Thephrase.id - Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) angkat bicara mengenai regulasi terbaru terkait penambahan kuota pemain asing di Super League atau yang sebelumnya dikenal sebagai Liga 1.
PT Liga Indonesia Baru (LIB) telah menetapkan bahwa setiap klub peserta dapat memiliki hingga sebelas pemain asing mulai musim 2025-2026.
APPI menyatakan memahami bahwa kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kompetisi domestik. APPI pun mendukung jika kehadiran pemain asing mampu mentransfer ilmu dan pengalaman kepada para pemain lokal.
Akan tetapi, APPI menegaskan bahwa penambahan kuota pemain asing ini berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kesempatan bermain para talenta lokal.
Ini dinilai mengancam mengurangi jam terbang pemain Indonesia yang seharusnya menjadi fokus utama dalam pengembangan sepak bola nasional.
"Kami sangat menyayangkan bahwa regulasi yang akan secara langsung berimbas terhadap kehidupan para pemain diambil tanpa adanya komunikasi dan diskusi terlebih dahulu dengan para pemain," tegas APPI.
"Dari survey yang kami lakukan, mayoritas pemain Liga 1 merasa keberatan dengan adanya regulasi tersebut karena secara langsung akan sangat mengurangi menit bermain mereka, dikarenakan saat ini hanya ada 1 kompetisi profesional yang bergulir," tambahnya.
APPI memaparkan dampak konkret dari regulasi tersebut. Jika setiap klub memaksimalkan penggunaan sebelas pemain asing, maka setidaknya 198 pemain lokal di Super League berisiko kehilangan posisi mereka.
Imbasnya, para pemain lokal yang terdepak bisa saja harus turun ke Championship yang sebelumnya dikenal sebagai Liga 2.
APPI menjelaskan bahwa perpindahan pemain lokal ke kasta kedua kompetisi pun tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Kehadiran pemain Super League di Championship dapat membuat 198 pemain lainnya kehilangan tempat, sehingga memaksa mereka untuk beralih ke liga amatir atau bahkan meninggalkan dunia sepak bola profesional.
"Sebagai asosiasi yang menaungi pemain lokal dan juga asing, APPI tidak mempermasalahkan berapapun kuota pemain asing yang ada. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana dengan jam terbang talenta lokal di Indonesia," ungkap Presiden APPI, Andritany Ardhiyasa.
"Jika muara dari kompetisi yang lebih berkualitas adalah prestasi Timnas Indonesia, maka regulasi ini tentu sangat kontradiktif dengan pernyataan dari pelatih Timnas Indonesia, Patrick Kluivert, yang pernah menyatakan bahwa 'jika para pemain tidak punya menit bermain di klub, maka kamu tidak bisa dapat kesempatan'," sambungnya.
APPI juga menegaskan bahwa persaingan dalam sepak bola memang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pemain. Akan tetapi, persaingan tersebut harus dilakukan secara adil dan seimbang.
Menurut APPI, hanya bisa tercapai apabila seluruh aspek pendukung seperti fasilitas, infrastruktur, dan ekosistem industri sepak bola dibangun dengan baik dan berkelanjutan.
APPI menilai bahwa meniru regulasi atau kebijakan dari negara-negara dengan industri sepak bola yang sudah matang tanpa menyesuaikan dengan kondisi Indonesia saat ini dapat menimbulkan ketimpangan. Kondisi itu justru berisiko memperlebar kesenjangan antara pemain asing dan lokal.
APPI mengajak seluruh pemangku kepentingan sepak bola nasional, termasuk PT LIB, klub, dan federasi, untuk duduk bersama dan mengevaluasi kebijakan ini. Menurut APPI, komunikasi yang terbuka dan diskusi yang melibatkan para pemain merupakan kunci agar setiap keputusan yang diambil benar-benar sejalan dengan kebutuhan dan situasi sepak bola Indonesia.
"Kami sangat berharap regulasi ini dapat ditinjau kembali sesuai dengan situasi sepakbola nasional saat ini,” tutup APPI.