trending

RAPBN 2022 Dinilai Tidak Antisipasi Lonjakan Pandemi

Penulis Aswan AS
Aug 23, 2021
RAPBN 2022 Dinilai Tidak Antisipasi Lonjakan Pandemi
Presiden Joko Widodo pada penyampaian RUU APBN Tahunan ANggaran 2022 (16/8/21). (Foto: Youtube/Sekretariat Presiden)


ThePhrase.id - Penyebaran Covid 19 di Indonesia, sempat terjadi penurunan di semester 1 2021. Namun tiba-tiba ada lonjakan atau gelombang kedua pada pertengahan Juni 2021. Lonjakan ini membuat pemerintah harus mengalokasikan anggaran lagi untuk penanganannya, sehingga berdampak ke perekonomian. Ketika itu tidak ada yang bisa memprediksi dan dampaknya terjadi tekanan ke ekonomi, juga ke APBN karena pemerintah harus menambah lagi biaya untuk perlindungan sosial, kesehatan dan lain-lain.

“Harusnya RAPBN 2022, mengalokasikan anggaran untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan penyebaran Covid 19 agar tidak kesulitan mengatur anggaran seperti yang terjadi di 2021,” kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Muhammad Faisal, mengkritisi RAPBN 2022.

Faisal yang menjadi pembicara dalam Zoominari Jumat (20/8) juga menegaskan bahwa anggaran kesehatan yang tidak digenjot di 2022 akan mengancam ekonomi kembali anjlok di tahun depan.

Faisal menilai APBN 2021 sama dengan RAPBN 2022 sudah antisipatif namun belum pre-emptive, sehingga jika terjadi lonjakan seperti tahun 2021 akan membuat pemerintah harus mengalokasikan anggaran lagi untuk penanganannya yang akan berdampak ke perekonomian.

“Saya rasa tak ada yang bisa menjamin 2022 tak ada lonjakan (Covid-19). Kita semua tentu tidak ingin karena berdampak ke masyarakat, ke perekonomian. Tapi tidak lantas menutup kemungkinan di 2022 tidak akan terjadi lonjakan,” kata Faisal

Faisal mempertanyakan kenapa anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022 malah menurun khususnya untuk kesehatan dan perlindungan sosial. Ia menegaskan kalau anggaran diturunkan bakal menjadi permasalahan baru kalau terjadi lonjakan Covid-19 di tahun 2022. Secara keseluruhan sektor kesehatan dianggarkan Rp 255,3 triliun. Angka tersebut masih lebih rendah dibanding untuk infrastruktur yaitu Rp 384,8 triliun.

Target Kemiskinan Dianggap Tak Realistis

Hal lain yang disorot dalam RAPBN 2022 adalah target pemerintah tentang angka kemiskinan. Dalam RAPBN 2022 turun ke level 8,5% hingga 9%. Angka itu dinilai tidak realistis karena berada di bawah kondisi sebelum pandemi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan terendah tercatat pada periode September 2019 sebesar 9,22%. Angka ini masih lebih tinggi dari target pemerintah dalam RAPBN 2022. Bahkan sepanjang 1996 hingga 2017, tingkat kemiskinan tidak pernah berada di bawah 10% sekalipun trennya terus menunjukkan penurunan sejak 2006.

"Saya susah mencerna target penurunan kemiskinan ini karena ditargetkannya 8,5% sampai 9%. Bahkan sebelum pandemi pun kita tidak pernah serendah itu," kata Faisal.

Dengan target serendah itu pemerintah justru menurunkan anggaran perlindungan sosial (Perlinsos) pada program PEN. Bantuan sosial (bansos) pada program Perlinsos jadi salah satu pilihan darurat untuk menahan lonjakan angka kemiskinan.

"Dalam kondisi resesi seperti ini, mau tidak mau bansos adalah bagian dari tangga darurat untuk menciptakan penyelamatan, karena tidak mungkin menciptakan lapangan pekerjaan dalam kondisi di mana ekonomi sedang tertekan," ujarnya.

RAPBN 2022 mengalokasi anggaran PEN sebesar Rp 321,2 triliun, yang diambil dari belanja pemerintah pusat. Dua klaster yang masih menjadi prioritas yakni anggaran kesehatan Rp 148,1 triliun (pagu Rp. 186,64 triliun) dan perlinsos Rp 153,7 triliun (pagu Rp 214,95 triliun)

Sementara itu target penurunan pengangguran pemerintah tahun depan dinilai masih lebih realistis dengan tingkat pengangguran terendah (TPT) 5,5% hingga 6,3%. Angka ini tidak terlalu jauh dibandingkan posisi peningkatan tertinggi pada pandemi 2020.

Laporan pengangguran periode Februari 2021, TPT tercatat 6,26%, turun dari periode Agustus 2020 7,07%. Mengacu laporan itu menurut Faisal angka pengangguran masih berpeluang turun, dengan syarat kondisi mobilitas mulai melonggar beberapa bulan mendatang. Relaksasi PPKM akan menggerakkan kembali ekonomi dan mendorong penciptaan lapangan kerja baru. (Aswan AS)

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic