ThePhrase.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan aturan baru terkait penyelenggaraan produk asuransi kesehatan di tengah meningkatnya tren inflasi medis.
Aturan ini diresmikan melalui Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 (SEOJK 7/2025) yang menjadi langkah penguatan tata kelola industri asuransi kesehatan di Indonesia serta bentuk pelindungan terhadap konsumen, dan mulai berlaku efektif per 1 Januari 2026.
Disebut sebagai langkah di tengah tren inflasi medis, OJK menegaskan bahwa SEOJK 7/2025 hanya berlaku untuk produk asuransi kesehatan komersial, dan tidak mencakup skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan.
Ketentuan baru ini merupakan tindak lanjut dari Pasal 3B ayat (3) dalam Peraturan OJK Nomor 36 Tahun 2024, yang merevisi ketentuan POJK 69/POJK.05/2016 mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi.
Beberapa substansi pada SEOJK 7/2025, antara lain menyesuaikan fitur produk asuransi kesehatan berupa:
Penerapan pembagian risiko (co-payment), porsi pembiayaan kesehatan yang menjadi tanggung jawab Pemegang Polis, Tertanggung atau Peserta paling sedikit sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim rawat jalan atau rawat inap di fasilitas kesehatan, dengan batas maksimum sebesar:
Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per pengajuan klaim rawat jalan
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) per pengajuan klaim rawat inap.
Coordination of Benefit, yang memungkinkan koordinasi pembiayaan Kesehatan apabila pelayanan Kesehatan dilakukan sesuai dengan skema JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
Ketentuan ini diharapkan mendorong pemanfaatan layanan medis yang lebih berkualitas, sekaligus membuat premi asuransi lebih terjangkau dan meningkatkan awareness pemegang polis.
Selain itu, OJK juga mewajibkan perusahaan asuransi untuk memiliki tenaga ahli yang memadai, termasuk tenaga medis berkualifikasi dokter. Tenaga medis ini bertugas melakukan analisis terhadap tindakan medis dan menelaah utilisasi layanan kesehatan (Utilization Review).
Perusahaan juga diwajibkan membentuk Dewan Penasihat Medis (Medical Advisory Board) serta menyediakan sistem informasi digital yang mendukung pertukaran data dengan fasilitas kesehatan.
Langkah-langkah tersebut diambil agar perusahaan asuransi dapat mengevaluasi efektivitas layanan medis dan penggunaan obat berdasarkan data digital, sekaligus memberikan masukan berkala kepada fasilitas kesehatan mitra.
Pelaksana tugas Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, menyampaikan bahwa aturan ini merupakan bagian dari upaya memperkuat ekosistem asuransi kesehatan.
Sementara itu, produk asuransi kesehatan yang telah berjalan sebelum SEOJK 7/2025 ditetapkan, akan tetap berlaku hingga masa pertanggungannya berakhir. Namun, untuk produk yang dapat diperpanjang otomatis dan telah disetujui atau dilaporkan ke OJK sebelum aturan berlaku, wajib disesuaikan paling lambat pada 31 Desember 2026. [fa]