menggerakkan ekonomi daerah agar para orang tua memiliki pekerjaan. Namun, bila itu dilakukan perlu jalan panjang dan tidak bisa langsung cuan. Maka proyek memberi makan lebih menguntungkan dan janji kampanye pun tertunaikan. (Aswan AS)