ThePhrase.id - Salah satu bentuk dukungan Indonesia kepada perjuangan rakyat Palestina untuk membebaskan negerinya dari penjajahan Israel, adalah seruan boikot terhadap produk-produk yang mendukung atau berafiliasi dengan Israel. Aksi boikot ini telah menjadi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyerukan agar masyarakat Indonesia tidak membeli atau menggunakan produk-produk yang mendukung Israel. Dan sepanjang sejarah konflik Palestina-Israel, baru kali ini ada aksi boikot produk yang diserukan secara resmi oleh MUI.
Seruan untuk tidak memakai atau membeli produk pro Isarel itu tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina yang mewajibkan dukungan kepada perjuangan rakyat Palestina. Berdasarkan fatwa tersebut, mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina hukumnya wajib, sementara mendukung Israel hukumnya haram. MUI juga menegaskan, Muslim diharamkan membeli produk dari produsen yang secara nyata terafiliasi dan mendukung agresi Israel ke Palestina.
"Mendukung pihak yang diketahui mendukung agresi Israel, baik langsung maupun tidak langsung, seperti dengan membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel hukumnya haram," kata Kiai Niam saat menyampaikan hasil fatwa MUI di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
MUI sendiri menjelaskan, Fatwa Haram itu bukan mengharamkan zat produknya, tetapi haram mendukung produsen yang mendukung Israel secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara tidak membeli atau menggunakan produknya.
Seruan boikot ini menarik perhatian media Singapura (Channel News Asia (CNA)} yang membandingkan dampak aksi boikot produk di Malaysia dan Indonesia dalam satu artikel khusus yang ditulis dengan judul "Analysis: A war of opinions brewing in Malaysia and Indonesia over impact of anti-Israel boycotts".
Dalam artikel itu disebut aksi boikot produk di Malaysia langsung berdampak dengan sepinya pengunjung gerai-gerai produk seperti McDonald, KFC, Starbuck, Pizza Hut hingga Burger King.
"Di Indonesia, meskipun netizen telah mendorong boikot terhadap produk-produk yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan yang diduga pro-Israel, situasi di lapangan belum mencerminkan hal ini karena masih adanya skeptisisme terhadap dampak nyata dari tindakan tersebut," tulis media itu, Kamis (9/11/2023).
Isu pemilihan umum yang sedang hangat di Indonesia, tulis media itu, membuat fokus publik masih belum banyak beralih ke isu boikot produk pro Israel itu. Namun demikian di berbagai flatform media sosial sudah terjadi informasi berantai tentang nama perusahaan asing yang pro Israel dengan beragam produknya. Seperti Danone, Starbucks, Coca-Cola, Burger King, Pizza Hut, Papa John's, Nestle, Unilever, Jaffa, Eden, Strauss, Motorola, META, L'Oreal, Revlon dan lain-lain.
Gerakan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) atau Boikot, Divestasi, Sanksi adalah gerakan perlawan kebebasan, keadilan, dan kesetaraan yang dipimpin Palestina yang salah satu seruannya adalah memboikot perusahaan-perusahaan yang diduga terkait dengan Israel.
Menanggapi seruan boikot ini Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan membebaskan masyarakat yang ingin menghindari ataupun mengkonsumsi produk Israel maupun produk yang diduga berafiliasi dengan Israel di Indonesia.
"Silakan saja, itu terserah masyarakat," ujar Zulhas di Jakarta, Kamis (9/11/2023). Kendati membebaskan aksi boikot, Zulhas pun masih meragukan dampak boikot produk Israel untuk meredakan peperangan di jalur Gaza tersebut.
Seruan boikot produk di Indonesia ini menjadi perhatian karena Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat dunia, yang menyerap hampir semua produk-produk dari negara dan produsen global. Maka jika, seruan ini bergerak massif di semua lapisan akan sangat berpengaruh terhadap sale atau penjualan negara atau produsen produk-produk tersebut. Dan hari ini, dengan penduduk 270 juta lebih Indonesia telah menjadi surga bagi perusahaan dan negara-negara produsen, termasuk perusahaan atau negara yang berafiliasi atau mendukung Israel.
Karena itu tidak heran sebagian besar produk-produk yang ada di negera ini adalah produk yang berasal dari negara atau produsen asing yang memproduksi dan menjual produknya di Indonesia. Mulai dari barang-barang teknologi, kesehatan, barang konsumsi seperti air minum, hingga produk pertanian pun seperti beras, garam, jagung dan lain-lain banyak yang diimpor dari negara lain. Akibatnya, Indonesia telah menjadi konsumen atau pemakai produk yang dibuat oleh negara ataupun perusahaan asing. Sedangkan barang-barang Indonesia yang dijual ke negara lain adalah bahan baku untuk kebutuhan industri negara tujuan seperti biji besi, nikel, timah dan lain-lain.
Konsultan bisnis dan pakar marketing Yuswohady mengatakan, seruan aksi boikot dan fatwa MUI ini dapat menjadi momentum untuk brand lokal, pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk menggaet pasar.
"Memang ini jadi kesempatan yang bisa dimanfaatkan untuk brand lokal termasuk UKM/UMKM karena brand-brand kuat di global seperti Unilever dan P&G identik dengan Israel dan menyebabkan adanya sentimen konsumen terhadap brand global tersebut," kata Yuswohady dilansir Republika, Ahad (12/11/2023).
Namun Yuswohady mengingatkan agar produsen lokal harus menempuh cara elegan dan tidak membully atau mencemooh brand global. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membangun koneksi emosional serta empati konsumen dengan rakyat Palestina. Pelaku usaha bisa melakukannya dengan ajakan memberi bantuan atau donasi untuk rakyat Palestina dengan membeli produk mereka.
Salah satu kesulitan masyarakat beralih dari produk yang ada di pasar selama ini adalah karena ketiadaan produk subsitusti atau produk pengganti yang sejenis. Karena itu produsen lokal dapat memanfaatkan momen ini untuk memasarkan produknya di pasar dalam negeri sendiri. Tentu saja, sekadar mengganti tidak cukup jika tidak dibarengi dengan mutu dan upaya menjaga loyalitas konsumen terhadap produk tersebut. Wallahu’alam (Aswan AS)