features

Prabowo Beri Panggung untuk Pendukung Jokowi?

Penulis Aswandi AS
Nov 18, 2025
Pertemuan Presiden RI, Prabowo Subianto (kiri) dengan Presiden Ke-7 RI, Joko Widodo di Kertanegara, Jakarta, pada Jumat (6/12/24). (Foto: Instagram/prabowo)
Pertemuan Presiden RI, Prabowo Subianto (kiri) dengan Presiden Ke-7 RI, Joko Widodo di Kertanegara, Jakarta, pada Jumat (6/12/24). (Foto: Instagram/prabowo)

ThePhrase.id - Pernyataan Presiden Prabowo Subianto untuk bertanggung jawab terhadap kasus proyek kereta cepat,  membuat banyak pihak yang kecewa dan menyebut sikap Prabowo itu sebagai blunder. Kekecewaan itu disusul dengan penetapan Roy Suryo Cs sebagai tersangka atas aduan laporan Mantan Presiden Joko Widodo dalam kasus  ijazah palsu Jokowi. Kekecewaan itu pun bertambah setelah pemerintah mengumumkan Komisi Percepatan Reformasi polri/ yang memasukkan nama-nama pendukung Jokowi yang dinilai sebagai penyebab masalah insitusi polri selama ini.  

Apakah sikap atau keputusan pemerintah ini sebagai bagian dari upaya untuk melindungi Jokowi dan para pendukungnya? Atau ini panggung yang dikondisikan agar publik bisa menyaksikan dengan jelas kesalahan dan dosa  pihak-pihak yang telah merusak negeri ini.

Mayoritas publik menilai, sikap Prabowo mengambil alih kasus proyek kereta cepat Jakarta-Bandung itu sebagai upaya untuk melindungi Jokowi.  Sebuah sikap  yang dinilai ironi dengan tekad Prabowo memberantas korupsi. Sebab proyek Whoosh atau kereta cepat ini adalah proyek bermasalah  dengan beban utang sebesar Rp116 triliun.

Mantan Sekretaris Kementerian  BUMN, Said Didu menilai sikap Prabowo itu sangat berbahaya  dan bisa menurunkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

“Kesimpulan yang bisa ditafsirkan oleh masyarakat bahwa Pak Prabowo melindungi pihak-pihak yang diduga melakukan markup dan korupsi proyek kereta cepat, itu sangat berbahaya,” kata   Said Didu, di Kantor Gerakan Bhinneka Nasionalis (GBN) pada Rabu, 5 November 2025.

Said Didu menilai pernyataan Presiden Prabowo bahwa proyek Whoosh tidak ada masalah merupakan pernyataan yang terlalu beresiko,  karena berpotensi menurunkan kepercayaan rakyat pada pemerintah terkait visi pemberantasan korupsi. Rakyat kata Said, bisa menganggap  Prabowo pasang badan untuk Jokowi dan  Prabowo akan menghadapi tekanan karena rakyat menginginkan negara ini bersih dari korupsi.

Hal yang sama juga diungkapkan Eks Kabareskrim Polri, Susno Duadji,  yang meminta Presiden Prabowo untuk tidak asal bicara soal proyek era  Jokowi itu. Susno menegaskan proyek Whoosh harusnya dibahas secara komprehensif, termasuk dampak dan keuangannya, sehingga tak bisa langsung mengaku akan bertanggungawab.

“Presiden Prabowo jangan asal omong masalah Whoosh dia yang tanggung jawab,” kata Susno diunggahan X, Kamis (6/11/2025). “Harus pikirkan dampak hukum dan dampak keuangannya,” lanjut Susno.

Roy Suryo Cs jadi Tersangka

Prabowo Beri Panggung untuk Pendukung Jokowi
Roy Suryo (tengah) dan Rismon Sianipar (kiri) penuhi panggilan Polda Metro Jaya, Jakarta pada Kamis (13/11/25). (Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Pernyataan Prabowo tentang Whoosh itu seperti menjadi angin segar bagi Polda Metro Jaya  untuk menidaklanjuti laporan Jokowi terhadap para penuding ijazah palsunya.  Berselang 3 hari setelah Prabowo mengumumkan mengambil alih  proyek Whoosh, Polda Metro menetapkan Roy Suryo Cs sebagai tersangka dalam kasus ijazah palsu Jokowi.  Pernyataan presiden itu seperti menjadi momentum untuk menaikkan status Roy Suryo Cs yang selama ini gigih  menggugat kebabsahan ijazah Jokowi.

"Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan orang tersangka dalam perkara pencemaran nama baik fitnah dan manipulasi data yang dilaporkan oleh Bapak  Jokowi," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat (7/11).

Asep juga menegaskan bahwa ijazah Jokowi asli dan sah berdasarkan penyidikan serta bukti yang dikumpulkan penyidik. Penyidik kata Asep telah menyita 923 item barang bukti, termasuk dokumen asli dari UGM tentang ijazah Ir. H. Joko Widodo adalah asli dan sah. Polisi juga menyita dokumen ijazah yang diunggah oleh para tersangka ke media sosial yang disebut Asep telah dimanipulasi agar tampak seperti dokumen asli.

Gerak cepat Polda Metro Jaya ini langsung memicu reaksi para pengamat dan ahli hukum. Guru Besar sekaligus ahli komunikasi, Profesor Henry Subiakto, mempertanyakan dasar penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta tuntutan pembuktian yang seharusnya dipenuhi oleh penegak hukum. Menurut Prof. Henry, penetapan tersangka atas dasar tuduhan mengedit ijazah Jokowi seharusnya didahului oleh pembuktian forensik yang kuat.

“Kalau tersangka Roy Suryo dkk dinyatakan oleh Polisi mengedit ijazah Jokowi maka, penegak hukum tersebut harus membuktikan bahwa ada informasi elektronik milik Jokowi yang asli, lalu dibandingkan dengan informasi elektronik yang sama yang sudah diubah atau diedit,” tegasnya dikutip dari laman X pribadinya, Senin (10/11/2025).

Sementara, Mantan Menteri  Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mempertanyakan pernyataan polisi yang memastikan ijazah Jokowi asli, Menurut Mahfud,  hanya hakim pengadilan yang berwenang menentukan apakah ijazah Jokowi ini benar palsu atau asli.

"Kalau nanti di pengadilan, lalu tiba-tiba dinyatakan Roy Suryo bersalah padahal masalah utamanya dia menuduh palsu, harus dibuktikan dulu dan yang membuktikan ijazah itu palsu atau tidak bukan polisi, harus hakim," ujar Mahfud, diakun YouTube @MahfudMD Selasa (11/11/2025).

Tim Reformasi Polri

Prabowo Beri Panggung untuk Pendukung Jokowi
Konferensi pers Komisi Percepatan Reformasi Polri di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (10/11/25). (Foto: ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/bar/am)

Bersamaan dengan itu, Presiden Prabowo melantik Komisi Percepatan Reformasi Polri di Istana Merdeka, Jum’at 7 November 2025. Sejumlah pihak pun menanggapi pesimis dengan komisi yang diketuai, Ahli Hukum Tata Negara, Jimly Ashshiddiqy. Dari 10 orang anggota komisi, terdapat nama-nama yang dinilai  sebagai sosok yang berkontribusi terhadap masalah di tubuh Polri selama ini.

“Kita semakin ragu dan tidak percaya ya terhadap tim ini,” ujar Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur kepada Hukumonline, Sabtu (8/11/2025).

Isnur menegaskan  keraguannya muncul setelah melihat tokoh-tokoh yang menjadi anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri.  Dia menilai, tokoh-tokoh tersebut tidak memiliki kapasitas mengkaji masalah di kepolisian dengan baik. Terlebih dengan adanya sejumlah mantan Kapolri.

Dari 10 anggota komisi itu ada mantan Kapolri dan Wakapolri, termasuk Kapolri sekarang Listyo Sigit Prabowo dan  Kapolri sebelumnya Tito Karnavian.

"Saya jadi bertanya, ini kan orang-orang ini kan yang pernah memimpin kepolisian dan justru tidak melakukan banyak perubahan. Jadi ini menimbulkan ketidakpercayaan kita sebagai warga kepada komisi reformasi kepolisian ini," kata Isnur.

Menurunkan Kepercayaan Publik?

Apakah rangkaian peristiwa di atas akan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto?  Bisa jadi.  sebab  publik hanya menilai apa yang mereka lihat langsung pada sikap dan kebijakan pemerintah.  

Peristiwa-peristiwa itu  seolah berbanding terbalik dengan harapan publik untuk kehidupan yang lebih baik.   Prabowo yang semula dinilai sudah mulai keluar dari bayang-bayang Jokowi tiba-tiba pasang badan melindungi Jokowi dengan mengambil tanggung jawab proyek kereta cepat.  

Demikian juga, sikap polisi yang memihak pada Jokowi dengan mentersangkakan Roy Suryo Cs makin menguatkan jika pemerintahan saat ini masih melindungi Jokowi dan pendukungnya. Termasuk pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Polri yang memasukkan orang-orang Jokowi yang membuat publik meragukan keseriusan pemerintah untuk membangun polri yang bersih.  

Namun demikian, kebijakan yang memihak Jokowi dan pnedukungnya itu dapat juga dibaca sebagai upaya sengaja untuk menciptakan panggung  agar publik dapat dengan mudah  melihat kesalahan dan menyaksikan sepak terjang para pendukung Jokowi selama ini. Sehingga ketika pemerintah mengambil tindakan terhadap mereka yang melanggar publik mendukung dan dapat memahaminya. Jika tidak, ketika pemerintah mengambil tindakan publik bisa salah menentukan dukungan yang  dapat menyebabkan stabilitas politik terguncang. (Aswan AS)

Artikel Pilihan ThePhrase

- Advertisement -
 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic

Link slot terpercaya situs slot gacor hari ini Situs Link SLot Gacor slot gacor Situs Link SLot Gacor Situs Link SLot Gacor Situs Link SLot Gacor Situs Link SLot Gacor