ThePhrase.id - Bukan tanpa sebab objek wisata kawasan perkampungan Badui dalam tertutup bagi wisatawan. Hal ini karena masyarakat suku Badui membutuhkan dan menginginkan ketenangan dalam menjalankan ritual tahunannya yaitu, Kawalu yang merupakan bagian dari kepercayaan Sunda Wiwitan.
Suku Badui menempati kawasan berbukit di Pegunungan Kendeng, pedalaman Kabupaten Lebak, Banten. Terkhususnya suku Badui dalam menempati kawasan asri Desa Kanekes yang menutup kawasan tersbut dari kunjungan orang luar, termasuk wisatawan domestik dan mancanegara.
Foto: Indonesia.go.id
Ritual Kawalu ini berlangsung selama tiga bulan dimulai sejak 24 Januari 2023 sampai 24 April 2023 mendatang.
Penetapan pelaksanaan ritual tersebut dilakukkan oleh pemimpin adat, Tangtu Tilu Jaro Tujuh Lembaga Adat Desa Kanekes serta tokoh-tokoh masyarakat Badui dalam.
Ritual Ucapan Rasa Syukur
Dilansir dari Indonesia.go.id, Kawalu merupakan sebuah ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat Badui untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Sang Hyang Karesa atas berkah hasil alam yang diberikan.
Masyarakat ini dikenal dengan limpahan hasil pertanian dan perkebunan seperti padi huma, jagung, pisang, sayur mayur, dan cabai. Sehingga tradisi Kawalu ini dilakukan setelah masa panen selesai terlaksanakan.
Ritual dimulai dengan berpuasa seharian penuh sejak 17.00 WIB sebelum hari H dan berakhir pada 17.00 WIB keesokan harinya. Puasa ini dilakukan pada bulan Kasa, Karo, dan Katilu dalam penanggalan orang Badui.
Puasa ini dilakukan pada satu bulan seperti tanggal 17 bulan Kasa, kemudian tanggal 18 bulan Karo dan terakhir adalah pada tanggal 17 bulan Katilu. Selama berpuasa masyarakatnya tidak diperbolehkan makan dan minum hingga waktu berbuka.
Sebagai pengungkapan rasa syukur, tradisi Kawalu memiliki makna untuk pensucian diri dari nafsu jahat. Maka sebelum melakukan puasa, pada tanggal 15 bulan Kasa, seluruh masyarakatnya wajib membersihkan lingkungan dan dilarang memakan atau mengolah hasil panen.
Masyarakat Badui (Foto: dok. Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Banten)
Selama ritual berlangsung, masyarakat Badui hanya diperbolehkan untuk menggiling padi dengan cara tradisional yang disebut nutu.
Menurut Kepala Desa Kanekes sekaligus pemimpin adat Badui, Jaro Saija, tradisi Kawalu ini telah ada sejak ratusan tahun lalu yang harus diikuti oleh seluruh suku Badui baik laki-laki, perempuan, yang tua maupun yang muda.
Selain puasa yang melarang masyarakat makan dan minum hingga berkegiatan mengolah hasil panen, ada beberapa larangan lainnya. Termasuk mengadakan pesta pernikahan dan sunatan sebab acara tersebut dapat menimbulkan keramaian.
Selepas ritual, suku Badui akan mengadakan Seba dan secara beramai-ramai turun gunung menuju pusat kota untuk bertemu Bupati dan Penjabat Gubernur Banten dan mempersembahkan hasil bumi seperti beras, pisang, gula aren, dan sayuran. [Syifaa]