regional

Museum Tekstil Jakarta Hadirkan 98 Wastra Langka pada Pameran Catur Kultur

Penulis Ashila Syifaa
May 29, 2025
Foto: beritajakarta.id
Foto: beritajakarta.id

ThePhrase.id - Museum Tekstil Jakarta tengah menggelar pameran bertajuk “Catur Kultur pada Wastra Indonesia”, hasil kolaborasi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dan Himpunan Wastraprema. Pameran ini menampilkan 98 wastra langka yang memperlihatkan kekayaan akulturasi budaya China, India, Islam, dan Eropa dalam kain-kain tradisional Nusantara.

Pameran yang berlangsung selama satu bulan, mulai 27 Mei hingga 20 Juli 2025 ini terbuka untuk umum dan menampilkan koleksi pribadi dari Rumah Wastra JO Seda, Aswin Wirjadi, Sri Sintasari (Neneng) Iskandar, serta Sitti Solvia Basri.

Beragam jenis kain seperti kain panjang, sarung, selendang, ikat kepala hingga tokwi—kain yang digunakan dalam altar sembahyang masyarakat Tionghoa, diperlihatkan sebagai bukti sejarah percampuran budaya yang telah berlangsung berabad-abad di Indonesia.

Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Mochamad Miftahulloh Tamary, menyampaikan apresiasinya terhadap penyelenggaraan pameran ini yang juga sekaligus memperingati hari ulang tahun ke-498 Kota Jakarta, HUT ke-49 Himpunan Wastraprema, serta HUT Museum Tekstil.

“Pameran ini bukan hanya menjadi ajang apresiasi seni, tetapi juga memperlihatkan kayanya identitas budaya yang tercermin dari helai kain yang ditampilkan,” ujarnya saat pembukaan pameran, Selasa (27/5).

Ia menegaskan bahwa pameran ini menjadi salah satu upaya pelestarian warisan budaya serta penguatan identitas bangsa melalui pemahaman terhadap kain tradisional sebagai bagian dari ekspresi budaya lokal.

Menurut sejarah, letak Indonesia yang berada di jalur perdagangan strategis dunia menjadikannya titik temu berbagai bangsa sejak ratusan tahun lalu—dari pedagang India, Arab, Tionghoa, hingga bangsa Eropa. Pertemuan ini melahirkan proses akulturasi, yang salah satu wujudnya terlihat dalam wastra tradisional Indonesia.

Ketua Umum Himpunan Wastraprema, Sri Sintasari Iskandar—yang akrab disapa Neneng—menyampaikan bahwa pameran Catur Kultur bertujuan memperlihatkan bagaimana budaya asing diadaptasi dan diolah secara kreatif oleh masyarakat lokal ke dalam bentuk wastra.

“Akulturasi budaya tidak menghapus identitas budaya Indonesia, tetapi justru memperkaya khazanah budaya melalui motif, teknik, dan simbol,” jelas Neneng.

Ia memaparkan beberapa contoh pengaruh asing dalam motif wastra Indonesia. Dari budaya Cina, motif naga, burung hong, bunga peony, dan teratai banyak diadaptasi, terutama melalui pengaruh keramik-keramik Tionghoa yang masuk ke Nusantara.

Wastra India memberikan pengaruh kuat melalui motif patola yang ditemukan hampir di seluruh daerah Indonesia, serta teknik sulaman khas seperti penggunaan kaca dalam bordir. Begitu pula dengan pengaruh budaya Islam, yang terlihat dari penggunaan kaligrafi Arab dan simbol-simbol Islami seperti gambar masjid yang banyak ditemukan pada batik dan kain bordir.

Adapun pengaruh Eropa terlihat dari simbol seperti lambang kerajaan, malaikat meniup terompet, hingga sosok cupid dengan panahnya, yang menghiasi kain-kain tenun dari Indonesia Timur.

Kepala Unit Pengelola Museum Seni, Sri Kusumawati, menambahkan bahwa Museum Tekstil berkomitmen untuk terus menjadi ruang edukasi dan pelestarian budaya wastra. Ia berharap pameran ini dapat memberi wawasan baru bagi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk memahami bahwa di balik motif-motif kain terdapat makna filosofis yang dalam.

“Warisan budaya ini harus terus dipelihara agar generasi penerus dapat memahami nilai kehidupan yang tersimpan melalui simbol dan filosofi dalam kain tradisional,” katanya. [Syifaa]

Tags Terkait

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic