features

Pencarian Suaka Budi Arie Berujung Petaka, Kader Gerindra Menolaknya

Penulis M. Hafid
Nov 18, 2025
Ketua Umum Pro Jokowi (Projo) Budi Arie. Foto: Dok. Kemenkop.
Ketua Umum Pro Jokowi (Projo) Budi Arie. Foto: Dok. Kemenkop.

ThePhrase.id - Tangan kanannya diangkat seraya mengacungkan telunjuk, Budi Arie berkelakar "Saya mungkin satu-satunya orang yang diminta oleh Presiden langsung di sebuah forum".

Kalimat penuh kebanggaan personal itu diawali dengan permohonan izin oleh Budi kepada segenap jajaran dan relawan Pro Jokowi alias Projo, bahwa dirinya akan memenuhi permintaan Presiden Prabowo Subianto untuk menjadi kader partai.

Permintaan yang dimaksud Budi merujuk pada pidato Presiden dalam acara kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada 20 Juli 2025. Dalam kesempatan itu, Prabowo menyapa pejabat pemerintah yang hadir, termasuk Budi yang kala itu masih menjabat Menteri Koperasi.

Satu-satu dari pejabat itu berdiri dan memberi gestur hormat saat namanya disebutkan. Usai menyapa Budi, Prabowo menyuguhkan pertanyaan di luar dugaan. "Ini masuk PSI, bukan?" tanya Prabowo sambil menunjuk ke arah Budi. "(Masuk) PSI atau Gerindra, kau?" tanyanya lagi disambut lambaian tangan Budi dan sorak sorai hadirin.

Pertanyaan Prabowo itu ditafsirkan Budi sebagai permintaan untuk bergabung ke Gerindra. Pada Kongres III Projo di Grand Sahid, Jakarta yang digelar selama dua hari dari 1 sampai 2 November 2025, Budi menyatakan keinginan berlabuh ke Gerindra. “Kita akan memperkuat seluruh agenda politik Presiden dengan memperkuat partai politik pimpinan Presiden," katanya. Pada momen itu, Budi terpilih untuk ketiga kalinya sebagai Ketua Umum Projo.

Organisasi yang identik dengan mantan Presiden Jokowi itu, tampak berubah haluan. Ada beberapa keputusan menjadi indikasinya yang diambil dalam acara itu. Misalnya, siluet wajah Jokowi tersenyum di logo Projo yang nangkring sejak organisasi itu didirikan akan dibuang. Perubahan itu dilakukan untuk menghapus stigma pengkultusan terhadap sosok Jokowi.

Budi juga membantah Projo sebagai singkatan dari Pro Jokowi, sebagaimana yang dipahami banyak orang. Projo menurutnya, berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti negeri dan bahasa Jawa Kawi yang memiliki arti rakyat.

Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) itu membantah istilah Pro Jokowi berasal darinya. Dia menuding media yang membuat dan menyebarkan. Padahal, dia sendiri yang menyatakan Projo adalah Pro Jokowi pada 2018 silam. “Sudah jelas Projo itu pro Jokowi. Kalau Projo enggak pro Jokowi, bukan Projo berarti,” tegas Budi dalam video yang beredar.

Dari semua keputusan itu, Budi menegaskan tidak dalam rangka putar balik dukungan dari Jokowi yang telah membesarkan namanya. Jokowi memang tidak hadir dalam acara itu, hanya memberi ucapan terima kasih dan semangat melalui video yang ditampilkan di layar saat acara berlangsung.

Budi kemudian menepis tudingan bahwa hubungan dirinya dengan Jokowi retak. Bahkan dia menyebut masih berkomunikasi dengan Jokowi saat acara itu berlangsung. Menurutnya, keputusan yang nampak berubah haluan itu diklaim sebagai transformasi organisasinya.

Kontras dengan kongres sebelumnya, di mana nama jokowi seakan menjadi inti pembicaraan dan menggema di setiap sudut ruang perhelatan. Kali ini, Jokowi justru hilang dari radar pembahasan.

Anggapan Budi dan Projo sebagai kacang lupa kulitnya pun menggema. Mereka dicap sebagai relawan yang kehilangan loyalitas setelah patron politiknya tidak lagi duduk sebagai Presiden. Arah politik Projo maupun Jokowi melaju di rel yang berbeda.

"Saya enggak mungkin, Projo enggak mungkin terpisahkan dari Pak Jokowi, wong Projo ini lahirnya karena adanya pak Jokowi kok," sanggah Budi saat berbincang dengan Akbar Faizal di kanal YouTubenya beberapa waktu lalu. "Tapi bahwa pak Jokowi sudah tidak lagi menjadi presiden sehingga kita perlu melakukan transformasi politik dengan menyesuaikan dengan perkembangan yang ada," imbuhnya.

