features

Pemilu Turki 2023, Akan Tentukan Sistem Pemerintahan Presidensial atau Parlementer

Penulis Aswan AS
May 16, 2023
Pemilu Turki 2023, Akan Tentukan Sistem Pemerintahan Presidensial atau Parlementer
ThePhrase.id - Hari Minggu 14 Mei 2023, Pemimpin Turki, Recep Tayep Erdogan diuji lagi kepemimpinannya melalui pemilu yang digelar pada hari itu setelah berkuasa lebih dari 20 tahun. Erdogan ditantang oleh pesaing terkuatnya, oposisi utama Turki, Pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP), Kemal Kilicdaroglu.

Ada sekitar 64 juta dari 85 juta jiwa keseluruhan penduduk Turki yang akan memilih 24 partai yang ada di surat suara. Dari 24 partai itu ada 7 di antaranya Partai Parlemen atau partai yang mendapat kursi di parlemen. Meskipun pemilu parlemen dan presiden digelar serempak, namun yang menjadi sorotan publik Turki maupun masyarakat internasional adalah pemilu presiden.

Presiden Truki, Recep Tayyip Erdoğan. Foto: Istagram


Semula ada empat kandidat yang akan bertarung dalam pemilihan presiden Turki kali ini. Namun, Muharrem Ince dari Partai Tanah Air, tiba-tiba mengundurkan diri dari bursa calon presiden, Kamis (11/5/), setelah video asusila dirinya beredar di media sosial.

Tiga kandidat presiden yang bertarung adalah petahana Recep Tayyip Erdogan, kandidat Koalisi Kerakyatan; Kemal Kilicdaroglu dari Koalisi Kebangsaan; dan Sinan Ogan yang didukung Koalisi Leluhur (ATA). Namun, dari dua pesaingnya itu, Kemal Kilicdaroglu dari Koalisi Kebangsaan yang menjadi pesaing utama Erdogan. Politisi berusia 74 tahun itu didukung oleh partai besar dan dua partai yang pernah menjadi koalisi Erdogan, yakni DEVA dan GP yang pimpin oleh 2 mantan menteri kabinet Erdogan

Koalisi Kerakyatan yang mengusung Erdogan terdiri dari beberapa partai politik, yaitu Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang beraliran Islami konservatif, Partai Gerakan Nasionalis (MHP) yang beraliran ultranasionalis, Partai Persatuan Besar (BBP) yang beraliran kanan Islamis, Partai Kesejahteraan Islam Baru (YRP), dan Partai Islam Sunni Kurdistan (HUDAPAR).

Dilihat dari komposisi partai pendukung atau koalisi, tampaknya Turki hari ini, isu pertarungan ideologi antara Islamis dan sekularis sudah lebih cair, tidak seperti pada era dari tahun 1950-an hingga 1990-an. Erdogan dan AKP yang Islamis berkoalisi dengan MHP yang nasionalis sekuler. Demikian juga Kilicdaroglu dan CHP yang sekuler berkoalisi dengan DEVA, GP dan Saadet (SP) yang Islamis.

Presiden Truki, Recep Tayyip Erdoğan. Foto: Istagram


Isu Kampanye

Pertarungan pemilu presiden Turki kali ini adalah antara Erdogan dan Kilicradoglu. Keduanya sama-sama politisi senior dan legendaris di Turki. Kilicdaroglu, kelahiran 17 Desember 1948 (74 tahun) dan Erdogan, kelahiran 26 Februari 1954 (69 tahun).

Figur Erdogan sangat populer dan hegemonik khususnya di Turki, bahkan di kancah internasional. Ia tampil sebagai penguasa terlama dalam sejarah Republik Turki modern, yakni berkuasa sejak tahun 2002 atau sudah 21 tahun. Lebih lama daripada Mustafa Kemal Ataturk, yang berkuasa 15 tahun (1923-1938).

Persaingan antara Erdogan atau Kilicdaroglu tidak hanya sekadar mengganti figur pemimpin, tetapi akan menentukan model sistem pemerintahan Turki mendatang dan juga sistem ekonomi yang akan diterapkan. Rakyat Turki sudah paham bahwa, Kilicdaroglu adalah antitesis dari Erdogan.

Dalam kampanyenya, Kilicdaroglu menegaskan akan kembali mengubah sistem pemerintahan Turki dari presidensial ke parlementer. Dulu Erdogan yang mengubah sistem parlementer ke sistem presidensial melalui referendum rakyat tahun 2017. Keputusan Erdogan merubah sistem pemerintahan ini menyebabkan dua tokoh AKP yaitu Ahmet Davutoglu, yang pernah menjabat menteri luar negeri, dan Ali Babacan, yang pernah menjabat menteri keuangan, memilih keluar dari AKP sebagai protes terhadap tindakan Erdogan itu dan bergabung mendukung Kilicdaroglu.

Kubu oposisi juga berjanji akan mengubah sistem ekonomi yang diterapkan Erdogan. Erdogan menolak menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi yang membubung tinggi.

Kilicdaroglu dan kubu oposisi fokus mengritik Erdogan yang gagal mengatasi krisis ekonomi di Turki hingga nilai mata uang lira (mata uang lokal Turki) terus merosot terhadap dolar AS dan inflasi terus membubung tinggi menyentuh 44 persen. Kini nilai 1 dollar AS setara 19,59 lira.

Bagi Erdogan, pemilu kali ini terbilang paling berat karena perubahan struktur demografi pemilih di Turki setelah 21 tahun ia berkuasa Pemilih generasi muda yang mencapai sekitar 5,2 juta pemilih turut menentukan siapa pemimpin Turki mendatang. Pemilih dari generasi muda itu menghadapi krisis ekonomi di Turki terakhir ini dengan segala dampaknya, seperti semakin sulitnya lapangan kerja dan kenaikan harga akibat inflasi. Situasi ini cukup menyulitkan Erdogan dalam menghadapi Kilicdaroglu.

Kemal Kılıçdaroğlu. Foto: Instagram


Putaran kedua

Ketua Dewan Pemilu Turki Ahmet Yener mengatakan dari 99% kotak suara dihitung, Erdogan memimpin dengan 49,4% dan Kilicdaroglu dengan 44,96%. Tingkat partisipasi pemilih pada pemilu kali ini mencapai 88,8 persen. Dari hasil ini maka pemilihan akan dilanjutkan dengan putaran kedua, karena tidak ada kandidat yang meraih di atas 50 persen. Pemenangnya akan ditentukan pada pemilu putaran kedua, 28 Mei 2023 mendatang.

Aliansi Rakyat pimpinan Erdogan, terdiri dari Partai AKP yang berakar Islam dan mitra nasionalisnya, diperkirakan memenangkan suara mayoritas parlemen dengan menguasai 321 dari total 600 kursi. Hal itu akan menaikkan peluang Erdogan memenangkan pilpres putaran kedua.

"Pemenangnya sudah pasti negara kita," kata Erdogan dalam pidatonya di markas Partai AKP di Ankara, Senin (15/5) malam.

Sementara calon presiden ketiga, Sinan Ogan dari partai nasionalis, meraih 5,2 persen suara. Menurut para analis, Ogan bisa menjadi penentu pada pilpres putaran kedua. Dan pemenang Pemilu 2023 ini akan menentukan sistem pemerintahan Turki, tetap presidential atau berubah ke parlementer.

Kemal Kılıçdaroğlu. Foto: Instagram


Kesamaan dengan Indonesia

Sistem multi partai yang dianut Turki sama dengan Indonesia dengan sama-sama menggunakan presidential dalam pemerintahnnya. Bedanya di Turki ideologi partai politiknya adalah liberal dan Islam dengan polarisasi yang cukup tajam.

Sementara di Indonesia ideologinya partainya, Islam dan Nasionalis. Namun di Indonesia persaingan ideologi ini lebih cair dan tidak terlalu kentara bahkan isu nasionalis dan Islam dipakai semua partai dalam rangka meraih simpati pemilih. Termasuk juga kandidat presidennya, didukung oleh gabungan partai Islam dan nasionalis seperti yang terjadi pada Koalisi perubahan (Nasdem, PKS dan Demokrat) yang mengusung Anies Baswedan. (Aswan AS) (Diolah dari berbagai sumber)

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic