features

Rumitnya Pemakzulan Presiden dan Ongkos Politiknya Mahal

Penulis Aswan AS
Jun 21, 2023
Rumitnya Pemakzulan Presiden dan Ongkos Politiknya Mahal
ThaPhrase.id - Isu impeachment atau pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo sempat ramai dalam beberapa hari terakhir setelah beberapa tokoh nasional melempar wacana pemakzulan presiden yang dianggap sudah melanggar konstitusi.

Sidang Tahunan MPR RI 2022. (Foto: Istimewa)


Isu itu menguat setelah Denny Indrayana, membuat surat terbuka kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menggunakan hak angketnya menurunkan Presiden Jokowi. Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu membeberkan sederet perilaku Jokowi yang dianggap dapat merusak konstitusi negara, seperti Jokowi melakukan cawe-cawe politik untuk mendesain agar Pilpres 2024 hanya diikuti oleh dua kontestan. Kemudian, membiarkan Kepala Staf Presiden Moeldoko yang menganggu Partai Demokrat melalui gerakan pengambilaihan partai.

Deny juga memaparkan kasus Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa yang dicopot dan dijerat kasus hukum setelah Suharso empat kali bertemu Anies Baswedan. Intinya, gerakan-gerakan Jokowi itu menurut Denny Indrayana bertujuan untuk menjegal Anies Baswedan ikut Pilpres 2024.

"Itu sebabnya saya berkirim surat kepada Mega (Megawati Soekatnoputri) untuk mengingatkan petugas partainya di Istana, jangan gunakan tangan kuasa untuk cawe-cawe merusak konstitusi bernegara," tulis Denny Indrayana dalam tulisannya berjudul 'Awas, Krisis Konstitusi di Depan Mata!'.

Sementara Ketua Majelis Syuro Partai Ummat, Amien Rais meminta agar rakyat Indonesia tidak diam dengan adanya kezaliman yang terjadi di era Presiden Joko Widodo. Amien menyerukan agar seluruh masyarakat dapat kompak melawan Jokowi untuk menghentikan rezim yang menurutnya sudah ngawur. Cara yang diusulkan oleh Amien Rais cukup unik, yakni dengan tidak memilih calon presiden yang didukung oleh Jokowi pada kontestasi Pilpres 2024. Dengan cara itu, menurutnya maka kekuasaan Jokowi akan terputus.

"Pilar-pilar demokrasi diruntuhkan secara sistematis. DPR, DPD, dan MPR berhasil dikuasai sepenuhnya. Bahkan TNI dan Polri yang seharusnya netral dan berada di atas semua kelompok dan golongan, digunakan oleh Jokowi sebagai alat politik untuk mempertahankan kekuasaan yang otoriter,” kata Amien Rais dalam akun Youtube Refly Harun, Senin 12 Juni 2023.

Demonstrasi Mahasiswa di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Minggu (10/4/2022). (Foto: Bachtiar Rojab)


Ajakan people power

Selain dua wacana di atas, ada lagi satu gerakan untuk memakzulkan presiden yakni ajakan untuk melakukan people power. Gerakan ini menggunakan kekuatan rakyat dengan gerakan aksi demonstrasi massa untuk menurunkan presiden yang dianggap telah melanggar konstitusi negara atau penyimpangan yang berbahaya bagi negara.

Gerakan ini mulai menggema dari Solo yang melibatkan sejumlah tokoh dengan Mudrick M Sangidu, sebagai inisiatornya. Mudrick menggelar acara khusus bertema “Rakyat Bertanya, Kapan People Power?” yang diselenggarakan di Solo dengan mengundang sejumlah tokoh seperti Syahganda Nainggolan, Eggy Sujana dan lain-lain. Ajakan people power karena Jokowi dinilai telah melanggar konstitusi. Salah satunya menjadikan istana sebagai pusat timses untuk mensukseskan calon presiden tertentu.

“Pelanggaran lain adalah Perpu nomor 1 tahun 2020 yang diubah menjadi Undang-Undang no 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19. Anggaran untuk menanggulangi covid sebesar Rp521 triliun diubah menjadi Rp821 triliun, tetapi yang dipakai hanya Rp80 triliun,” kata M. Taufiq, salah satu pembicara diskusi itu.

Mudrick yang dikenal sebagai tokoh Mega Bintang ini menyerukan agar ajakan people power ini diadakan di kota-kota besar lain di Indonesia.

Presiden Joko Widodo mengepalkan tangan saat menyampaikan pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2022 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022). Dok. Antara


Proses Rumit dan Ongkos yang Mahal

Pemakzulan atau penuruan paksa seorang presiden yang diduga melanggar konstitusi biasa terjadi di beberapa negara . Tetapi dalam sistem presidensial seperti Indonesia prosesnya rumit.

Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi, Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid mengatakan impeachment terhadap Jokowi pada hakikatnya tidak mudah serta sangat rumit. Menurut dia, memakzulkan presiden atau wakil presiden sengaja dibuat berat dan rumit dengan melibatkan tiga lembaga negara, yaitu DPR, Mahkamah Konstitusi (MK) serta MPR. DPR memang memiliki hak angket untuk mengusulkan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan Pasal 7A UUD 1945 yang berbunyi:

‘Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

Namun kata Fahri, pemakzulan dalam pemerintahan sistem presidensial ditekankan agar seorang kepala negara hanya boleh diberhentikan dengan alasan hukum, dan tidak boleh dengan sangkaan secara politis.

"Sehingga secara akademik dapat dikatakann bahwa pemakzulan atau impeachment adalah extraordinary political event di dalam sistem presidensil," ujar Fahri.

Sementara jika penurunan paksa melalui people power, resiko politiknya akan sangat besar. Karena kemungkinan terjadinya chaos juga sangat besar dan tak ada yang menjamin people power akan berjalan damai. Walaupun people power damai pernah terjadi di beberapa negara seperti di Philipina tahun 1986, ketika oposisi dan rakyat Philiphina menolak hasil pemilu dan menurunkan paksa Ferdinand Marcos dari kursi presiden. Namun, jika melihat polarisasi yang ada saat ini, people power akan sangat beresiko dan ongkos politiknya akan jauh lebih mahal.

Karena itu, peralihan kekuasaan akan lebih aman, damai dan bernilai tinggi adalah peralihan kekuasaan melalui pemilu sesuai konstitusi. Dengan catatan semua pihak berkomitmen dan mendorong pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil. Terutama Presiden untuk mempersiapkan perhelatan itu berjalan sesuai aturan dan tidak melakukan langkah-langkah dan upaya yang bertentangan dengan aturan dan konstitusi agar tak ada alasan orang untuk menurunkannya secara paksa. (Aswan AS)

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic