features

Sang Kyai di Pagar Desa Kohod

Penulis Aswandi AS
Jan 30, 2025
Kyai Saadih Al-Batawi. (Foto: Istimewa)
Kyai Saadih Al-Batawi. (Foto: Istimewa)

ThePhrase.id - Kisah PSN PIK 2 telah membuat Desa Kohod, Kecamatan Paku Haji, Kabupaten Tangerang, dikenal luas. Popularitas Kohod ini bukan hanya karena wilayahnya masuk dalam kawasan pengembangan PIK 2, tetapi juga karena kisah tentang pagar bambu di laut desa yang diduga berkait dengan Sang Kepala Desa.  

Wilayah utara desa ke arah laut masuk dalam perencanaan kawasan pengembangan PIK 2.  Namun sebagian wilayah itu tidak tersentuh pembebasan lahan karena ada satu majelis milik seorang ulama Betawi  yang konsisten  memagari jemaah dan  pengikutnya dengan ajaran tentang keumatan dan kebangsaan.

Dulunya Kohod itu adalah desa miskin yang sebagian besar wilayahnya berupa rawa-rawa dan tanah berlumpur.  Kohod mulai dikenal sedikit-demi sedikit setelah seorang ulama Betawi, KH. Saadi AlBatawy  membangun majelisnya dengan membeli lahan di desa itu pada tahun 1995.  Lahan yang dibeli secara bertahap itu kini sudah seluas 24 hektar dengan landscape dan tata ruang yang tertata rapi. Di lahan itu berdiri sebuah mesjid megah dan beberapa bangunan penunjang kegiatan Sang Kyai membina jemaahnya.

Dibantu murid-muridnya Kyai Saadi juga mengolah sebagian lahannya menjadi lahan produktif  dengan menanam pohon buah-buahan , sayur-mayur,  tambak ikan  dan juga  rumput khusus untuk lapangan sepak bola yang disuplai ke sejumlah wilayah di tanah air.   Dari situlah asal sebagian pemasukan untuk membiayai kegiatan Assamawaat, majelis yang dipimpinnya.  

Majelis itu memiliki dua kegiatan utama, yakni pendidikan dan pengobatan.  Pendidikan dalam bentuk pengajian rutin dan pendidkan khusus seperti kholwat yang biasa diadakan 3 bulan menjelang bulan Ramadhan.  Adapun pengobatan diadakan 5 hari seminggu yang diberikan secara cuma-cuma  sebagai bagian dari layanan kepada masyarakat khususnya warga tak mampu.

Dalam ajarannya, Kyai Saadi tidak hanya menanamkan nilai-nilai  tauhid  dan keyakinan tetapi juga nilai-nilai kebangsaan  tentang perlunya menjaga ideologi negara dan hidup bersama dalam satu wadah Negara Kesatuan Republik  Indonesia.  Itulah sebabnya, dalam pengajian bulanan majelisnya selalu diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pembacaan teks Pancasila.

“ini kan penerapan ajaran yang dicontohkan Rasulullah ketika membangun Madinah dengan menyatukan semua kelompok dan kekuatan sosial yang ada di Yastsrib  ketika itu,” kata Kyai Saadi pada Minggu, 26 Januari 2025.  

Setiap Idul Fitri dan Idul Adha, Sang Kyai mengerahkan murid-muridnya untuk mengantarkan langsung zakat dan daging qurban kepada masyarakat tidak mampu di kampung dan desa sekitar manjelisnya,  bekerja sama dengan pengurus RT dan RW setempat.  Kegiatan ini sudah berlangsung puluhan tahun jauh sebelum mantan Ibu Negara, Iriana Joko Widodo datang ke Kohod  membagi-bagikan paket bantuan pada tahun 2017.  Sejak kunjungan Iriana itu, bantuan dari berbagai instansi banyak yang mengalir ke Kohod.

Bantuan-bantuan itu terus berdatangan hingga tahun 2021, dengan banyaknya plang dan papan nama di lahan-lahan kosong tentang kepemilikan tanah dan pengawasan lahan kosong oleh ormas tertentu.  Kabar tentang pembebasan lahan secara besar-besaran di Kohod pun mulai berhembus dengan wira-wiri aparat desa mendatangi warga pemilik lahan yang masuk dalam perencanaan pengembangan kawasan.  Tak terkecuali Kyai Saadi, juga didatangi untuk menanyakan tentang lahannya itu.

“Saya tidak membeli tanah ini untuk kepentingan pribadi, tapi untuk membangun umat,” kata Kyai Saadi menjawab setiap orang yang bertanya tentang lahannya itu.

