regional

Mengenal Pawai Ogoh-ogoh, Tradisi Menyambut Hari Raya Nyepi

Penulis Ashila Syifaa
Mar 20, 2025
Pawai Ogoh-Ogoh di Bali. (Foto: disbud.bulelengkab.go.id)
Pawai Ogoh-Ogoh di Bali. (Foto: disbud.bulelengkab.go.id)

ThePhrase.id – Pawai ogoh-ogoh merupakan salah satu tradisi atau ritual khas masyarakat Hindu yang tidak hanya dilakukan di Bali, tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia. Ritual ini bertujuan untuk menyambut Hari Raya Nyepi dengan refleksi atas segala perbuatan yang telah dilakukan selama setahun terakhir. Setiap tahun, pada malam sebelum Nyepi, umat Hindu mengarak ogoh-ogoh sambil melakukan perenungan mendalam.

Ogoh-ogoh adalah patung raksasa yang biasanya dibuat dari bambu, kertas, dan bahan ringan lainnya. Patung ini menggambarkan sosok Bhuta Kala, yaitu simbol kekuatan negatif atau roh jahat dalam ajaran Hindu. Pembuatan ogoh-ogoh dilakukan dengan penuh kreativitas dan sering kali menampilkan wujud menyeramkan dengan warna mencolok.

Tradisi ini tidak hanya menjadi pertunjukan seni yang menarik, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam. Pawai ogoh-ogoh merupakan bagian dari ritual yang dilakukan sebelum Hari Raya Nyepi. Dalam kepercayaan Hindu, ritual ini melambangkan pembersihan diri dan lingkungan dari energi negatif agar masyarakat dapat memasuki Tahun Baru Saka dengan jiwa yang lebih bersih dan tenang.

Rangkaian Upacara Sebelum Nyepi

Sebelum pawai ogoh-ogoh, masyarakat Hindu terlebih dahulu melaksanakan beberapa ritual penting:

  • Upacara Melasti – Dilaksanakan dua hingga empat hari sebelum Nyepi. Upacara ini bertujuan untuk menyucikan diri dan perangkat peribadatan di pura dengan cara membawa pratima (arca atau benda sakral) ke sumber air seperti laut, sungai, atau danau.
  • Buta Yadnya – Satu hari sebelum Nyepi, dilakukan rangkaian upacara ini untuk menghalau kehadiran Bhuta Kala, yakni manifestasi unsur-unsur negatif dalam kehidupan manusia. Dalam Buta Yadnya terdapat dua tahapan utama:
  1. Mecaru (Pecaruan) – Upacara persembahan sesaji kepada Bhuta Kala dengan tujuan menyeimbangkan energi di alam semesta.
  2. Ngupruk (Pengrupukan) – Ritual berkeliling pemukiman yang diiringi pawai ogoh-ogoh, yang juga dikenal sebagai Tawur Kesanga. Ritual ini bertujuan untuk menetralisir kekuatan negatif di sekitar lingkungan dan mendamaikan makhluk-makhluk alam bawah sebelum memasuki Tahun Baru Saka.

Prosesi Pawai Ogoh-Ogoh

Pada malam Tawur Kesanga, ogoh-ogoh diarak keliling desa dengan diiringi musik tradisional Bali seperti baleganjur. Pawai ini diikuti oleh para pemuda desa yang mengangkat ogoh-ogoh di atas bambu besar dan menggoyangkannya untuk menciptakan kesan hidup.

Setelah pawai selesai, ogoh-ogoh dibakar di tempat terbuka sebagai simbol pemusnahan sifat-sifat buruk yang ada dalam diri manusia maupun alam sekitar. Pembakaran ini menjadi simbol penyucian diri dan lingkungan agar masyarakat memasuki Nyepi dengan keadaan yang lebih harmonis dan damai.

Pawai ogoh-ogoh kini telah berkembang menjadi festival tahunan yang menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara. Keindahan serta kreativitas dalam pembuatan ogoh-ogoh membuatnya menjadi salah satu ikon budaya yang terus dijaga kelestariannya. Pemerintah daerah dan komunitas budaya aktif mendukung keberlangsungan tradisi ini dengan mengadakan lomba ogoh-ogoh dan berbagai kegiatan seni budaya.

Melalui pawai ogoh-ogoh, masyarakat Hindu tidak hanya menjalankan tradisi leluhur, tetapi juga menyampaikan pesan moral tentang keseimbangan antara kebaikan dan kejahatan dalam kehidupan. Ritual ini menjadi bukti bahwa budaya dan spiritualitas dapat berjalan beriringan untuk menciptakan harmoni dalam masyarakat. [Syifaa]

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic