Thephrase.id - Bulan Juli 2025, Ole Romeny seolah berada di puncak kebahagiaan. Bersama klubnya, Oxford United, ia datang ke Indonesia untuk mengikuti turnamen pramusim yang digelar di negeri tempat para pemilik klub itu berasal.
Atmosfernya hangat. Di setiap kota yang disinggahi, nama Romeny disambut sebagai milik sendiri. Ia tampil bersama rekan senegaranya, Marselino Ferdinan, dalam perjalanan yang disebut klubnya sebagai "momen langka".
Namun malam di Bandung mengubah segalanya. Dalam pertandingan melawan Arema FC di Stadion Si Jalak Harupat, baru empat menit laga berjalan, stadion mendadak gelap gulita karena listrik padam. Setelah pertandingan dilanjutkan, nasib buruk menimpa sang striker.
Setelah mencetak gol kedua Oxford Imoted, Romeny dijatuhkan keras di sisi kanan lapangan. Ia terkapar, kesakitan, dan tak bisa melanjutkan pertandingan. Saat ia digendong keluar, ribuan penonton Indonesia terdiam, sadar bahwa mereka baru saja menyaksikan cedera serius sang bintang.
Cedera itu bukan hal sepele. Diagnosa awal menyebut tulang pergelangan kakinya patah. Banyak yang memperkirakan Romeny harus absen hingga akhir tahun dan melewatkan laga penting Timnas Indonesia di Babak Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Akan tetapi, tekadnya untuk pulih lebih kuat dari segala prediksi. Ia menjalani rehabilitasi dengan disiplin luar biasa, bahkan memilih untuk berhenti total mengonsumsi gula demi mempercepat pemulihan. Perlahan, langkahnya kembali stabil, kekuatannya kembali utuh.
Kini, hanya beberapa bulan berselang, namanya kembali tercantum dalam daftar pemain pilihan Patrick Kluivert untuk dua laga hidup-mati melawan Timnas Arab Saudi dan Timnas Irak di Jeddah. Sebuah kebangkitan yang nyaris mustahil.
"Saya merasa sangat bangga dan terhormat mengenakan jersey ini dan menjadi bagian penting bagi tim. Itulah misi saya, itulah pekerjaan saya, dan saya ingin terus melakukannya," ucap Romeny kepada FIFA.
Ia mengaku merasakan kebersamaan luar biasa bersama rekan-rekan setimnya sejak pertama kali dipanggil Timnas Indonesia pada Maret 2025. Baginya, setiap laga bersama Tim Merah Putih adalah pengalaman yang meneguhkan jati diri.
"Saya telah melewati masa-masa luar biasa bersama teman-teman. Merupakan kehormatan bisa bermain untuk negara saya, untuk Indonesia, dan saya hanya ingin terus menunjukkan betapa pentingnya saya bagi tim," lanjutnya.
Sejak debutnya, Romeny langsung memberi dampak besar. Gol demi gol ia ciptakan melawan Timnas Australia, Timnas Bahrain, dan Timnas China. Dalam waktu singkat, ia menjelma jadi simbol harapan baru di lini depan Tim Merah Putih.
"Saya tahu saya bisa membantu tim memenangkan pertandingan, yang merupakan hal terpenting, dan saya ingin terus menunjukkan kualitas saya. Saya bisa menguasai bola, saya kuat bermain dengan kaki saya, dan saya juga bisa mencetak gol. Itu yang paling penting, dan itu yang ingin terus saya lakukan untuk tim," katanya.
Bagi Romeny, keputusan membela Timnas Indonesia bukan sekadar langkah karier. Ia menautkannya dengan kisah keluarga. Neneknya pernah tinggal lama di Medan sebelum akhirnya pindah ke Belanda.
"Nenek saya tumbuh di Medan sampai usia 30 tahun. Ia harus kembali ke Belanda, tapi selalu merasa rumahnya ada di Indonesia. Ia menurunkan nilai dan budaya itu kepada ibu saya, dan mereka selalu berbicara dalam bahasa Indonesia bersama," tuturnya.
Romeny menyimpan semua cerita itu di hatinya. Setiap kali mengenakan seragam merah-putih, ia selalu teringat sosok sang nenek.
"Jika nenek saya masih hidup, saya tahu dia akan sangat bangga kepada saya. Setiap kali saya mengenakan jersey ini, saya juga bermain untuknya, dan tentu untuk para pendukung," ujarnya.
Kecintaan Romeny pada para fan Timnas Indonesia juga mendalam. Ia menyebut dukungan suporter Tim Merah sebagai salah satu yang paling luar biasa di dunia sepak bola.
"Para penggemar di Indonesia benar-benar luar biasa. Menurut saya, mungkin hanya Indonesia dan Brasil yang berada di level tertinggi. Suara mereka, baik di kandang maupun tandang, berada di level yang berbeda, dan itu membuat kami ingin terus berjuang untuk mereka," katanya lagi.
Di bawah asuhan Patrick Kluivert, Romeny menemukan rasa percaya diri baru. Ia memuji pendekatan sang pelatih yang dianggap memahami pemain secara personal, bukan sekadar taktik dan strategi.
"Saya sangat senang bekerja dengan Patrick. Dia benar-benar memahami pemain dan memberikan kebebasan serta kepercayaan. Dia tahu apa yang saya butuhkan dan saya sangat berterima kasih atas itu," ungkapnya.
Kini, seluruh fokus Romeny tertuju ke Jeddah. Dua pertandingan di tanah Arab akan menjadi ujian sejati bagi ambisi besar Timnas Indonesia.
"Kami harus fokus pada dua pertandingan ini, tetap kompak, percaya diri, berkomunikasi, dan memperhatikan detail kecil," katanya tegas.
"Lolos ke Piala Dunia akan menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar besar. Bagi masyarakat di negara yang hidup dan bernapas dengan sepak bola, kami hanya ingin membuat mereka bahagia, dan itu akan sangat berarti bagi kami semua," tutup Romeny.