ThePhrase.id - Konflik bersenjata kembali pecah di perbatasan Thailand dan Kamboja. Ketegangan yang telah lama ada antara kedua negara memuncak setelah serangkaian bentrokan terjadi, termasuk serangan udara, tembakan artileri, dan ledakan ranjau darat.
Insiden baku tembak di wilayah sengketa Segitiga Zamrud pada Mei lalu, yang menewaskan seorang tentara Kamboja, disebut sebagai pemicu utama. Kedua negara saling menuduh sebagai pihak yang memulai konflik dan sama-sama mengklaim bertindak untuk membela diri.
Meski sempat ada seruan deeskalasi, provokasi terus berlanjut. Thailand memperketat perbatasan, membatasi mobilitas warga, hingga mengancam memutus pasokan listrik dan internet ke Kamboja. Sebagai balasan, Kamboja menghentikan impor buah dan sayur dari Thailand serta melarang tayangan hiburan Thailand.
Situasi semakin memburuk akibat dua ledakan ranjau darat yang terjadi dalam dua pekan terakhir. Ledakan pertama, menyebabkan seorang tentara Thailand kehilangan kaki. Ledakan kedua melukai lima tentara lainnya, satu di antaranya juga mengalami amputasi.
Thailand dan Kamboja memang memiliki sejarah hubungan yang rumit. Keduanya berbagi garis perbatasan sepanjang 817 kilometer, yang sebagian besar ditentukan oleh kolonial Prancis saat menjajah Kamboja.
Perselisihan muncul karena Thailand tidak sepenuhnya mengakui batas wilayah yang ditetapkan Mahkamah Internasional (ICJ), termasuk kompleks Candi Preah Vihear yang pernah menjadi sumber konflik mematikan pada 2011.
Thailand berpendapat sejumlah wilayah belum pernah disepakati secara resmi, sementara Kamboja berpegang pada keputusan ICJ sebagai dasar klaim sah mereka.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyatakan keprihatinannya atas konflik yang kembali mencuat di perbatasan Thailand dan Kamboja. Dalam pernyataan resmi di akun X (Twitter) pada Jumat (25/7/2025), Kemlu menegaskan keyakinannya bahwa kedua negara dapat menyelesaikan perbedaan secara damai.
"Indonesia mengikuti secara seksama perkembangan di perbatasan Thailand dan Kamboja. Kami yakin sebagai negara yang bertetangga, kedua negara akan kembali ke cara-cara damai untuk menyelesaikan perbedaan mereka," tulis Kemlu.
Kemlu menekankan pentingnya prinsip-prinsip dalam Piagam ASEAN dan Traktat Persahabatan dan Kerja Sama sebagai dasar penyelesaian konflik di kawasan. Pemerintah Indonesia juga menyatakan terus memantau keselamatan warga negara Indonesia (WNI) yang berada di wilayah terdampak di kedua negara. [nadira]