ThePhrase.id - Sanggar Bumi Tarung merupakan sanggar seni yang telah mengukir sejarah panjang dalam seni rupa Indonesia akan menggelar pameran terakhir di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, bertajuk “Sampai Batas Tarung”.
Pameran ini digelar sejak tanggal 21 Juni 2024 hingga 12 Juli 2024 dimulai pukul 9.00 WIB sampai 19.00 WIB di Gedung D, Galeri Nasional Indonesia.
Pameran seni ini bukanlah pameran biasa sebab “Sampai Batas Tarung” menjadi pameran Sanggar Bumi Tarung yang ke-5 dan terakhirnya. Dengan itu, pameran ini menjadi penanda terakhir pertarungan kelompok seniman tersebut yang sudah berdiri sejak tahun 1961 di Yogyakarta.
Gelaran ini diwujudkan oleh Misbach Tamrin, salah satu anggota Sanggar Bumi Tarung yang masih aktif. Pameran-pameran yang digelar oleh sanggar tersebut dimulai pada tahun 2008, berlanjut ke tahun 2011 hingga 2015 dan yang terakhir pada tahun 2024 ini dengan dua anggota yang masih hidup.
Sebenarnya, Sanggar Bumi Tarung sebagai organisasi sudah bubar sejak lama, namun para seniman di dalamnya masih melanjutkan perjuangannya sejak awal berdiri.
Pada pameran kali ini, Sanggar Bumi Tarung akan menghadirkan 40 karya yang namanya telah melegenda dalam seni rupa Indonesia.
Karya-karya tersebut merupakan hasil dari para anggota yang masih aktif maupun yang sudah wafat, antara lain Adrianus Gumelar, Amrus Natalsya, Djoko Pekik, DJ. M. Gultom, Isa Hassanda, Misbach Tamrin, NG Sembiring, Puji Tarigan, dan Suhardjija Pudjanadi.
Sampai Batas Tarung dikurasi oleh Yaksa Agus dan telah dibuka oleh Himar Farid, Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Sanggar Bumi Tarung didirikan oleh Amrus Natalsya, Djoko Pekik, Misbach Tamrin, Ng Sembiring, Isa Hasanda, Kuslan Budiman, Sutopo, Adrianus Gumelar, Sabri Djamal, Suharjiyo Pujanadi, Harmani, dan Haryatnopada Tan pada pertengahan 1961 di Yogyakarta.
Sanggar ini merupakan sanggar seni bersayap kiri yang karya-karyanya berfokus pada buruh dan petani yang berjuang melawan borjuis. Selain itu, karyanya juga menentang seni abstrak yang dinilai tidak dapat dinikmati oleh mayoritas masyarakat menengah ke bawah di Indonesia.
Seperti organisasi kiri lainnya, sanggar ini dibubarkan pada masa orde baru, dan beberapa pendirinya ada yang ditangkap dan dibunuh.
Amrus Natalsya sebagai salah satu pendiri dan anggotanya, merupakan seorang maestro yang seni patung pertamanya berjudul Orang Buta yang Terlupakan, pada tahun 1955 karyanya dibeli oleh Presiden Soekarno. Tak hanya itu, Presiden Soekarno juga mengoleksi karya Amrus lainnya yang berjudul "Kawan-kawanku”. [Syifaa]