regional

Observatorium Timau di Kupang akan Jadi yang Terbesar se-Asia Tenggara

Penulis Ashila Syifaa
Jul 25, 2023
Observatorium Timau. (Foto: Twitter/LAPAN_RI)
Observatorium Timau. (Foto: Twitter/LAPAN_RI)

ThePhrase.id - Observatorium Timau merupakan fasilitas pengamatan antariksa yang pertama kali dibangun di Kawasan Timur Indonesia lebih tepatnya di lereng Gunung Timau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Disebut juga sebagai Observatorium Nasional (Obnas) Timau, saat ini masih dalam pembangunan dan sudah memasuki tahap penyelesaian.

Memiliki desain bangunan yang serupa dengan Observatorium Bosscha yang terletak di Lembang, Bandung, Jawa Barat, Obnas Timau juga merupakan pusat pengamatan antariksa modern. Namun Observatorium Timau memiliki fasilitas utama yaitu teleskop yang ukurannya lebih besar dengan diameter berukuran 3,8 meter.

"Masterplan Obnas Timau mencakup pengadaan sejumlah fasilitas pengamatan astronomi multi panjang gelombang dan pengamatan cuaca antariksa. Fasilitas utama adalah teleskop 3,8 meter untuk riset astronomi dan beberapa teleskop kecil untuk pengamatan matahari dan pengamatan objek langit lainnya," ungkap peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN, Rhorom Priyatikanto mengutip laman BRIN.

Teleskop 3,8 meter tersebut merupakan kembaran dari teleskop Seimei di Observatorium Okayama milik Universitas Kyoto, salah satu teleskop optik terbesar di Asia Timur. Nantinya, setalah teleskop dirakit akan dilakukan kalibrasi bersama dengan para teknisi yang berasal dari Jepang.

Wilayah Timau Bebas Polusi Cahaya

Obnas Timau terletak di ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut, lokasinya pun sunyi tak ada bangunan lain selain observatorium tersebut. Terpilihnya lokasi lereng Gunung Timau, NTT ini  sebab lokasi tersebut diketahui memiliki waktu langit paling cerah terbanyak dalam setahun dibanding tempat lain.

Sebelumnya telah dilakukan selama lima tahun sebuah studi untuk melihat fraksi malam terhadap langit di beberapa daerah di Indonesia. "Hasilnya, wilayah Timau masih minim polusi cahaya sehingga optimal untuk dijadikan kawasan pengamatan astronomi," ungkap Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Inovasi dan Riset Nasional (BRIN) Robertus Heru.

BRIN menilai, kupang memiliki waktu malam paling cerah dalam setahun dibandingkan daerah lain di Indonesia. Nyatanya polusi cahaya dapat mempengaruhi kegiatan pengamatan astronomi.

Hal tersebut terjadi pada Observatorium Bosscha yang dinilai sudah tak layak untuk menjadi pusat pengamatan astronomi karena semakin banyaknya permukiman yang menyebabkan tingginya polusi cahaya.

Upaya Mencegah terjadinya Polusi Cahaya

Untuk mencegah terjadinya polusi cahaya di Obnas Timau, Kepala Pusat Riset Antariksa, Emanuel Sungging menjelaskan upaya untuk mengantisipasi gangguan tersebut dengan menjadikan wilayah di sekitar Obnas menjadi Taman Langit Gelap (Dark Sky Park).

"Langit gelap perlu dilestarikan dengan didukung masyarakat yang turut menjaganya melalui wisata astronomi di Taman Langit Gelap. Pengaturan penggunaan lampu luar di sekitar Obnas dikoordinasikan dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat berupa peraturan perundang-undangan," tuturnya.

Selain itu, BRIN telah menyiapkan lahan seluas 40 hektar terdiri dari beberapa gedung yang akan digunakan untuk kebutuhkan Obnas Timau. Mulai dari Gedung Pusat Sains dan Operasional Obnas, Laboratorium Kendali I, II, dan III, serta Gedung Open Science Center (OSC). Dilengkapi juga dengan Laboratorium Mekanik dan Laboratorium Pengamatan Antariksa. [Syifaa]

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic