ThePhrase.id – Sebanyak 12 desa di Indonesia telah diakui oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sebagai bagian dari komunitas masyarakat di dunia yang siap menghadapi bencana tsunami.
Hal tersebut ditandai dengan penyerahan sertifikat “Tsunami Ready Community” kepada 12 desa dari Komisi Oseanografi Antarpemerintah (IOC) UNESCO pada sesi khusus Forum Second Global Tsunami Symposium di Banda Aceh, Provinsi Aceh, Selasa 12 November 2024.
" Pengakuan ini adalah prestasi, karena menjadikan lebih banyak lagi desa di Indonesia sebagai bagian dari Tsunami Ready Community UNESCO, dalam agenda ini ada 12 desa," kata Ketua Kelompok Kerja Mitigasi Tsunami untuk Kawasan Samudera Hindia dan Pasifik BMKG, Suci Dewi Anugrah, dikutip dari Antara.
Suci menjelaskan, beberapa desa tersebut antara lain Desa Pangastulan (Kabupaten Buleleng, Bali) yang berhadapan langsung dengan ancaman tsunami dari Laut Utara Bali, Desa Galala dan Desa Hative Kecil (Kota Ambon, Maluku) yang memiliki sejarah tsunami pada 1950, serta Desa Sidaurip (Cilacap, Jawa Tengah) yang berada di zona megathrust di selatan Jawa Tengah.
Selain itu, ada juga empat kelurahan di pesisir Kabupaten Bantul, Yogyakarta, yaitu Kelurahan Tirtohargo, Parangtritis, Poncosari, dan Gadingsari.
Menurut Suci, pencapaian ini layak diapresiasi karena tidak mudah untuk meraih status ini. Setiap desa harus memenuhi 12 indikator dalam tiga komponen yang ditetapkan oleh UNESCO, yaitu penilaian (assessment), kesiapsiagaan (preparedness), dan respons (response).
Beberapa indikator penting di antaranya, desa harus memiliki peta zona rawan tsunami, inventaris jumlah dan sebaran penduduk di zona bahaya, serta sarana informasi evakuasi yang dilengkapi dengan rambu-rambu.
BMKG memberikan pendampingan intensif sebagai verifikator bersama pemerintah daerah dan berbagai lembaga swasta, yang memainkan peran penting dalam membantu desa-desa ini meraih pengakuan.
Dengan tambahan 12 desa ini, saat ini telah ada 22 desa di Indonesia yang mendapat pengakuan dari UNESCO. Sebelumnya, 10 desa lainnya telah diakui, seperti Desa Lamkruet dan Gampong Mon Ikeun di pesisir barat Aceh.
Pengakuan dari UNESCO ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat Indonesia yang tinggal di pesisir dalam menghadapi ancaman tsunami, serta menjadi contoh bagi komunitas di seluruh dunia dalam membangun sistem kesiapsiagaan bencana berbasis komunitas.
"Ini bukan akhir, ada beberapa desa lain, seperti di wilayah Mentawai, Sumatera Barat, yang sedang dalam proses persiapan untuk memenuhi standar Tsunami Ready Community, termasuk pengumpulan dokumen dan pembangunan infrastruktur yang diperlukan," jelas Suci. [Syifaa]