features

Nasdem Tak Masuk Kabinet, Koalisi Gemoy Retak?

Penulis Aswandi AS
Oct 15, 2024
Calon Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. (Foto: Instagram/prabowo)
Calon Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. (Foto: Instagram/prabowo)

ThePhrase.id - Sehari menjelang Prabowo memanggil calon-calon menteri, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menyatakan tidak ikut dalam kabinet Prabowo-Gibran.  Sebuah pernyataan yang memunculkan spekulasi dan pertanyaan, mengapa Nasdem tidak menyetorkan nama calon menteri? Benarkah alasan Nasdem tak bergabung itu sebuah alasan tulus atau karena ada keinginan yang tak lulus? Atau ini sinyal kecil bahwa koalisi gemoy yang dibangun Prabowo sudah retak?

Munculnya pertanyaan tentang sikap Nasdem yang tidak mau bergabung dalam kabinet Prabowo-Gibran, karena berlawanan dengan logika dan adagium politik, bahwa partai politik dibentuk untuk mendapatkan kekuasaan politik. Dengan kata lain, partai politik adalah cara legal yang digunakan untuk mendapatkan kekuasaan.  Apalagi, Nasdem sebelum ini dikenal sebagai partai lawan yang pertama kali menyatakan dukungan dan memberi selamat kepada  Prabowo-Gibram. Beberapa saat   setelah dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2024 oleh KPU pada 20 Maret 2024 lalu.

"Partai Nasdem juga mengucapkan selamat, kepada pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024," kata Paloh di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Rabu, 20 Maret 2024.  

Sebuah sikap yang dinilai sejumlah kalangan terlalu cepat dan buru-buru karena tahapan pilpres belum berakhir, masih ada gugatan terhadap keputusan KPU itu yang dilayangkan sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi.

Nasdem ketika itu dinilai tak ingin ketinggalan dan ingin menjadi partai yang akan mendapatkan bagian kekuasaan pada pemerintahan Prabowo-Gibran.  Itulah sebabnya, sikap Nadem  yang tiba-tiba tak mau bergabung di kabinet memunculkan pertanyaan dan spekulasi.

Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Hermawi Taslim mengatakan partainya memutuskan tidak masuk kabinet Prabowo – Gibran pikiran dari NasDem akan sangat berarti daripada hanya sekadar keikutsertaan fisik.

Nasdem Tak Masuk Kabinet  Koalisi Gemoy Retak
Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh. (Foto: Instagram/official_nasdem)

"Atas dasar pertimbangan banyak hal, kita memutuskan juga untuk tidak masuk dalam kabinet, menurut kita pikiran-pikiran kita kalau diterima itu jauh lebih penting daripada kita masuk dalam kabinet," kata Hermawi di RSPAD Jakarta Pusat, Minggu, 13 Oktober 2024.

Waketum Partai NasDem,  Saan Mustopa menyebut partainya tetap mendukung  tahu diri sebagai partai yang tidak mendukung Prabowo-Gibran dari awal.  Nasdem, kata Saan tidak meminta jabatan menteri ke Prabowo.

"NasDem ini kan ketika Pilpres 2024, 14 Februari yang lalu, itu kan tidak memberikan dukungannya terhadap Pak Prabowo. Nah, karena itu, secara etika tentu NasDem apa istilahnya tahu diri ya, memberikan kesempatan bagi partai-partai koalisi pendukung Pak Prabowo, Pak Gibran untuk mengisi komposisi di kabinet," ujar Saan di Senayan, 14 Otober 2024.

Saan menolak jika Nasdem disebut sebagai oposisi karena tidak bergabungnya partai itu ke kabinet Prabowo-Gibran.

“Bukan (oposisi), kita tetap dalam barisan pemerintahan Pak Prabowo, Pak Gibran. Jadi kita men-support dan mendukung sepenuhnya apa yang menjadi keputusan kebijakan dan program pemerintahan Pak Prabowo," kata Saan tentang positioning Nasdem di pemerintahan Prabowo-Gibran.  

Namun apakah pernyataan Nasdem ini adalah ungkapan tulus atau karena ada target dan keinginan yang tidak lulus?

Nasdem Tak Masuk Kabinet  Koalisi Gemoy Retak
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin. (Foto: Instagram/ujangkomarudin_)

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menilai enggannya Partai NasDem masuk dalam kabinet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka karena jatah menteri yang didapatkan tidak sesuai keinginan. Apalagi Nadem ini, kata Ujang sudah beberapa kali menyatakan dukungan dengan bertemu Prabowo berkali-kali.

"Sepertinya ada yang belum sepakat, ya tetap mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran, tapi tidak mau masuk kabinet," kata Ujang, Senin (14/10/2024).

Ujang menilai sikap Partai NasDem yang enggan masuk kabinet, tapi tetap mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran membuat partai pimpinan Surya Paloh itu jadi tidak jelas, menjadi pendukung pemerintah atau oposisi. Kalau menjadi pendukung harusnya Nasdem bergabung dan mendapat jatah kursi menteri.  

"Mestinya, NasDem jelas saja sikapnya, apakah menjadi oposisi atau berkoalisi. Kalau berkoalisi, ya dapat kursi menteri. Cuma mungkin dapat kursi menterinya sedikit, 1 mungkin, pengennya beberapa, akhirnya membuat statement atau sikap yang tidak mau masuk kabinet. Ini adalah sikap ambivalen atau mendua," jelas Ujang.

Ujang menilai sikap Nasdem ini, karena ada kepentingan yang belum terakomodasi  sehingga membuat Nasdem kecewa.  Namun, menurutnya situasi masih sangat dinamis hingga menjelang pelantikan 20 Presiden dan Wakil Presiden 20 Oktober 2024.

Permanen atau Temporer? 

Bila dilihat dari keinginan Prabowo untu membangun koalisi gemuk dalam pemerintahnnya, maka sikap Nasdem itu adalah konsekuensi logis dari  kabinet “gemoy” nya Prabowo-Gibran. Banyaknya faksi yang harus diakomodasi menyebabkan masing-masing faksi mendapat porsi sedikit.  Hanya saja Nasdem bersikap berbeda karena merasa mendapat bagian yang tak sesuai.

Pertanyaannya, apakah sikap Nasdem tidak mau bergabung di kabinet Prabowo-Gibran ini, adalah sikap permanen selama satu periode pemerintahan Prabowo-Gibran? atau temporer saja sebagai trik agar ada pembicaraan ulang tentang jatah dan kursi yang sesuai keinginan?

Mengapa? Karena sebelum DPP Partai Nasdem menyatakan tidak bergabung ke kabinet Prabowo-Gibran, dua kader NasDem Abdul Ghoni dan Bestari Barus ketahuan menyeberang Cagub dan Cawagub Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung dan Rano Karno. Padahal Nasdem di Pilkada Jakarta ada di kubu KIM Plus yang mendukung Ridwan Kamil-Suswono.  Sebuah sinyal kecil bahwa Surya Paloh dengan Nasdem-nya merasa tak nyaman dalam koalisi gemuk yang membuat jatah jadi berkurang.

Bisa jadi juga, ini pertanda bahwa perahu besar koalisi yang dibangun Prabowo sudah mulai retak.  Dan jika penumpangnya ada yang keluar kapal dengan sekoci, berarti bakal ada yang akan menjadi oposisi yang akan mengoreksi jalannya pemerintahan Prabowo nanti.  Wallahu’alam. (Aswan AS)

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic