Kapal tradisional pinisi penjelajah samudera (Foto : sulsel.idntimes.com)
Nenek moyangku seorang pelaut
Gemar mengarung luas samudra
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa
Angin bertiup layar terkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda b'rani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai
Thephrase.id - Dua bait dalam lagu berjudul “Nenek Moyangku Seorang Pelaut” ciptaan Ibu Soed di atas, tidak sekadar diciptakan untuk dinyanyikan begitu saja. Tapi lagu tersebut menggambarkan bahwa bangsa Indonesia sejak zaman dahulu memang telah lama dikenal dunia sebagai negara maritim dengan pelaut-pelautnya yang tangguh dan pemberani.
Salah satu buktinya adalah kapal tradisional pinisi yang berhasil mengarungi samudra sejak zaman dahulu dan mendapatkan pengakuan dunia internasional, yakni sebagai Karya Agung Warisan Manusia yang Lisan dan Takbenda (Intangible Cultural of Humanity) oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada Desember 2017 silam.
Bukti otentik lainnya bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa pelaut, termaktub dalam berbagai literatur sejarah yang tersimpan di berbagai museum, baik di Belanda maupun di Indonesia.
Kapal kayu tradisional Pinisi asal Bulukumba, Sulawesi Selatan ini menurut sejarah sudah ada sejak abad 14, (walau masih menjadi perdebatan dikalangan sejarawan). Meskipun terbuat dari kayu, kapal pinisi merupakan kapal yang kokoh dengan teknik pembuatan yang terbilang rumit.
Proses pembuatan kapal pinisi di Tanah Beru, Bulukumba (Foto : wisatabulukumba.blogspot.com)
Proses pembuatan kapal pinisi pun menggunakan cara-cara tradisional dengan menggunakan tangan langsung dan tanpa mesin, sehingga membutuhkan waktu yang tak sebentar bahkan dapat memakan waktu hingga bertahun tahun lamanya. Uniknya juga, kapal pinisi dalam pembuatannya tidak memakai paku sebagai perekat, melainkan memakai sisa kayu-kayu dari pembuatan kapal.
Selain teknik pembuatannya yang terbilang modern di masa lalu, pembuatan kapal pinisi pun sarat akan nilai-nilai budaya dan tradisi. Di mana, pencarian dan pemotongan kayu yang akan digunakan untuk membuat kapal pinisi akan dilakukan dengan mempertimbangkan hari baik. Hari-hari baik yang dimaksud biasanya jatuh pada hari ke 5 dan ke 7 pada bulan berjalan. Angka 5 (naparilimai dalle’na) dalam Bahasa Bugis berarti rezeki sudah di tangan, sedangkan angka 7 (natujuangngi dalle’na) yang berarti selalu dapat rezeki. Kemudian kepala tukang yang biasa dipanggil “punggawa” memimpin pencarian kayu untuk pembuatan kapal.
Begitupun halnya pada saat kapal mulai dibuat dan siap diluncurkan ke laut, maka akan diadakan ritual khusus diawali dengan upacara adat Appasili, yakni ritual yang bertujuan untuk menolak bala. Ritual pelepasan biasanya juga disertai dengan penyembelihan hewan seperti sapi atau kambing.
Para pembuat kapal pinisi ini umumnya orang-orang yang berasal dari Kampung Ara, Tana Lemo dan Bira, yang lahir secara turun temurun mewarisi tradisi kelautan nenek moyang mereka.
Karakteristik kapal pinisi memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yang menyimbolkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia tangguh dan mampu mengarungi tujuh samudra di dunia. Selama berabad-abad, kapal pinisi telah berhasil mengarungi lautan dan samudra hingga ke berbagai belahan dunia, mulai dari Filipina, Kamboja, Vietnam, Jepang, Tiongkok, Australia, Srilanka, Madagaskar, hingga Kanada berhasil disambangi kapal yang dibangun oleh suku Konjo yang merupakankelompok sub etnis Bugis yang sebagian besar tinggal di Kabupaten Bulukumba, yang berjarak ± 192 km dari Makassar ibukota prov. Sulawesi Selatan,
Kapal Pinisi untuk Wisata
Salah satu fasilitas mewah diatas kapal wisata pinisi (Foto : wordpress.com)
Meski awal keberadaan dimaksudkan untuk tujuan bisnis dan dagang, namun kini kapal pinisi telah banyak pula difungsikan sebagai kapal wisata dan terbukti menarik minat wisatawan.
Bahkan kini kapal wisata pinisi telah didesain khusus dan mewah layaknya fasilitas sebuah hotel yang dilengkapi dengan kamar, restoran, ruang menonton dan karaoke serta fasilitas lainnya untuk memanjakan para tamu.
Salah seorang Direktur Marketing Sea Safari Cruise, Eva Tanudjaja mengungkapkan bahwa konsep wisata pinisi ini adalah perpaduan wisata alam dengan kemewahan.
"Mereka (tamu) bisa adventure (bertualang) di luar menikmati alam tapi ketika mereka balik ke kapal juga nyaman. Ini adalah hotel terapung yang enak," katanya.