trending

Penjelasan Isra Mi’raj dari Pandangan Sains

Penulis Haifa C
Feb 28, 2022
Penjelasan Isra Mi’raj dari Pandangan Sains
ThePhrase.id – Hari ini, tepatnya tanggal 28 Februari 2022 atau 27 Rajab 1443 H umat Islam tengah memperingati Isra Mi’raj, yaitu peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, lalu menaiki Buraq menuju ke langit ke-7. Di Sidratulmuntaha, Nabi Muhammad SAW menerima perintah salat dari Allah SWT.

Lantas, bagaimana pandangan sains terhadap peristiwa luar biasa tersebut?

Menurut Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Pusat Riset Antariksa, Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA), BRIN Thomas Djamaluddin, Sidratulmuntaha merupakan suatu tempat yang berada di luar batas jangkauan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga kemungkinan besar Nabi Muhammad SAW pada saat itu bukan melakukan perjalanan antariksa antar planet, galaksi, dan sebagainya, namun melainkan perjalanan keluar dimensi ruang dan waktu.

"Sidratulmuntaha ini lambang batas yang tidak seorang manusia atau makhluk lain bisa mengetahui lebih jauh," kata Thomas dalam siaran di kanal Alhidayah Badan Geologi, Minggu (27/2/2022).

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Pusat Riset Antariksa, Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA), BRIN Thomas Djamaluddin (Foto: Liputan 6)


Lebih lanjut lagi, Thomas yang juga merupakan mantan kepala LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) ini mengatakan bahwa manusia memang tak hanya serta merta hidup di sebuah planet saja, namun semua makhluk hidup sebenarnya juga hidup di antara dimensi ruang dan waktu yang terbatas.

“Kalau kita lihat dan kita pikirkan memang luar biasa, perjalanan satu malam tidak menggunakan wahana yang canggih seperti saat ini dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha di Palestina. Ini yang disebut sebagai Isra', perjalanan pada malam hari. Dan dengan buraq itu (Rasulullah SAW) keluar dimensi waktu ruang. Pertemuan di langit itu menggambarkan Rasul tidak lagi terikat pada waktu. Kita tidak perlu lagi bertanya, dan tidak relevan lagi bertanya di mana itu (pertemuan di langit yang 7). Sudah keluar dari dimensi ruang waktu," terang Thomas.

Thomas mencontohkan bahwa perjalanan antar dua dimensi memiliki rute seperti huruf “U”, yakni dapat ditempuh dengan meloncat dari ujung huruf U yang satu, ke ujung huruf U yang ada di seberangnya.

"Malaikat Jibril, jin, itu juga termasuk makhluk di luar dimensi ruang waktu. Karena itu mudah saja bagi malaikat mengajak nabi untuk melakukan perjalanan di luar ruang-waktu. Ini hal yang sama ketika iblis turun ke bumi dan bisa berada di mana pun dan tidak mati. Jadi tidak relevan juga bertanya di mana, karena di luar dimensi ruang-waktu, itu (jadi) meminta dimensi ruang-waktu, yang mana dia di luarnya." ujar Thomas.

Ilustrasi Isra Mi'raj dari Masjidil Aqsha


Sementara itu, Thomas juga mengatakan bahwa sebenarnya langit dan atmosfer di alam semesta tidak dipisahkan secara jelas oleh lapisan tertentu meskipun dapat dibedakan dari temperatur dan sebagainya, sebab alam semesta itu mempunyai luas yang tak terhingga.

Hal ini juga sesuai dengan Al Qur’an surat Luqman ayat ke 27 yang menganalogikan 7 langit sebagai sesuatu yang tak terhingga batasannya.

“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”

Kesesuaian analogi ini dengan sains juga dikonfirmasi oleh Thomas yang menyebutkan bahwa struktur besar alam semesta yang tidak hingga itu memang disebut 7 langit. [hc]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic