Mantan Striker Belanda Nilai Indonesia Negara Miskin dan Tidak Ada Apa-Apa dalam Sepak Bola

Thephrase.id - Mantan penyerang PSM Makassar berkebangsaan Belanda, Anco Jansen menilai Indonesia sebagai negara yang miskin. Ia juga meremehkan kualitas sepak bola Indonesia.

"Di sana, kamu bisa melihat bagaimana mereka merasakan sepak bola. Itu luar biasa. Saya harus bilang, gaya bermain di sana juga ikut terpengaruh. Rasanya seperti semuanya mengikuti arus emosi dari tribun penonton," beber Jansen dalam podcas Voetbapraat.

"Ini juga banyak dipengaruhi oleh media sosial. Saya berada di sana saat pandemi Covid-19, jadi saya tidak benar-benar bermain di stadion yang penuh," lanjutnya.

Jansen pernah memperkuat PSM selama semusim di Liga 1 2021-2022. Ia hanya tampil dalam 20 pertandingan dengan mengemas lima gol dan satu assist bersama Juku Eja.

"Negaranya memang miskin, tapi semua orang punya smartphone. Instagram di sana besar sekali. Kalau kamu gagal mencetak gol dari peluang emas," ungkap Jansen.

"Biasanya orang-orang akan bilang jangan buka handphone dua hari ke depan, kalau tida tiket pulang ke Belanda sudah siap," tambah Jansen.

"Saya juga pernah gagal memanfaatkan peluang, dan orang-orang langsung bercanda seolah-olah tiket saya sudah dipesan," sambung Jansen.

"Sepak bola di sana benar-benar oportunistis, dan peluangnya tidak begitu besar. Dari segi fasilitas, akademi muda, pelatih, segalanya masih sangat terbatas," kata Jansen.

Jansen punya pengalaman tidak mengenakan saat masih bergabung dengan PSM. Ia kaget lantaran tidak bisa berganti di lapangan latihan imbas tidak adanya ruang ganti pemain.

"Saya bermain di satu di antara klub terbesar di Indonesia, dan ketika pertama kali datang ke lapangan latihan, saya pikir akan ada ruang ganti. Ternyata tidak ada," ucap Jansen.

"Saya tanya saya harus ganti baju di mana? mereka bilang duduk saja di batu itu. Lalu ada mobil kecil yang datang, bagasi dibuka, dan keluar satu set pakaian. Nah, ini dia, silakan ganti baju di sini. Saya bilang, saya juga harus pakai tape untuk pergelangan kaki," kata Jansen.

"Mereka jawab ya tiduran saja di belakang mobil, nanti kami tape di situ. Dan ini salah satu klub terbesar di Indonesia! Itu menunjukkan betapa jauhnya perbedaannya dengan sepak bola di sini," paparnya.

"Bagi saya, ini semua terasa seperti ilusi karena media sosial membuat perhatian terhadap sepak bola di sana jadi sangat besar," tutur Jansen.

"Semua orang punya jutaan followers, dan seolah-olah semuanya terlihat menarik. Tapi kalau bicara kualitas sepak bolanya? Tidak ada apa-apanya. Saya melihatnya dengan mata kepala saya," tandasnya.