features

Mengelola Desa Wisata, Belajar dari Desa Penglipuran di Bali

Penulis Aswan AS
Sep 27, 2022
Mengelola Desa Wisata, Belajar dari  Desa Penglipuran di Bali
ThePhrase.id - Sebuah desa jika sudah menjadi desa wisata yang banyak dikunjungi wisatawan maka akan menjadi sumber income untuk desa yang bersangkutan dan pemerintah daerah. Seperti Desa Penglipuran, sebuah desa adat di Bali yang dikembangkan menjadi desa wisata.

Manager Desa Wisata Penglipuran, Wayan Sumiarsa dan Dewan Redaksi ThePhrase.id Aswandi AS (Foto: Rudi Priyana)


Penglipuran yang berjarak 45 km dari Denpasar ini terletak di Kabupaten Bangli, yang berada di ketinggian 700 m dpl.  Dengan pengunjung rata-rata 1.000  pengunjung per hari maka desa ini dapat memperoleh income tidak kurang dari  Rp 25.000.000 setiap harinya. Income itu didapat dari tiket masuk Rp 25.000/orang dan retribusi parkir sebesar Rp 10.000 untuk bis dan Rp 5.000 untuk minibus atau mobil ukuran kecil.  Roda 2  atau sepeda motor dipungut Rp 2.000.

Penduduk Desa Penglipuran pun mendapat keuntungan dengan berjualan hasil pertanian, cenderamata dan juga makanan ringan.  Beberapa di antaranya juga menyewakan kamar dan rumah sebagai “home stay” untuk pengunjung yang mau menginap dan merasakan suasana kehidupan di Penglipuran.

“Dari pendapatan itu desa mendapat 60 persen, sedangkan Pemda 40 persen,” Kata Wayan Sumiarsa kepada ThePhrase di rumahnya, Minggu (25/09/2022). Wayan adalah Kepala Pengelola Desa wisata Penglipuran yang ditunjuk oleh Ketua Adat. Menurut Wayan, sebelum pandemi pengunjung rata-rata di angka 700 – 800 orang per hari. Tetapi begitu pandemi dinyatakan telah menurun, pengunjung langsung naik drastis mencapai rata-rata 1.000 orang per hari. Bahkan di akhir pekan bisa mencapai 1.500 orang.

Wayan menceritakan, desa ini sudah ada sejak abad ke-13 sebagai bagian dari kerajaan Bangli di masa lalu dengan  tetap mempertahankan eksistensinya hingga masa kemerdekaan.  Seiring dengan perkembangan zaman, 3 orang  sesepuh desa itu merasa khawatir jika adat dan keberadaan desa itu akan tergerus oleh perubahan.

Pada tahun 2012, sesepuh desa mengajukan ke Pemkab Bangli  agar Desa Penglipuran dijadikan desa wisata dengan mempertahankan adat-istiadat dan arsitektur bangunan seperti bentuk aslinya.  Maka tahun 2013, Penglipuran ditetapkan sebagai desa wisata dengan pengaturan internal desa berdasarkan hukum adat sebagaimana yang berlaku selama ini.  Secara administratif pemerintahan, Penglipuran bagian dari Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.

 

Apa yang “dijual” pengelola desa ini kepada para wisatawan?  Berikut ini “selling point”  Desa Penglipuran yang disarikan dari keterangan Wayan Sumiarsa kepada ThePhrase.id

Penjual Kain Tenun Khas Bali


 

  1. Keunikan (Uniqueness)


Keunikan yang dimiliki Desa Panglipuran ini mencakup 2 hal. Pertama

a. Tata letak dan arsitektur

Tata letak dan arsitektur bangunan adalah hal unik yang kasat mata yang langsung bisa dilihat           begitu masuk ke desa ini.  Tata letak tidak hanya posisi bangunan seperti tempat ibadah, ruang pertemuan (balai desa), rumah penduduk dan pemakaman tetapi juga bentuk dan posisi bangunan pada setiap rumah penduduk yang harus sesuai dengan aturan adat.

“Pura utama terletak di bagian utara sebagai tempat yang paling tinggi desa ini. Di bawahnya adalah rumah penduduk yang berjumlah 78  unit, dan yang paling rendah di bagian selatan adalah pemakaman desa,” jelas Wayan.

Sedangkan untuk setiap rumah, lanjut Wayan harus memiliki gerbang khas yang disebut angkul-angkul dengan bentuk yang sudah ditentukan.  Pura terletak paling depan bersebelahan dengan angkul-angkul. Dapur keluarga berada di belakang pura dan di depan rumah utama. Sebelah selatan dapur ada Bale Sakenem atau ruang pertemuan.  Untuk rumah utama, terutama di bagian depan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi penghuninya.

“Beda dengan rumah-rumah di Bali pada umumnya, rumah di Penglipuran dapurnya terletak di depan. Status rumah dan sertipikatnya dimiliki oleh adat dan penghuni bisa hilang haknya sebagai penghuni apabila melanggar hukum adat,” kata Wayan.

Dan jika penghuni bermaksud akan merenovasi salah satu bangunan rumahnya, desa akan memberi bantuan dana sebesar Rp 10 juta.