Pragmatisme dan Pencarian Suaka Politik Budi

Peneliti senior Bidang Politik BRIN, Lili Romli, menilai Budi dan Projo yang berupaya "pisah ranjang" dengan Jokowi dan merapat ke Prabowo menjadi tanda bahwa dia tidak hanya ingin dikenal sebagai relawan, melainkan sebagai politisi. Budi berupaya tetap eksis dalam percaturan politik di Indonesia setelah tidak lagi menikmati kursi empuk kementerian.

Kemudian, dia menghidupkan ruang pragmatisme dalam laju politiknya. Merapatnya ke Prabowo, kata Lili, Budi sedang mengincar jabatan yang nantinya akan menjadi jembatan dalam meniti karir di politik, sekalipun bukan jabatan setingkat menteri.

Kalkulasi lainnya, kata Lili, Budi sedang mencari suaka politik kepada penguasa, untuk mengamankan dirinya dari potensi jeratan hukum atas kasus judi online (judol) yang menyeretnya.

"Untuk mencari perlindungan dengan bergabung ke partai yang sedang berkuasa," kata Lili saat berbincang dengan ThePhrase.id beberapa waktu lalu.

Pengamat Politik dari Citra Institute, Yusak Farchan punya pandangan yang sama. Menurutnya, dalih transformasi organisasi Projo yang disampaikan Budi, menjadi cara lain dari pencarian suaka atau pertolongan politik kepada kekuasaan.

Bagi Yusak, Budi saat ini sedang terjepit dalam himpitan politik dan hukum sekaligus. Pasca lengsernya Jokowi dari kursi Presiden, Budi tidak punya sandaran kuat untuk bertahan dalam derasnya politik Tanah Air. Jokowi disebut tidak bisa lagi menjadi penolong karirnya, meski sempat bertahan di Kabinet Merah Putih hingga pada akhirnya dipecat Prabowo.

Situasi itu diperparah dengan kasus judol yang disangkut-pautkan dengannya, kendati kerap dibantah. Upaya merapat ke penguasa dianggap menjadi jalan mulus untuk membebaskan diri dari situasi sulit itu. "Jadi memang posisinya terjepit. Nah ketika dalam posisi terjepit itulah Projo berusaha untuk mencari suaka politik yang tidak lain kecuali adalah kekuasaan Pak Prabowo atau Partai Gerindra," kata Yusak kepada ThePhrase.id.

"Kalau bertahan dengan ikon Jokowi, ya pasti akan terlempar dari arena kompetisi yang cukup sengit di antara para relawan-relawan politik yang ada di sekitar kekuasaan," imbuhnya.

Kendati demikian, Yusak menilai Budi tidak sepenuhnya meninggalkan Jokowi. Bagaimanapun, lanjut Yusak, Budi dan Projo dibesarkan dari nama ayah Gibran Rakabuming Raka itu. Budi maupun organisasinya hanya sedang mendaur ulang strategi untuk bisa bertahan dan turut andil dalam sirkulasi kekuasaan.

Saat ini, menggantungkan nasib kepada Jokowi dinilai bukan sebagai langkah ideal bagi Budi dan Projo. Pasalnya, mantan Wali Kota Solo itu juga sedang dalam kondisi terjepit.

Selain didera kasus ijazah palsu yang sampai saat ini masih bergulir di pengadilan, juga soal kebijakan Jokowi yang menjadi sorotan akibat adanya dugaan korupsi saat masih menjabat Presiden, seperti Whoosh, Ibu Kota Negara (IKN), hingga kasus dugaan pemalsuan ijazah anaknya sekaligus Wakil Presiden, Gibran.

"Membuat Pak Jokowi and family menjadi semacam common enemy yang menjadi bulan-bulanan publik kan," ungkapnya.

Apabila hubungan keduanya baik-baik saja, maka muncul anggapan bahwa Budi akan menjadi kuda troyanya Jokowi dengan menjadi kader Gerindra. Dia ditugaskan untuk mengulik sebanyak-banyaknya informasi soal Prabowo dan langkah politiknya.

Menurut Yusak, anggapan itu masuk akal dan dapat dimaknai secara sederhana bahwa Jokowi sedang menitipkan Budi kepada Gerindra. Langkah itu, kata Yusak, dilihat sebagai upaya Jokowi ingin Gibran tetap menjadi pasangan Prabowo pada Pemilu mendatang.

Apalagi, beberapa waktu sebelumnya Jokowi sempat meminta kepada semua simpul relawannya untuk mendukung pasangan Prabowo-Gibran pada Pemilu yang akan datang. "Maka konsekuensi logisnya seluruh organ pendukungnya Pak Jokowi kemarin, ya pada akhirnya akan cenderung rame-rame merapat ke Pak Prabowo," terangnya.

"Jadi ada kecenderungan Pak Jokowi akan membuat Pak Prabowo tidak punya pilihan lain kecuali menggandeng Gibran sebagai calon wakil presiden di 2029," imbuhnya.

Sementara menurut Lili, merapatnya Budi ke Gerindra tidak dalam rangka menjadi kuda troya Jokowi, melainkan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri dalam mencari suaka politik.

Bagi Lili, pilihan untuk masuk ke Gerindra, bukan ke PSI yang juga identik dengan Jokowi, menjadi tanda bahwa Budi maupun Projo ingin mencari patron politik baru dan melupakan patron lamanya, Jokowi. "Dengan bergabung ke Gerindra, bukan ke PSI, bisa dikatakan pak Budi Arie ingin mencari patron baru, meninggalkan patron lama," ucapnya.

Petaka Budi Arie

Tekad bulat Budi untuk bergabung ke Gerindra justru menemui jalan buntu. Kader Gerindra dari berbagai daerah menolak mentah-mentah keinginannya. Penolakan itu seakan menjadi petaka baru bagi Budi. Salah satu penolakan muncul dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerindra Kota Blitar.

Sekretaris DPC Gerindra Kota Blitar, Tan Ngi Hing menyebut Budi hanya ingin mencari panggung di Gerindra demi kepentingan pribadi. “Saya lihat itu kepentingan sesaat, ketika pak Prabowo menang menjadi presiden dia (Budi) ingin mencari panggung politik,” katanya.

Penolakan itu juga dilakukan lantaran melihat rekam jejak Budi, termasuk dugaan keterlibatannya dalam kasus judol. Dia mengaku khawatir citra partainya menjadi rusak apabila Budi diterima sebagai kader.

Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (OKK) DPP Partai Gerindra, Prasetyo Hadi menyebut penolakan dari sejumlah DPC akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan di tingkat pusat. Bahkan penolakan itu disebut sudah terdengar ke telinga Ketua Umum Gerindra, Prabowo.

“Kita mendengarkan lah. Kita mendengarkan suara dari teman-teman DPC,” kata Prasetyo, Kamis (13/11).

Prasetyo menegaskan bahwa pihaknya sampai saat ini belum mengambil keputusan soal apakah akan menerima atau menolak Budi untuk menjadi kadernya.

Respons santai juga disampaikan Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. Dia menyebut penolakan dari DPC itu suatu yang wajar terjadi dalam dunia politik.

“Ya, namanya dinamika di politik. Itu soal tidak menerima atau ada yang menerima itu kan biasa. Nah, sehingga menurut saya tidak perlu dibesar-besarkan karena hal itu biasa terjadi di dunia politik,” ujarnya.

Bagi Yusak, Gerindra tengah berhitung secara cermat termasuk mengaktifkan insting politiknya dalam merespons keinginan Budi. Bila salah melangkah, lanjutnya, Gerindra akan menanggung beban moral yang cukup besar.

Yusak memandang, akan ada persepsi negatif dari publik terhadap partai berlambang kepala garuda itu apabila tetap mengakomodasi Budi, karena dianggap sebagai partai yang melindungi orang punya masalah secara hukum. "Jadi menurut saya, terlalu berisiko kalau kemudian Gerindra terburu-buru menampung Budi Arie menjadi kader Gerindra," ucapnya.

Di sisi lain, Budi mengaku belum menyetorkan surat permohonan menjadi anggota Gerindra, meski sudah menyatakan secara terbuka untuk segera bergabung. Namun, komunikasi sudah dilakukan dan menyerahkan sepenuhnya ke pihak partai. Menurut Yusak, langkah Budi itu akibat respons diplomatis petinggi Gerindra, bahkan terkesan digantung.

Langkah itu diambil Gerindra untuk menjaga keseimbangan politik antara Prabowo dengan Jokowi. Karena bagaimanapun Budi merupakan orang dekatnya. "Tidak ingin memunculkan friksi atau konflik baru antara Pak Jokowi dengan Pak Prabowo," ungkapnya.

Namun menurut Lili, Budi akan memberikan dampak buruk bagi Gerindra apabila diterima sebagai kader lantaran tercatat sebagai orang yang punya masalah secara hukum, tapi di sisi lain menguntungkan Budi. "Karena diterima di dalam partai yang sedang naik daun," tandasnya. (M Hafid)

Artikel Pilihan ThePhrase

- Advertisement -
 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic

Link slot terpercaya situs slot gacor hari ini Situs Link SLot Gacor slot gacor Situs Link SLot Gacor Situs Link SLot Gacor Situs Link SLot Gacor Situs Link SLot Gacor