trending

Pengolahan Limbah Medis, Masalah Baru di Tengah Pandemi Covid-19

Penulis Ashila Syifaa
Feb 15, 2022
Pengolahan Limbah Medis, Masalah Baru di Tengah Pandemi Covid-19
ThePhrase.id -  Pandemi Covid-19 yang sudah berjalan selama dua tahun menimbulkan permasalahan baru salah satunya limbah medis.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) menumpuknya limbah medis membutuhkan sistem manajemen limbah yang lebih baik lagi.

Dalam Analisis global WHO tentang limbah medis dalam konteks Covid-19, terdapat 87.000 ton Alat Pelindung Diri (APD) yang diproduksi pada Maret 2020 hingga November 2021. Alat tersebut yang kemudian dikirimkan ke negara-negara yang membutuhkan alat bantuan Covid-19 yang kemudian akan berujung menjadi limbah medis.

“Menyediakan standar APD yang benar merupakan hal yang penting untuk para nakes. Tetapi juga penting untuk memastikan bahwa itu dapat digunakan dengan aman tanpa berdampak pada lingkungan sekitar,” jelas Direktur Eksekutif, Program Darurat Kesehatan WHO, Michael Ryan.

Limbah sampah medis yang sedang diangkut. (Foto: indonesia.go.id)


Menurut WHO limbah medis yang dihasilkan oleh dari 1,4 juta alat tes Covid-19 dapat menambahkan limbah medis sebanyak 2.600 ton limbah non-infeksius yang sebagaian besar berbahan plastik. Tak hanya itu terdapat juga limbah bahan kimia yang mencapai 731.000 liter.

WHO juga menambahkan bahwa limbah yang dihasilkan oleh vaksin dapat mencapai 144.000 ton limbah tambahan yang berupa spuit suntuk, jarum suntik serta kotak pengaman.

Di Indonesia sendiri, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) dalam periode Maret 2020 hingga Februari 2021, jumlah limbah medis yang dihasilkan oleh fasilitas dan pelayanan kesehatan mencapai 6.418 ton. Angka tersebut belum termasuk limbah medis yang dihasilkan dari proses vaksinasi yang dimulai Januari 2021.

Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta mencatat sepanjang 2021, telah mengangkat 2,1 ton sampah medis rumah tangga yang didominasi oleh masker terutama yang berasal dari warga yang sedang menjalankan isolasi mandiri (isoman).

Menurut Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Dinas LH DKI Jakarta, peningkatan limbah medis rumah tangga juga mengikuti tren kenaikan kasus positif Covid-19 yang tengah terjadi.

Limbah masker. (Foto: waste4change)


Dengan permasalah limbah medis yang terus meningkat, Rosa mengimbau masyarakat untuk mempermudah petugas yang menangani sampah medis dengan memilah dan mengemas sampah medis dengan benar.

Indonesia sudah memiliki peraturan mengenai limbah B3 atau limbah infeksius dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun dengan peningkatan limbah medis infeksius Covid-19, Indonesia masih mengalami kesulitan dalam mengelolanya.

WHO merekomendasikan untuk menyediakan APD yang ramah lingkungan dan aman untuk dipakai kembali atau dengan bahan-bahan yang dapat didaur ulang dan dapat terurai. Selain itu, di sarankan untuk berinvestasi dalam alat-alat pengolahan limbah yang tidak dibakar seperti autoclaves untuk menetralisasi alat-alat laboratorium.

Di Indonesia dari 2.880 RS yang memiliki fasilitas pengolahan limbah berizin atau insenerator hanya ada 120 RS dan hanya 5 RS yang memiliki alat autocalves. Perusahaan jasa pengangkutan yang berizin yang hanya terdapat 162 perusahaan dan tidak bisa menjangkau semua pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia terutama di Indonesia Timur, daerah terpencil serta kepulauan. [Syifaa]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic