ThePhrase.id – Permasalahan lingkungan di sekitar kita memang tidak ada habisnya, namun tak sedikit juga yang peduli akan permasalahan tersebut, salah satunya adalah Prigi Arisandi. Ia adalah seorang pegiat lingkungan dan pendiri Ecoton yang mengabdikan dirinya untuk melindungi ekosistem sungai dari pencemaran limbah.
Punya nama besar di kalangan pegiat lingkungan, siapakah Prigi Arisandi?
Prigi merupakan pria asal Gresik yang lahir pada 24 Januari 1976 dan besar di Surabaya. Di Kota Pahlawan inilah yang kelak menjadi pusat perjuangan Prigi dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Melalui Universitas Airlangga (UNAIR), Prigi menceritakan masa kecilnya yang penuh dengan kenangan bermain di sungai, menikmati keindahan alam. Sayangnya, keindahan alam ini perlahan-lahan mengalami degradasi akibat pencemaran industri.
Hal ini membawanya mendalami tentang lingkungan dengan menempuh pendidikan di Jurusan Biologi, Universitas Airlangga (UNAIR). Sejak masih kuliah, Prigi telah aktif mengadvokasi isu-isu lingkungan, khususnya pencemaran air.
Bersama rekan-rekannya di Fakultas Sains dan Teknologi UNAIR, ia membentuk kelompok studi yang fokus pada ekologi dan konservasi lahan basah. Salah satu peristiwa yang semakin menguatkan tekadnya adalah kematian massal ikan di Sungai Surabaya pada 1999 akibat limbah pabrik kertas.
Dampak nyata pencemaran terhadap ekosistem sungai yang ia saksikan ini membuat Prigi merasa harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan lingkungan.
Pada tahun 1996, Prigi mendirikan Ecological Observation and Wetland Conservations (ECOTON) sebagai wadah gerakan pelestarian sungai dan pesisir yang kemudian ia dirikan secara resmi di tahun 2000. Dengan berbekal ilmu biologi dan dukungan akademik, ECOTON berkembang menjadi organisasi yang mengusung pendekatan riset ilmiah dalam advokasi lingkungan.
Salah satu inovasi utama yang diusung ECOTON adalah Suaka Ikan, yang bertujuan melindungi spesies ikan asli sungai dari ancaman pencemaran dan eksploitasi berlebihan. Selain Suaka Ikan, ECOTON juga meneliti mengenai mikroplastik dalam feses manusia, penelitian ini menunjukkan bahwa mikroplastik ada baik di feses maupun darah manusia dan telah mengancam kesehatan manusia.
Agar makin dekat dengan masyarakat, ECOTON juga menggunakan pendekatan seni dengan proyek seperti terowongan botol plastik dan biotilik. Proyek ini kemudian menjadi media edukasi yang menarik perhatian publik terhadap bahaya limbah plastik di perairan.
Untuk meningkatkan kesadaran generasi muda, Prigi juga menggagas program Detektif Kali Surabaya, sebuah program edukasi bagi anak-anak untuk memahami pentingnya menjaga kebersihan sungai. Ia percaya bahwa masyarakat, khususnya perempuan dan anak-anak, memiliki peran penting dalam gerakan lingkungan.
Dedikasinya dalam menyelamatkan ekosistem sungai membawa Prigi meraih berbagai penghargaan bergengsi. Pada tahun 2011, ia menerima The Goldman Environmental Prize, yang sering disebut sebagai "Nobel Lingkungan" atas usahanya mengurangi polusi industri di Sungai Surabaya.
Pada tahun 2024, Prigi kembali menerima Environmental Humanitarian Award dari Humanity Awards sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam perlindungan lingkungan.
Tak hanya aktif di lapangan, Prigi juga terlibat film dokumenter bertajuk Pulau Plastik: Perjalanan dan Catatan untuk Masa Depan (2021) untuk mengangkat isu impor plastik di Indonesia.
Hingga kini, Prigi Arisandi terus bergerak bersama ECOTON untuk menyuarakan pelestarian lingkungan dan menjaga kelestarian sungai dan pesisir di Indonesia.
“Apa yang kita buang akan kembali ke meja makan kita,” pesan Prigi Arisandi menyuarakan topik impor sampah dalam film Pulau Plastik: Perjalanan dan Catatan untuk Masa Depan. [fa]