ThePhrase.id - Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kembali memanas di 2025 memberikan dampak besar terhadap perekonomian global. Meski tekanan ekonomi cukup terasa, situasi ini justru bisa menjadi peluang strategis bagi pengusaha lokal.
Peluang apa saja yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha lokal di tengah ketegangan perang dagang dari dua negara adidaya ini? Simak informasi dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia berikut ini.
Dengan pembatasan teknologi AS terhadap China, banyak perusahaan China memilih untuk memindahkan pabrik mereka keluar dari negaranya guna menghindari tarif tinggi AS.
Hal ini membuka peluang Indonesia sebagai lokasi alternatif relokasi, khususnya di sektor manufaktur, seperti elektronik, otomotif, dan tekstil. Jika didukung dengan reformasi birokrasi dan regulasi yang lebih ramah investasi, Indonesia berpotensi menjadi basis produksi baru untuk kawasan Asia Tenggara.
Konflik perdagangan ini mendorong Indonesia untuk tidak terlalu bergantung pada AS dan China sebagai pasar utama. Indonesia dapat membuka pasar baru di Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah dengan memperkuat diplomasi ekonomi (diversifikasi pasar ekspor). Strategi ini mencakup peningkatan ekspor ke negara-negara tersebut.
Ketegangan AS–China di bidang semikonduktor dan kecerdasan buatan (AI) membuka ruang bagi Indonesia untuk membangun kemitraan strategis non-blok di bidang litbang dan teknologi pertahanan guna peningkatan Daya Saing Teknologi Nasional.
Sektor manufaktur elektronik dan otomotif Indonesia berpotensi menggantikan produk China di pasar AS, mengingat ekspor produk elektronik Indonesia ke AS meningkat signifikan sebesar 23,5% pada 2021 (UN Comtrade, 2022). Hal ini menjadi upaya pengembangan industri substitusi impor bagi Indonesia.
Indonesia bisa memposisikan diri sebagai penghubung produksi kawasan jika mampu mempercepat reformasi logistik. Biaya logistik Indonesia saat ini masih 23% dari PDB, jauh lebih tinggi dibanding Vietnam (15%) dan Malaysia (13%).
Jika mampu mempercepat reformasi logistik, Indonesia dapat menjadi simpul penting dalam rantai pasok regional. Namun, biaya logistik yang saat ini masih tinggi menjadi tantangan yang harus diatasi.
Pemerintah menawarkan berbagai insentif, seperti pembebasan pajak hingga 20 tahun dan pengurangan pajak untuk litbang hingga 300%, guna menarik investasi dari perusahaan yang ingin menghindari tarif AS terhadap China.
Sejak 2019, Indonesia telah menerima relokasi investasi dari 58 perusahaan senilai USD 14,7 miliar, terutama di sektor semikonduktor dan panel surya. Perang dagang membuka peluang lebih besar untuk memperluas tren ini.
Berbagai peluang ini bisa dimanfaatkan para pengusaha lokal untuk mengambil peran strategis dalam memperkuat kemandirian ekonomi nasional dan menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi yang menjanjikan di tengah ketidakpastian global. [fa]