Thephrase.id - Dengan utang Rp 70 triliun, Garuda Indonesia seperti terikat beban yang menyulitkannya untuk terbang tinggi. Menurut Wakil Menteri BUMN, Kartiko Wirjoatmodjo duduk perkara utang Garuda selama ini, mulai dari beban biaya yang tak wajar, jenis pesawat yang terlalu banyak, dan rute penerbangan yang tidak menguntungkan.
Tiko mengungkapkan, saat ini biaya yang dikeluarkan Garuda dalam periode satu bulan nilainya mencapai US$ 150 juta atau setara Rp 2,15 triliun (kurs Rp 14.300/US$), sementara itu pendapatan per bulan hanya mencapai US$ 50 juta atau Rp 715 miliar, sehingga kerugian per bulan mencapai US$ 100 juta atau setara dengan Rp 1,43 triliun.
“Sebenarnya dalam negeri itu, sebelum Covid-19 itu Garuda untung, tapi luar negerinya rugi, ini penyakit lama, tapi setelah Covid-19, ada permasalahan baru, yaitu perubahan pengakuan kewajiban di mana operasional lease tadinya dicatat sebagai opex jadi utang," kata Tiko.
Dengan demikian utang Garuda yang tadinya sekitar Rp 20 triliun, bengkak jadi Rp 70 triliun.
Pemerintah telah merancang upaya untuk mengeluarkan Garuda dari kemelut ini. Dalam laporan yang dikeluarkan Kementerian BUMN menyebutkan ada empat opsi strategi dalam menyelamatkan PT Garuda Indonesia (Persero).
Opsi pertama, yaitu pemerintah akan terus mendukung Garuda melalui pemberian pinjaman atau suntikan ekuitas. "(namun ini) berpotensi meninggalkan Garuda dengan utang warisan yang besar yang akan membuat situasi yang menantang pada masa depan," bunyi dokumen tersebut.
Opsi kedua, pemerintah akan menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi Garuda. Pemerintah menggunakan proses legal bankruptcy untuk merestrukturisasi kewajiban Garuda, misalnya, utang, sewa dan kontrak kerja.
Opsi yurisdiksi yang akan digunakan, yaitu US Chapter 11, foreign jurisdiction lain atau penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). "Tidak jelas apakah UU kepailitan Indonesia mengizinkan restrukturisasi," tulis dokumen tersebut.
Opsi ketiga, pemerintah akan merestrukturisasi Garuda dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru yang akan mengambil alih sebagian besar rute domestik Garuda dan menjadi national carrier di pasar domestik. Estimasi modal yang dibutuhkan 1,2 miliar dolar AS.
Opsi keempat, Garuda akan dilikuidasi dan sektor swasta dibiarkan mengisi kekosongan. Dalam opsi ini, pemerintah mendorong sektor swasta untuk meningkatkan layanan udara, misalnya, dengan pajak bandara atau subsidi rute yang lebih rendah. Dengan opsi ini Indonesia tidak lagi memiliki national flag carrier.
Menteri BUMN Erick Thohir mendorong manajemen Garuda saat ini untuk terus melakukan negosiasi ulang dengan lessor atau pemilik leasing. Untuk mengurangi cost, pihaknya juga akan mengurangi jumlah komisaris Garuda Indonesia.
"Nanti jumlah komisaris kita akan kurangi, entah dua atau tiga," ucap Erick beberapa waktu lalu.
Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) memberikan opsi sendiri untuk menyelamatkan Garuda. Mereka telah mengirim surat kepada Presiden dan sejumlah lembaga negara. Ketua Harian Sekarga Tomy Tampatty mengatakan pembahasan penyelamatan kelangsungan Garuda Indonesia selama ini tidak menyentuh akar permasalahan utama, yakni ketidakpastian dan ketidakjelasan posisi negara serta dukungannya. "Beberapa negara, di mana negara sangat memproteksi kelangsungan maskapai nasionalnya," kata Tommy.
Menurut Tommy, negara harus mempunyai sikap yang jelas terhadap status maskapai nasional Garuda Indonesia. Dukungan nyata yang harus dilakukan adalah negara melakukan reformasi dengan meninjau kembali semua kebijakan dan regulasi mengenai rute domestik, golden route, dan golden time yang seharusnya 60 persen dikuasai negara melalui maskapai negara. (Aswandi AS)
Tags Terkait