ThePhrase.id – Setiap pernikahan di Nusantara pastinya memiliki tradisi adat yang diikuti. Mandi Kasai merupakan tradisi hari pernikahan yang dilakukan di Lubuklinggau, namun sudah jarang dijumpai bahkan hampir punah.
Seperti proses pernikahan adat terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh masyarakat Lubuklinggau. Proses tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu persiapan sebelum pernikahan, upacara pernikahan, hingga upacara sesudah pernikahan.
Mandi Kasai merupakan tahapan yang dilakukan pada saat acara pernikahan sudah berlangsung. Pada proses adat Lubuklinggau ini, acara pernikahan dimulai dengan ngantan dendan, penyerahan seserahan pada pihak perempuan yang kemudian dilanjut dengan akad nikah.
Setelah, akad nikah akan dilakukan persedekahan oleh kedua belah pihak lalu prosesi mandi kasai akan dimulai.
Mandi kasai sendiri memiliki arti dan makna yang mendalam. Secara harfiah, mandi berarti membersihkan atau membasuh diri, sedangkan kasai berarti kain dalam makna luas digunakan untuk menutupi sesuatu. Dalam bahasa daerah Lubuklinggau ritual ini juga disebut dengan nama Taneak Jang.
Adapun makna dari mandi kasai bagi pengantin baru adalah untuk membersihkan dan mempersiapkan diri sebagai bekal sebelum masuk rumah tangga pernikahan dan melepas masa lajang.
Prosesi ini dimulai dengan berdui yang merupakan lantunan syair berupa pantun kasih sayang, harapan, nasihat, dan doa. Berdui ini dilakukan oleh orang tua dan anak. Kemudian di akhir pelara (dukun) akan menyiapkan pantun yang sama untuk penutup.
Setelah itu, kedua pengantin akan diarak dari rumah menuju sungai dengan joli jempano atau tandu yang diawali dengan pukulan gong, tabuhan gendang, dan sorak-sorakan.
Prosesi dilanjut dengan melangir di mana pelara akan membacakan mantra kepada dua pengantin di sungai. Kedua pengantin akan menggunakan kain panjang dan duduk besimpuh di batu. Mantra yang dilantunkan merupakan pesan agar pengantin dapat menjalankan kehidupan rumah tangga.
Lalu, pengantin akan mencelupkan diri ke sungai hingga seluruh tubuhnya dan kepalanya basah. Tak hanya membasahkan diri sendiri, pengantin akan melibatkan teman, keluarga, ataupun masyarakat yang terlibat. Pengantin akan menyeburkan air ke arah mereka dan sebaliknya.
Tradisi mandi kasai ini sudah ada sejak dahulu dan turun temurun dilakukan hingga sekarang. Diketahui, mandi kasai sudah berkembang sejak abad ke-14, sebelum masuknya pengaruh Kesultanan Palembang tiba di pedalaman Musi Ulu.
Namun, seperti tradisi adat lainnya terpengaruhi perkembangan zaman dan modernisasi, mandi kasai sudah jarang ditemukan. Hal tersebut karena dalam prosesnya yang memimpin acara harus seorang pelara, namun pelara sudah jarang ada di Lubuklinggau. [Syifaa]