Sang Kyai di Pagar Desa Kohod
Lahan pondok pesantren di Desa Kohod yang tidak tersentuh pembebasan. (Foto: Istimewa)

Tidak hanya aparat desa, utusan dari petinggi Agung Sedayu pun sudah pernah datang yang menyebut Bosnya siap bertemu. Namun Kyai Saadi tetap bergeming dengan pendiriannya dan tak pernah tertarik dengan tawaran-tawaran yang menggiurkan.  Termasuk tawaran bantuan dana  hibah dalam jumlah fantastis dari berbagai  kelompok dan instansi yang ingin menyumbang majelisnya itu.

“Bagaimana murid saya bisa dihargai jika saya gurunya menerima bantuan dari uang-uang yang tak jelas asal-asulnya,” ujar Kyai Saadi menyebut alasannya menolak bantuan-bantuan itu.

Kegigihan para negosiator untuk membebaskan tanah-tanah di Kohod karena posisi strategis Kohod dengan aliran sungai Cisadane yang bisa dilewati kapal ukuran besar.  Lahan dengan landscape seperti itu sangat ideal untuk kawasan hunian dengan fasilitas jetty  atau parkir speedboat  pribadi yang langsung terhubung ke laut lepas, seperti yang ada pada rumah-rumah mewah di PIK satu.  Dan inilah jalur aman untuk memasukkan atau mengeluarkan orang atau barang tertentu tanpa harus melewati pos pemeriksaan seperti di bandara atau pelabuhan.

Kyai Saadi  sendiri menyebut dirinya sebagai pelanjut estafet perjuangan ulama-ulama di masa lalu yang pernah berjuang mempertahankan tanah Banten dari para penjajah.  Dia bersikeras tetap berada di lahan miliknya itu karena sudah ditugaskan untuk membangun pertahanan dengan membina umat dan para jemaahnya agar memiliki karakter dan mental spiritual yang kuat.

“Pertahanan terkuat sebuah negara itu ada pada mental dan karakter warga negaranya.  Jika karakternya lemah, mereka mudah disuap, diiming-iming dengan kenikmatan dunia sesaat dan melupakan tujuan jangka panjang untuk kehidupan keluarga, masyarakat,  bangsa dan negaranya,” ujar Kiai Saadi.

Seperti  orang Betawi pada umumnya, Kyai Saadi  disebut sebagai ulama yang tegas dan berbicara apa adanya.  Memiliki puluhan ribu murid,  jemaah dan simpatisan Kyai Saadi dikenal sebagai ulama yang tak menerima upah dalam setiap aktifitas dakwahnya.

Menjawab kritikan tentang ulama yang tak mau turun  dalam kasus  perampasan tanah masyarakat dan kasus pagar laut di perairan Tangerang, Kyai Saadi mengatakan ulama seperti dirinya masih mempercayai dan memberi kesempatan negara untuk menyelesaikannya.  Sebab bila ulama dan santri sudah turun ke jalan maka hukum negara sudah tidak berlaku karena itu artinya kedaulatan negara sudah dalam bahaya dan terancam keselamatannya.

Sejak geger Desa Kohod dengan pagar lautnya, Kiyai Saadi memang kerap ditanya oleh warga yang dijumpainya tentang kapan dia dan para muridnya akan turun ke jalan seperti yang mereka lakukan pada  22 Mei 2019 lalu.  Ketika itu Kyai Saadi turun ke jalan bersama ribuan muridnya menenangkan massa yang akan bentrok dengan polisi di Slipi, Jakarta Barat  karena memprotes Pemilu curang yang dilakukan oleh rezim Jokowi.  Dari Slipi,  Kyai Saadi membawa massanya menunju  ke Bawaslu di Jalan Thamrin memperingatkan rezim Jokowi akan bahaya yang akan menimpanya karena kecurangannya itu.

Aksi turun ke jalan itu kemudian dinilai oleh sekelompok orang bahwa Sang Kyai sudah mulai turun berpolitik praktis.  Sebuah penilaian yang dijawab Kyai Saadi dengan satu  kalimat, “ kami bukan partai politik  tetapi  jika agama dan negara memanggil  kami memliki sikap politik.”

Mersepon pertanyaan salah seorang muridnya tentang apa yang akan  mereka lakukan saat ini, Kyai Saadi mengajak semua murid dan jemaahnya yang hadir  pada Minggu siang itu untuk mendoakan Presiden Prabowo diberikan kekuatan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi negara  saat ini. (Aswan AS)

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic