ThePhrase.id – Pemerintah telah menetapkan Idul Adha 1443 H jatuh pada Minggu 10 Juli 2022. Sidang Isbat Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan 1 Zulhijah 1443 Hijriyah jatuh pada Jumat, 1 Juli 2022. Dengan ditetapkannya awal Zulhijah ini, maka Hari Raya Idul Adha 1443 H jatuh pada Minggu, 10 Juli 2022.
"Sidang isbat telah mengambil kesepakatan bahwa tanggal 1 Zulhijah tahun 1443 Hijriah ditetapkan jatuh pada Jumat tanggal 1 Juli 2022," tutur Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi usai memimpin Sidang Isbat (Penetapan) Awal Zulhijah, di Jakarta, Rabu (29/6/2022).
"Dengan demikian Hari Raya Idul Adha 1443 H jatuh pada 10 Juli 2022," imbuh Wamenag.
Ia menjelaskan, keputusan itu didasarkan dari pantau hilal di 86 titik seluruh wilayah Indonesia, kemudian dilanjutkan dengan rapat sidang isbat. Menurutnya, proses pengamatan hilal ini menjadi pertimbangan penting dalam sidang isbat.
"Dari 34 provinsi yang telah kita tempatkan pemantau hilal, tidak ada satu pun dari mereka yang menyaksikan hilal," jelasnya.
Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi memberikan ketenangan pers hasil sidang isbat Iduladha 1443H (Foto: Dok, Kemenag)
Sidang isbat yang digelar secara daring dan luring ini diawali dengan pemaparan posisi hilal oleh anggota tim Unifikasi Kalender Hijriah Kemenag, Thomas Djamaluddin.
Sidang isbat awal Zulhijah 1443 H yang digelar di Auditorium HM Rasjidi Kantor Kemenag ini dihadiri Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdullah Jaidi, perwakilan Mahkamah Agung, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), serta Duta Besar negara sahabat.
Hadir juga perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), Planetarium, Pakar Falak dari Ormas-ormas Islam, Lembaga dan instansi terkait, Pimpinan Ormas Islam, serta Pondok Pesantren.
Puasa Dzulhijjah
Memasuki bulan Dzulhijjah kita dianjurkan untuk melakukan puasa sunah pada tanggal satu sampai sembilan Dzulhijjah.
Menurut pengasuh Madrasah Baca Kitab, Ustadz Muhamad Abror dilansir nu.or.id, keuatamaan ibadah puasa dalam 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah ditegaskan oleh Ibnu Hajar (w. 1449 M) dalam Fath al-Bârî. Menurut Ibnu Hajar keistimewaan sepuluh hari pertama tersebut disebabkan pada hari itu terkumpul ibadah-ibadah utama, yaitu shalat, puasa, sedekah, dan haji. Sesuatu yang tidak ditemukan di bulan lain. (Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, juz 3, h. 390).
Hal yang sama ditegaskan Syekh Zakaria al-Anshari (w. 1520 M) dalam Asnâ al-Mathâlib, bahwa pada tanggal satu sampai sembilan Dzulhijjah, disunnahkan untuk berpuasa. Untuk tanggal satu sampai tujuh disunnahkan bagi orang yang sedang menunaikan ibadah haji ataupun tidak, sementara tanggal delapan (hari Tarwiyyah) dan sembilannya (hari ‘Arafah), hanya disunnahkan bagi yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
Berpuasa pada sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah juga memiliki keutamaan tersendiri.
Pahala ibadah pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah mendapatkan pelipatan pahala dibanding ibadah di bulan lainnya.
Berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah (hari Arafah) dapat menghapus dosa selama dua tahun.
Termasuk keutamaan hari Arafah adalah Allah SWT lebih banyak membebaskan hamba-Nya dari api neraka pada hari ini dibanding hari-hari lainnya.
Waktu pelaksanaan puasa sunnah Dzulhijjah adalah pada tanggal satu sampai sembilan Dzulhijjah. Khusus tanggal delapan dinamakan puasa Tarwiyah dan tanggal sembilan dinamakan puasa Arafah.
Sebagaimana puasa pada umumnya, waktu niat puasa Dzulhijjah adalah pada malam hari, yakni sejak terbenamnya matahari sampai terbit fajar. Lafal niatnya: Nawaitu shauma syahri dzil hijjah sunnatan lillâhi ta‘âlâ. Artinya: “Saya niat puasa sunnah bulan Dzulhijjah karena Allah ta’âlâ.”
Sementara niat puasa Tarwiyah: Nawaitu shauma tarwiyata sunnatan lillâhi ta‘âlâ. Artinya: “Saya niat puasa sunnah Tarwiyah karena Allah ta’âlâ.”
Adapun niat puasa Arafah: Nawaitu shauma arafata sunnatan lillâhi ta’âlâ. Artinya: “Saya niat puasa sunnah Arafah karena Allah ta’âlâ.” [fa]