ThePhrase.id - Suku Toraja merupakan kelompok etnis asli yang tinggal di wilayah pegunungan Sulawesi Selatan dan tersebar di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.
Masyarakat kelompok etnis tersebut, selain dikenal sebagai Suku Toraja juga disebut sebagai suku dari negeri atas. Nama ini tak lepas dari asal mula munculnya nama Toraja.
Asal Nama Toraja
Melansir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, terdapat beberapa pendapat berbeda-beda mengenai asal-usul nama Toraja.
Orang Bugis-Sidenreng menyebutnya dengan nama ‘to riajang’ yang artinya ‘orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan’. Sedangkan pada zaman Belanda, masyarakat Luwu menyebutnya ‘to riaja’ yang berarti ‘orang yang berdiam di sebelah barat’.
Namun, beberapa pendapat lainnya nama toraja berasal dari ‘toraya’ yang terdiri dari dua kata, ‘to’ dari ‘tau’ yang berarti orang dan ‘raya’ dari kata ‘marau’ yang berarti besar. Jadi, toraya berarti besar atau bangsawan.
Selain itu, terdapat juga mitos yang berasal dari bangsawan yang menyebutkan Toraja berasal dari kata ‘tau raja’ yang artinya adalah orang raja atau keturunan raja. Para bangsawan Toraja menganggap mereka adalah keturunan para dewa.
Menurut studi berjudul Introduction to the Sa'dan Toraja people and their country, Pemerintah Kolonial Belanda menamai suku tersebut dengan nama Toraja pada tahun 1909. Dalam tulisan tersebut dijelaskan juga bahwa, nama Toraja merupakan bahasa Bugis yang diberikan untuk sebutan orang yang tinggal di pegunungan.
Adat dan Kebudayaan
Masyarakat Toraja dikenal dengan kepercayaan yang dianut, yaitu Aluk Todolo yang berarti aturan atau agama dari leluhur atau nenek moyang. Kepercayaan animisme dan dinamisme ini telah dianut sejak dahulu sebelum abad ke-20.
Meskipun saat ini sebagian besar masyarakat Toraja memeluk agama Kristen, mereka masih menjalankan ajaran Aluk Todolo. Seperti tradisi pemakaman Rambu Solo’ dan tradisi Ma'nene yaitu ritual membersihkan dan mengganti pakaian mayat yang sudah berusia hingga ratusan tahun.
Selain adat dan kebudayaannya yang memiliki ciri khas yang unik, masyarakat Toraja juga memiliki sistem sosial dan kekerabatan yang berbeda yang tak dimiliki oleh tradisi lainnya.
Sistem Sosial dan Kekerabatan dalam Masyarakat Toraja
Masyarakat Toraja, memiliki struktur sosial yang terbentuk dari keluarga-keluarga yang mengikuti garis keturunan. Mereka membentuk suatu rumpun keluarga yang menetapkan tradisi dan tata cara hidup berdasarkan kepercayaan aluk dengan pemimpin yang dipilih dari garis keturunan ayah, ibu, atau keduanya.
Dalam sistem kekerabatan campuran, pemilihan pemimpin didasarkan pada kepentingan yang dianggap menguntungkan, seperti status kebangsawanan, harta kekayaan, dan jabatan. Status kebangsawanan (puang) dianggap lebih langgeng dibanding faktor lainnya.
Masyarakat Toraja mengenal beberapa tingkatan sosial, seperti Tana’ Bulaan (tingkatan emas) yang merupakan kasta keturunan bangsawan, Tana’ Bassi (tingkatan besi) sebagai bangsawan menengah, Tana’ Karurung (tingkatan ijuk/enau) untuk masyarakat biasa, dan Tana’ Kua-Kua (tingkatan rumput) sebagai hamba sahaya.
Meskipun sistem kekerabatan bersifat bilateral, status sosial anak cenderung mengikuti garis keturunan ayah. Anak dari ayah Tana’ Bulaan atau Tana’ Bassi akan memiliki status yang sama, meskipun ibunya dari Tana’ Karurung, dan sebaliknya.
Sistem perkawinan di masyarakat Toraja adalah sistem endogami, namun perkembangan zaman telah membawa perubahan. Pernikahan di luar hubungan kekerabatan semakin umum, bahkan dengan suku bangsa lain. Larangan perkawinan antara tana’ yang berbeda masih ada, tetapi beberapa aturan telah mengalami perubahan seiring dengan evolusi sosial di masyarakat Toraja. [Syifaa]