ThePhrase.id - Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, akhirnya akan mengundurkan diri setelah negaranya mengalami kekacauan akibat krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaannya pada tahun 1948.
Foto: Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa (twitter.com/GotabayaR)
Sebelum mengumumkan kemundurannya, masyarakat telah menyerbu kantor serta rumah Presiden serta Perdana Menteri dari negara tersebut. Rajapaksa, yang keberadaannya tidak diketahui, belum berbicara secara terbuka sejak kediamannya diserbu pada hari Sabtu, (8/7).
Melansir Kompas.com, para pemimpin gerakan protes tersebut mengungkap bahwa massa akan terus menduduki kediaman presiden dan perdana menteri di Colombo sampai mereka mundur dari jabatannya.
Kantor Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa telah diberitahukan oleh Rajapaksa bahwa dia akan mengundurkan diri pada hari Rabu (13/7). Tetapi di bawah konstitusi Sri Lanka, pengunduran dirinya hanya dapat diterima secara formal ketika dia mengundurkan diri melalui surat kepada Ketua - yang hingga saat ini belum terjadi.
Perdana Menteri Wickremesinghe sebelumnya juga mengatakan dia akan mundur dari posisinya.
Sebagian besar kemarahan dan kesalahan atas krisis ekonomi Sri Lanka telah diarahkan pada presiden dan keluarga Rajapaksa. Keluarganya merupakan dinasti politik paling kuat di Sri Lanka dan memegang beberapa posisi penting di negara tersebut termasuk presiden, perdana menteri, menteri keuangan, dan beberapa jabatan kabinet senior lainnya.
Rajapaksa, yang mendorong agenda ultranasionalis yang keras, dituduh melakukan korupsi, salah mengelola ekonomi, dan mendorong negara itu menuju kebangkrutan. Sejak Maret, telah terjadi protes luas yang menyerukan agar keluarga Rajapaksa, khususnya presiden, disingkirkan dari kekuasaan dan dimintai pertanggungjawaban atas keadaan ekonomi yang sekarang dihadapi oleh 22 juta warga Sri Lanka.
Pelantikan Presiden Baru
Melansir Reuters, Parlemen Sri Lanka akan melantik presiden baru pada 20 Juli mendatang. Parlemen akan berkumpul kembali pada hari Jumat (16/7) dan akan memilih presiden baru lima hari kemudian, kata Ketua Mahinda Yapa Abeywardena dalam sebuah pernyataan.
"Selama pertemuan para pemimpin partai yang diadakan hari ini, disepakati bahwa ini penting untuk memastikan pemerintahan semua partai yang baru sesuai dengan Konstitusi," ujar Mahinda.
Meski demikian, Gubernur Bank Sentral mengungkap bahwa ketidakstabilan politik Sri Lanka dapat merusak negosiasi Dana Moneter Internasional (IMF) untuk penyelamatan negara tersebut yang kini masih dilakukan.
Sri Lanka saat ini hampir tidak memiliki dolar yang tersisa untuk mengimpor bahan bakar, membuat penjualan bahan bakar telah dijatah secara ekstrim, dan antrean panjang terjadi di depan toko-toko yang menjual gas untuk memasak. Inflasi telah mencapai 54,6% bulan lalu, dan bank sentral telah memperingatkan bahwa itu bisa naik menjadi 70% dalam beberapa bulan mendatang. [nadira