Suasana Desa Wisata Penglipuran, Bali


b. Values (aturan-aturan adat)

Menjadi penghuni Penglipuran harus mentaati hukum dan aturan yang telah ditentukan adat.  Aturan adat yang paling utama terkait dengan upacara agama  seperti kebanyakan warga Bali penganut agama Hindu pada umumnya.  Bedanya, penghuni  Penglipuran akan kehilangan statusnya sebagai warga Penglipuran jika tidak ikut serta dalam upacara keagaman dan kegiatan adat lainnya.

Pelanggaran terhadap aturan dan hukum adat juga bisa berupa sangsi lain sesuai dengan keputusan adat.  Momen mereka melakukan upacara menjadi pemandangan yang menarik untuk para pengunjung terutama pengunjung dari luar Bali.  Biasanya dalam upacara itu ada tarian yang hanya ditampilkan di dalam pura.

“Value lainnya adalah laki-laki desa Penglipuran dilarang berpoligami sebagai bentuk  penghargaan kepada kaum perempuan,” kata Wayan.

Jika laki-laki berpoligami maka dia akan dikeluarkan dari Penglipuran dan ditempatkan di satu tempat khusus di luar desa.  Tujuannya agar pelaku poligami itu melakukan introspeksi diri.

Alam Desa Wisata Penglipuran, Bali


  1. Alam yang indah dan lingkungan yang terjaga


Selain perkampungan dengan bangunan dan tata letak yang khas, Penglipuran memiliki pemandangan yang indah dan udara pegunungan yang sejuk.  Pemandangan itu berupa hamparan sawah dengan sungai Sangsang  yang mengalir  dengan  jernih. Selain itu ada hutan bambu seluas 45 hektar yang dilindungi oleh hukum adat.

“Warga yang mau menebang bambu harus meminta ijin kepada ketua adat  untuk keperluan apa dan berapa banyak yang diperlukan.  Ketua adat yang menentukan boleh tidaknya dan berapa jumlah yang diijinkan,” jelas Wayan.

Lingkungan yang terjaga bisa disaksikan langsung dari kebersihan dan kerapian desa ini.  Sebuah situs online memberikan predikat sebagai desa terbersih sedunia. Kebersihan ini tidak hanya karena perilaku warganya terhadap sampah, tetapi juga pengelolaan sampah yang dikelola langsung oleh desa dan pemerintah daerah setempat.

Suasana Desa Wisata Penglipuran, Bali


 

  1. Keramahan dan kenyamanan


Pengunjung akan langsung merasakan keramahan  warga Penglipuran  begitu masuk gapura rumah (angkup-angkul) dan bertemu dengan tuan rumah. Tanpa sungkan mereka akan mempersilakan para tamu untuk melihat-lihat  bangunan dan suasana rumah mereka.  Sebagian penghuni juga menggelar barang dagangan di depan rumahnya berupa cenderamata dan makanan ringan.

Kenyamanan di Desa Penglipuran tidak hanya karena alamnya  tetapi rasa aman karena ada hukum adat yang menjamin keamanan barang-barang milik pengunjung. Warga akan melindungi tamu dan barang-barang milik tamunya seperti mereka melindungi milik sendiri.  Jika ada barang hilang dipastikan akan kembali jika warga desa yang menemukan dan pemiliknya dapat mengambil barang tersebut di kantor pengelola yang terletak di pintu masuk desa.

Sebagai kawasan yang mengandalkan wisata sebagai salah satu penggerak ekonomi daerah, keramahan sudah menjadi bagian dari cara hidup warga Bali untuk memberikan rasa nyaman kepada para pengunjung. Namun kenyamanan di Penglipuran lebih spesfik karena ada penerapan hukum adat yang ketat.

 

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno bersama Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Wagub Bali berfoto bersama dalam hari Pariwisata Dunia. Pulau Dewata, Bali kembali dipercaya sebagai lokasi penyelenggaraan event Internasional. (Foto: @sandiuno)


Menjadi contoh Desa Wisata global

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno mengatakan  Indonesia dianggap telah berhasil mendatangkan 1,2 juta turis asing dan 550 juta  turis domestik pasca pandemi. Salah satu daya tarik itu adalah adanya desa wisata di berbagai daerah yang menjadi daya tarik para wisatawan.

“Keberhasilan Indonesia menjuarai pengembangkan desa wisata ini telah mengispirasi sejumlah negara  untuk mengembangkan rural tourisme atau desa wisata di negara masing-masing,” kata Sandiaga usai pembukaan Hari Pariwisata Dunia (World Tourism Day), Selasa (27/9).

Perayaan Hari Pariwisata Dunia dipusatkan di Bali bertepatan dengan digelarnya Forum Menteri Pariwisata (Tourism Ministerial Meeting) negara anggota G20. Perayaan ini kata Sandiaga menjadi sejarah besar bagi Indonesia karena untuk pertama kalinya Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggaraan Hari Pariwisata Dunia.  Sandiaga berharap dengan keberhasilan ini dan momentum Presidensi G20 Indonesia dapat  berdampak pada kedatangan 1,8  juta hingga 3,6 juta wisatawan mancangera.

Sandiaga menambahkan, pihaknya akan terus buka berkolaborasi, untuk membangkitkan pariwisata dan ekonomi kreatif berbasis ekonomi yang berkeadilan sehingga membawa pariwisata yang berkualitas, berkelanjutan dan dapat menciptakan 4,4 juta lapangan kerja sampai 2024. (Aswan AS)

Tags Terkait

 
Related News

Popular News

 

News Topic