ThePhrase.id - Mabes Polri mengakui menggunakan gas air mata kedaluwarsa dalam tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022. Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menganggap sebagai suatu pelanggaran.
Sedikitnya 131 orang tewas dan 300-an lainnya luka-luka akibat insiden yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang sesudah laga Arema FC kontra Persebaya Surabaya.
Stadion Kanjuruhan. Foto Arema FC. (3)
Seratusan suporter Arema FC wafat akibat berdesakan, terinjak-injak, dan kehabisan oksigen diduga lantaran tembakan gas air mata dari aparat keamanan.
"Tentu itu adalah penyimpangan, tentu itu adalah pelanggaran," beber anggota TGIPF, Rhenald Kasali disadur dari Antara.
"Jadi, bukan senjata untuk mematikan, melainkan senjata untuk melumpuhkan supaya tidak menimbulkan agresivitas," ungkap Rhenald.
"Yang terjadi adalah justru mematikan. Jadi, ini harus diperbaiki," tegas Rhenald.
TGIPF adalah tim bentukan pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
TGIPF curiga pemakaian gas air mata kedaluwarsa yang menjadi penyebab sejumlah korban luka-luka matanya menjadi menghitam dan memerah.
"Ini sedang dibahas di dalam tim. Jadi, memang ada korban yang hari itu dia pulang tidak merasakan apa-apa, tetapi besoknya matanya mulai hitam," ujar Rhenald.
"Setelah itu, matanya menurut dokter perlu waktu sebulan untuk kembali normal. Itu pun kalau bisa normal," kata Rhenald.
Sebelumnya, Kadiv Humas Mabes Polri, Dedi Prasetyo mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan sejumlah gas air mata di Kanjuruhan yang sudah kedaluwarsa pada 2021.
"Ada beberapa yang ditemukan gas air mata pada 2021, saya masih belum tahu jumlahnya. Tetapi ada beberapa," ucap Dedi.