ThePhrase.id - Setelah sempat mengumumkan pasangan “Aman”, Anies-Shohibul Iman sebagai Bakal Calon Gubernur dan wakil Gubernur Pilkada DKI Jakarta 2024, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akhirnya balik kanan meninggalkan Anies Baswedan. PKS beralasan meninggalkan Anies Baswedan karena Anies tidak bisa mendapatkan partai koalisi sesuai tenggat waktu yang ditentukan.
Partai Koalisi itu diperlukan untuk melengkapi 22 kursi sebagai syarat untuk mengusung paslon gubernur dan wakil gubernur Pilkada DKI Jakarta 2024. Sementara, PKS sebagai pemenang Pemilu legisltaif DKI Jakarta 2024 hanya meraih 18 kursi. Perlu tambahan 4 kursi lagi untuk memenuhi ketentuan itu.
Juru bicara PKS, Muhamad Khalid mengatakan keputusan PKS meninggalkan Anies karena Anies tidak bisa memenuhi tenggat 40 hari untuk mendapatkan partai koalisi. “Sejak masa tenggat habis 4 Agustus, sampai detik ini pun belum ada SK rekomendasi dari partai lain untuk Mas Anies. Jadi PKS memilih untuk menyiapkan rencana opsi kedua,” kata juru bicara PKS Muhmmad Khalid, Senin,12 Agustus 2024.
Namun pernyatan Kholid tentang tenggat waktu itu, dibantah Amies. Anies mengaku kaget dengan hal itu karena dia menerima rekomendasi PKS itu tidak mencantumkan persyaratan soal tenggat waktu dan syarat SK dari partai lain.
"Sama sekali tak ada 40 hari dan lain-lain. Saya kaget aja jubir-jubir PKS di media mengatakan 40 hari deadline 4 Agustus sebagai deadline cari partai lain. Mengapa kaget? Karena memang tak pernah dibahas ya. Dan setahu saya tak pernah ada deadline soal SK dari partai lain," kata Anies dalam rekaman suara yang beredar luas di media sosial. Rekaman suara yang dibenarkan oleh juru bicara Anies, Angga Putra Firdian, Minggu (11/8).
Sejak semula, PKS memang tidak tulus mengusung Anies Baswedan maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024-2029, karena PKS ingin memajukan kadernya sendiri. Presiden PKS, Ahmad Syaikhu, sebelumnya, meminta Anies mendukung kader PKS maju sebagai calon gubernur di Pilkada Jakarta 2024.
“Kalau kemarin kami sudah berusaha mengusung Pak Anies dan bekerja sekuat tenaga untuk memenangkan Pak Anies menjadi capres, saya kira di pilkada ini saatnya Pak Anies mendukung kader PKS untuk maju DKI," ujar Syaikhu di kantor DPP PKS, Selasa, 23 April 2024.
Ahmad Syaikhu menganggap, ketokohan Anies di pentas politik nasional tak lepas dari kerja keras partainya sehingga Anies harus membalas budi dengan mendukung kader PKS di Pilkada Jakarta. Namun ternyata tidak ada kader PKS yang memiliki elektabilitas tinggi yang layak dijual ke publik Jakarta. Sehingga dengan terpaksa, PKS pun kembali mengusung Anies dan menyandingkannya dengan Shohibul Iman, Wakil Ketua Majelis Syuro yang juga Mantan Presiden PKS.
Dalam perjalanannya, tidak ada partai lain yang mau berkoalisi mendukung pasangan itu, karena mereka tidak setuju dengan penempatan kader PKS sebagai bakal calon gubernur yang mendampingi Anies Baswedan. PKS kemudian menarik dukungannya kepada Anies Baswedan dengan alasan Anies tidak bisa memenuhi tenggat waktu yang disyaratkan PKS.
Dari kasus ini, ada dua hal yang menjadi catatan terhadap Partai Keadilan Sejatera yang menganggap telah berperan banyak mengorbitkan Anies menjadi tokoh nasional.
Pertama, PKS tampaknya over confidence dengan perolehan suaranya pada pemilu legisltaif 2024 lalu. Secara nasional PKS meraih 12,78 juta suara atau 8,42 persen, naik dibanding Pemilu 2019 lalu dengan 11,49 juta suara atau 8,21 persen, Kenaikan secara siginifikan terjadi di Jakarta di mana PKS mampu menjadi pemenang dengan perolehan suara 1 .012.028 suara atau 16,68%. Perolehan ini membuat PKS merasa sudah saatnya, partai mengusung kader sendiri di posisi strategis seperti gubernur Jakarta. Selama ini, PKS belum pernah berhasil menempatkan kadernya menjadi wakil gubernur Jakarta.
Melihat respon yang rendah dari partai-partai terhadap Anies Baswedan, PKS pun memilih ajakan untuk bergabung pada Koalisi Indonesia Maju (KIM) karena menganggap peluang untuk masuk ke pemerintahan lebih besar. PKS pun meninggalkan Anies di Pilkada Jakarta, karena menilai Anies sudah terkurung dalam skema KIM agar tak maju dalam Pilkada Jakarta 2024. Apalagi, selama ini PKS selalu mengambil jalan sebagai oposisi dan tidak bergabung dengan pemerintah yang berkuasa. Maka sekarang saatnya, untuk menjadi bagian dari pemerintahan dengan menerima tawaran bergabung ke Koalisi Indonesia Maju, yang diinisiasi Jokowi.
Kedua, PKS sepertinya telah melupakan kisah tentang keluarnya sejumlah anggota dan kader utamanya menjelang Pemilu 2024. Nama-nama kader PKS seperti Anies Matta, Fachri Hamzah dan Mahfuz Sidik memilih berpisah dan memilih jalan sendiri dengan membentuk Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora Indonesiaa). Partai Gelora percaya diri ikut Pemilu 2024 dan yakin dapat menarik pemilih PKS karena sebagian besar pengurus dan anggotanya adalah mantan anggota PKS.
“Gelora Indonesia ini PKS yang lebih mengindonesia. Itu saja," kata Mahfudz dalam rilisnya di Jakarta, 23 Februari 202 lalu.
Namun faktanya, keberadaan Partai Geloran tidak menggerus perolehan suara PKS di Pemilu 2024. Justru suara PKS mengalami peningkatan yang cukup siginifikan. Perolehan suara PKS ini karena adanya phenomena efek "coattail" atau fenomena peningkatan suara yang kuat melalui keterlibatan tokoh penting. Dalam konteks ini, PKS mendapatkan coattail effect dengan bergabung dalam Koalisi Perubahan, yang mengusung pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Survei-survei menjelang Pemilu lalu menunjukkan bahwa PKS memperoleh efek lebih signifikan dibandingkan partai lain dalam koalisi yang sama. Seperti survei CSIS yang diadakan Desember tahun 2023 lalu.
Posisi PKS sebagai partai yang mengusung tema oposisi pada masa kampanye pemilu 2024 dikombinasikan dengan sosok Anies Baswedan yang diidentikkan sebagai antitesa Jokowi. Dalam banyak kesempatan PKS pun kerap menyertakan Anies dalam banyak kampanyenya yang membuat publik menganggap Anies sebagai bagian dari Partai Keadilan Sejahtera. Maka tak heran jika PKS lah yang banyak mendapatkan keuntungan dari efek “coattail” atau ekor jas Anies pada pemilu legislatif Februari 2024 lalu dibandingkan partai lain di koalisi perubahan.
PKS sebagai partai menengah dengan ceruk kecil pemilih ummat Islam mampu meraih suara signifikan karena sosok Anies Baswedan yang dapat menarik massa mengambang atau floating mass yang belum punya pilihan.
Namun kini, PKS telah memotong ekor jas Anies itu setelah membatalkan dukungan kepada Anies sebagai calon gubernur di Pilkada Jakarta 2024. PKS meninggalkan Anies dengan menerima tawaran Koalisi Indonesia Maju (KIM) dengan iming-iming menjadi bagian di pemerintahan mendatang. (Aswan AS)