ThePhrase.id - Dalam dunia percintaan, setiap generasi memiliki dinamika unik yang memunculkan tren baru. Salah satu fenomena terbaru yang sedang marak di kalangan Gen Z adalah throning.
Lantas apa itu throning?
Kata throning berasal dari kata throne atau "takhta," yang terinspirasi dari pernikahan kerajaan di masa lalu, di mana hubungan dibangun demi status atau kepentingan politik.
Melansir dailydot.com, Dr. Bruce Y. Lee, Profesor Health Policy and Management di CUNY, mendefinisikan throning sebagai “berpacaran dengan seseorang semata-mata untuk meningkatkan reputasi dan membangun ego melalui asosiasi—menempatkan pasangan di atas ‘takhta’ untuk dipamerkan, tanpa benar-benar peduli pada pasangan sebagai individu.”
Namun, praktik ini sebenarnya bukanlah hal baru. Sebelum istilah throning populer, konsep serupa dikenal dengan istilah hypergamy, yang berasal dari India abad ke-19. Carrie Whitney, Ph.D., menjelaskan bahwa hypergamy mengacu pada perempuan yang menikahi pria dari status sosial lebih tinggi, dengan asumsi bahwa “pria lebih superior dibandingkan wanita.” Dalam istilah modern, ini sering disebut dating up atau marrying up.
Menurut The Swaddle, throning tidak selalu bermasalah. Namun, masalah muncul ketika hubungan ini dikemas sebagai romansa, padahal motivasi utamanya hanya untuk keuntungan sosial.
Throning sering kali mengorbankan aspek penting dalam hubungan, seperti kesamaan nilai, koneksi emosional, dan keintiman. Sebagai gantinya, hubungan menjadi berfokus pada citra, pengaruh, dan status.
Berbagai konten di TikTok mengungkapkan tanda-tanda bahwa seseorang mungkin sedang melakukan throning. Apa saja itu? Yuk, simak di bawah ini!
[nadira]