ThePhrase.id - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terjadi dualisme kepengurusan usai Muktamar X yang digelar di kawasan Ancol, Jakarta, Sabtu sampai Minggu (27-28/9) lalu. Mardiono dan Agus Suparmanto saling mengklaim kemenangan secara aklamasi sebagai pucuk pimpinan partai berlambang ka'bah untuk periode 2025-2030.
Mardiono merupakan petahana yang sebelumnya menjabat sebagai Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PPP menggantikan Suharso Monoarfa. Sedangkan Agus Suparmanto adalah mantan Menteri Perdagangan era Presiden Joko Widodo, tapi dikenal sebagai politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Kubu Mardiono pertama kali yang mengklaim kemenangan secara aklamasi. Hal itu disampaikan oleh pimpinan sidang Muktamar X PPP, Amir Uskara. "Saya ingin menyampaikan selamat kepada Pak Mardiono atas terpilihnya secara aklamasi dalam muktamar ke-10 yang baru saja kami ketuk palunya," kata Amir pada Sabtu (27/9).
Menurut Amir, kemenangan Mardiono itu disetujui oleh para peserta muktamar, sehingga majelis sidang mengambil keputusan aklamasi.
Meski diakui sempat terjadi dinamika dalam pembahasan tata tertib muktamar, namun pada akhirnya disepakati dalam pemilihan ketua umum harus dihadiri secara fisik oleh peserta muktamar.
"Memang ada sedikit dinamika sidang dalam pembahasan muktamar tadi, dalam pembahasan tatib muktamar. Cuma dalam pasal 11 di rancangan tatib muktamar dijelaskan bahwa pemilihan Ketua Umum harus dihadiri secara fisik," ungkapnya.
Kemudian, aturan tersebut disampaikan kepada seluruh peserta dan disetujui, sehingga Mardiono yang dipilih sebagai ketua umum terpilih secara aklamasi.
Amir menyebut, usai penetapan tersebut sempat terjadi kericuhan antar peserta, mereka saling lempar kursi sehingga terdapat beberapa peserta yang dilarikan ke rumah sakit. Meski begitu, lanjut Amir, keputusan sidang dianggap sah lantaran sudah ketuk palu.
Lebih lanjut, Amir menegaskan bahwa Mardiono mendapat dukungan mayoritas DPW. Mereka juga hadir secara langsung ke lokasi muktamar.
"Cuma diganggu oleh segelintir atau beberapa orang yang membuat dinamika menjadi tinggi di ruang sidang," tandasnya.
Sehari berselang, kubu Agus Suparmanto juga mengklaim kemenangan secara aklamasi. Klaim tersebut disampaikan oleh Ketua Pimpinan Sidang Paripurna VII Qoyum Abdul Jabbar.
Qoyum menjelaskan kronologi penetapan Agus Suparmanto sebagai ketua umum terpilih. Mulanya, dia membenarkan bahwa Sidang Paripurna I dibuka oleh salah satu panitia SC, Amir Uskara. Kemudia, di tengah berlangsungnya sidang ada intrupsi dari peserta yang meminta pimpinan sidang ditentukan oleh peserta atau muktamirin.
Namun Amir disebut tidak menghiraukan intrupsi tersebut. Menurut Qoyum, peserta mengungkapkan kekecewaannya atas kepemimpinan sidang.
"Muktamirin mengungkapkan keberatan atas kepemimpinan sidang yang statusnya adalah ketua tim pemenangan salah satu calon ketua umum dan meminta sidang dipimpin oleh ketua SC dan sekretaris SC muktamar," kata Qoyum, Senin (29/9).
Lebih lanjut, Amir disebut melontarkan kalimat bernada menantang muktamirin yang dianggap mencederai tata aturan sidang maupun keabsahan sidang, yakni menghilangkan hak bicara muktamirin. Walhasil, pernyataan itu mengundang perselisihan antar muktamirin.
"Dengan kericuhan tersebut Pak Amir tidak bisa melanjutkan sidang dan seluruh pimpinan Sidang meninggalkan ruang sidang," ungkapnya.
Setelah itu, para muktamirin menuntut agar sidang tetap dilanjutkan oleh panitia SC yang hadir dan pengurus harian DPP PPP.
"Pada saat yang sama di tengah dinamika yang ada, muktamirin mendaulat beberapa Panitia SC antara lain: Qoyum Abdul Jabbar, Komaruddin Taher, Rusman Yakub, Qonita Lutfiyah, Chairunnisa, Ainul Yakin, Dahliah Umar dan KH. Musyafa’ Noer, didaulat muktamirin untuk memimpin sidang melanjutkan sidang-sidang muktamar," ujarnya.
Sidang pun dilanjutkan dan kemudian Agus Suparmanto ditetapkan sebagai ketua umum terpilih dalam Sidang Paripurna yang dipimpin Qoyum.
Menteri Koordinator Bidang Hukum HAM Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah akan bersikap objektif dalam menangani dualisme PPP.
"Pada pokoknya, pemerintah akan sangat hati-hati dalam mengesahkan susunan pengurus baru parpol. Pemerintah wajib bersikap objektif dan tidak boleh memihak kepada salah satu kubu yang bertikai dalam dinamika internal partai mana pun," kata Yusril dalam keterangannya, Senin (29/9).
Yusril mengungkapkan bahwa kedua kubu tersebut akan saling mendaftarkan susunan kepengurusannya untuk kemudian disahkan oleh pemerintah. Kedua kubu tersebut sama-sama mengkalim terpilih secara sah dan sesuai AD/ART partai.
Menurut Yusril, berdasarkan prosedur pendaftaran susunan pengurus baru partai politik, bahwa permohonan pengesahan harus diajukan oleh pengurus lama yang terdaftar di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum.
Meski begitu, Yusril mempersilahkan kedua kubu tersebut untuk mendaftarkan susunan pengurusnya ke Kementerian Hukum dengan melengkapi dokumen yang sudah ditentukan.
"Pemerintah wajib mengkaji dengan seksama permohonan tersebut untuk memastikan mana yang sesuai dengan norma hukum yang berlaku dan mana yang tidak," ungkapnya.
Dia pun menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengintervensi dinamika yang terjadi di internal PPP. Sebab menurutnya, dinamika tersebut harus diselesaikan berdasarkan AD/ART maupun UU Partai Politik.
"Pemerintah tidak akan mengintervensi. Kalau bisa, kedua pihak jangan meminta pemerintah untuk menjadi penengah atau fasilitator konflik internal. Sebab, hal tersebut bisa saja ditafsirkan sebagai bentuk intervensi atau tekanan halus dari pemerintah," terangnya.
Bahkan, Yusril mengancam tidak akan mengesahkan pengurus baru yang masih menjadi perselisihan di internal partainya.
"Dalam mengesahkan pengurus parpol, satu-satunya pertimbangan pemerintah adalah pertimbangan hukum. Jika terjadi konflik internal, pemerintah tidak akan mengesahkan susunan pengurus baru, tetapi akan menunggu tercapainya kesepakatan internal partai, putusan mahkamah partai, atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," jelasnya.
"Pemerintah tidak boleh menggunakan pertimbangan politik dalam mengesahkan susunan pengurus partai politik mana pun," pungkasnya. (M. Hafid)