ThePhrase.id – Kain songke merupakan tenun khas masyarakat Labuan Baji, Kabupaten Manggarai Barat, yang berdiam di sisi barat Pulau Flores. Kain songke ini menjadi kain yang wajib dikenakan pada setiap acara-acara adat.
Kain songke akan turut memeriahkan gelaran internasional, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat. Pada ajang tersebut rencananya beberapa pemimpin negara ASEAN yang turut hadir dalam KTT ASEAN ke-42 akan menggunakan kain songke.
Sebagai pendukung KTT ASEAN, songke diharapkan bisa terus lestari dan semakin dikenal dunia. Para perajin kain songke juga diharapkan semakin berkembang dan maju sejalan dengan gelaran internasional di Labuan Bajo.
Songke menjadi penanda bagi masyarakat Manggarai sebagai karakteristik dan identitas. Awal mula adanya kain Songke ini tidak diketahui secara jelas, namun bedasarkan cerita rakyat, sejarah kain ini berasal dari kisah Kesultanan Gowa.
Kesultanan ini sempat berjaya di daratan Flores pada sekitar tahuh 1613–1640. Hal ini melahirkan budaya baru bagi penduduk Manggarai terutama pada aspek berpakaian dan kain yang dikenakan.
Melansir GPrioritu, pria biasa mengenakan songke yang dikombinasikan dengan destar atau ikat kepala atau peci khas Manggarai. Sedangkan para wanita mengenakan songke dengan atasan kebaya. Kain ini juga dipakai untuk beberapa tradisi budaya seperti pada tarian caci, sebagai mas kawin (belis) hingga untuk membungkus jenazah.
Kain tenun songke khas Labuan Bajo ini bukan sekadar kain tetapi memiliki maknanya yang juga dapat dilihat dari pemilihan warna. Pada umumnya, kain ini memiliki warna dasar hitam yang dipercaya sebagai lambang kebesaran, keagunan dan kepasrahan bahwa semua manusia akan Kembali kepada Mori Kraeng (Sang Pencipta).
Sedangkan warna benang yang digunakan untuk sulam memiliki warna yang mencolok seperti, merah, putih, orange, dan kuning. Selain warna yang memiliki makna mendalam, motif yang dibuat pada kain songke juga tidak bisa sembarang karena setiap motif memiliki lambang dan maknanya sendiri.
Sebagian besar makna dari motif-motif yang ada menggambarkan harapan dalam kesejahteraan hidup, kesehatan dan hubungan, baik antara manusia, alam maupun dengan Sang Pencipta. [Syifaa]