regional

Masyarakat Dayak Iban Lestarikan Hutan Selama Ratusan Tahun

Penulis Ashila Syifaa
Aug 23, 2023
Masyarakat Sungai Utik. (Foto: Wikimedia Commons/Hendrojkson)
Masyarakat Sungai Utik. (Foto: Wikimedia Commons/Hendrojkson)

ThePhrase.id - Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar setelah Brasil dan Kongo. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan, sekitar 59 persen dataran di Indonesia merupakan hutan tropis setara dengan luas 125.795.306 hektar yang menyumbang sekitar 10 persen paru-paru dunia. 

Sayangnya, pembukaan lahan besar-besaran untuk perkebunan sawit dan hutan tanaman industri mengakibatkan menyusutnya luas hutan tropis tersebut.

Tetapi tidak bagi masyarakat Dayak Iban yang menjadi penduduk di kawasan hutan zona penyangga Taman Nasional Betung Kerihun. Mereka adalah penduduk asli pedalaman Pulau Kalimantan yang mampu merawat dan melestarikan hutan selama berabad-abad.

Dayak Iban merupakan bagian dari enam rumpun besar Suku Dayak, penduduk asli Pulau Kalimantan yang berkembang menjadi 268 suku. Masyarakat Dayak Iban menempati hutan adat seluas 9.425,5 hektar di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Hutan adat sendiri, menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 9 tahun 2021, merupakan bagian dari perhutanan sosial yang dapat berada di atas kawasan hutan negara atau hutan hak adat. Pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat. 

Makna Hutan bagi Dayak Iban

Bagi masyarakat Dayak Iban hutan merupakan sumber kehidupan yang diturunkan oleh leluhur. Oleh karena itu, menjaga hutan menjadi bagian budaya masyarakat suku tersebut.

Mereka memegang teguh perinsip adat yang diwariskan secara turun-temurun, yang berbunyi babas adalah apai kami, tanah adalah inai kami, dan ae adalah darah kami. Artinya, hutan melambangkan posisi seorang bapak, tanah diartikan sebagai ibu, dan air bagai darah yang mengalir di sekujur tubuh.

Meskipun begitu, mereka tidak serakah dan tidak menggunakan seluruh lahan untuk kebutuhan sehari-hari. 

Sebanyak 6.780 ha hutan tidak boleh diganggu gugat dan tetap dilestarikan sebagai cadangan air dan berkembangbiaknya aneka flora dan fauna. Sedangkan 2.645,5 ha dijadikan hutan produksi terbatas, tempat warga menanam aneka tanaman kebutuhan sehari-hari termasuk padi, sayuran, rotan, dan tanaman keras.

Dalam merawat hutan, terdapat adat aturan yang diterapkan, mulai dari menanam hingga panen. Penggunaan lahan juga diatur agar tidak merusak alam.

Tak sekadar menggunakan lahan saja, mereka harus melalui ritual berjumlah 25 jenis upacara adat yang harus dilakukan agar alam memberkati. Menurut masyarakat suku tersebut, melalui upacara tersebut mereka juga mendapatkan petunjuk untuk mengetahui lokasi yang dapat digunakan dan mana yang tidak bisa.

Selain itu, pemanfaatan kayu hutan juga diatur, setiap warga hanya diperbolehkan untuk memotong tak lebih dari 30 kayu dalam setahun. Kemudian setiap kayu yang ditebang harus diganti dengan 2-4 bibit tanaman baru. Kebijakan ini dilakukan secara ketat dan berkelanjutan.

Rutinitas dan kebijakan dari masyarakat tersebut menjadikan hutan selalu terjaga. Selama masyarakat Dayak Iban menjaga tidak pernah terdengar ada kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Sungai Utik juga tidak pernah meluap dan selalu tersedia air saat musim kemarau tiba. 

Masyarkaat setempat akan terus melestarikan hutan yang telah diwariskan nenek moyang sejak lebih dari 130 tahun yang lalu. [Syifaa]

 

 

 

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic