features

Menguji Sistem Pemilu di Mahkamah Konstitusi

Penulis Aswan AS
Feb 21, 2023
Menguji Sistem Pemilu di Mahkamah Konstitusi
ThePhrase.id - Setelah sempat diditolak oleh 8 partai politik di DPR, wacana sistem pemilu proporsional tertutup kembali mengemuka. Wacana ini mencuat lagi setelah ada kabar bahwa saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) sedang menangani perkara pengujian Pasal 168 Ayat (2), Pasal 342 Ayat (2), Pasal 353 Ayat (1) huruf b, Pasal 386 Ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 Ayat (2), serta Pasal 426 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Sebanyak delapan Partai Politik (Parpol) Politik menyatakan sikap menolak Pemilihan Umum (Pemilu) dengan sistem proporsional tertutup di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu (8/1/2023). (Dok. kompas.com)


Pasal-pasal itu adalah pasal yang mengatur sistem pemilu proporsional terbuka. Pengujian pasal-pasal itu diajukan oleh pemohon untuk diuji karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Permohonan diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.

Salah satu dalil para pemohon adalah sistem pemilu yang berbasis suara terbanyak telah dibajak oleh calon-calon anggota legislatif yang pragmatis yang hanya bermodal kepopuleran. Mereka menjual diri tanpa ikatan ideologis dengan partai dan strukturnya serta tidak memiliki pengalaman mengelola parpol atau organisasi berbasis sosial politik. Hal tersebut mengakibatkan para calon terpilih akhirnya tidak mewakili partai, tetapi hanya mewakili dirinya sendiri.

Para pemohon juga mengaku dirugikan dengan pemberlakuan pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu. Sebab, hal itu mengakibatkan pemilu menjadi sangat mahal, melahirkan kompetisi antarcaleg yang tidak sehat, dan mendorong praktik politik uang.

Ketua Majelis Tinggi, Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan, perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup tidak dapat begitu saja diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Perubahan sistem yang bersifat mendasar, termasuk sistem pemilu, perlu dilakukan dengan melibatkan seluruh rakyat.

”Rakyat sungguh perlu diberi penjelasan tentang rencana penggantian sistem pemilu ini. Karena dalam pemilihan umum, merekalah yang paling berdaulat. Inilah jiwa dan napas dari sistem demokrasi,” kata SBY dalam siaran persnya, Minggu (19/2/2023).

Rakyat, kata SBY harus tahu bahwa kalau sistem proporsional tertutup, mereka harus memilih parpol yang diinginkan. Dan partai politiklah yang menentukan kemudian siapa orang yang akan menjadi wakil mereka. Sebaliknya, dalam sistem pemilu proporsional terbuka, rakyat dapat memilih partai atau orang yang mereka percayai untuk menjadi wakilnya atau memilih keduanya (partai dan orang).

Kegiatan simulasi pencoblosan Pemilu 2019 yang dilakukan KPU Cianjur di Joglo, Cianjur, Jawa Barat beberapa waktu lalu. (Dok. kompas.com)


MK sendiri hingga kini sudah menggelar tujuh kali sidang dalam perkara tersebut. Selain mendengarkan dalil-dalil pemohon, MK sudah mendengarkan keterangan DPR, pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan sejumlah pihak terkait, seperti Partai Nasdem, Partai Garuda, dan pihak terkait lainnya.

Diusulkan PDIP ditolak 8 parpol

Semula wacana sistem pemilu proporsial tertutup ini diusulkan PDIP tetapi ditolak oleh 8 parpol di DPR RI. Kedelapan parpol yang menolak sistem proporsional tertutup yakni Partai Gerindra, Golkar, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Mereka menyebut sistem proporsional terbuka yang diterapkan di pemilu Indonesia saat ini merupakan kemajuan demokrasi sehingga tak seharusnya diganti.

Indonesia sendiri sudah pernah menerapkan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 1999, namun setelah itu Pemilu 2004, 2009, 2014 dan 2019 Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka karena dinilai lebih demokratis. Rakyat bisa memilih langsung figur atau tokoh yang akan mewakili mereka di DPR. Penolakan sistem proporsional tertutup ini tidak hanya datang dari 8 partai yang ada di DPR tetapi juga dari berbagai kalangan termasuk partai non parlemen. (Aswan AS)

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic