politics

Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Vs Tertutup, Lebih Baik Mana?

Penulis Rangga Bijak Aditya
Jan 12, 2023
Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Vs Tertutup, Lebih Baik Mana?

ThePhrase.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akhirnya memutuskan akan menerapkan sistem proporsional terbuka untuk Pemilu 2024 mendatang. Keputusan ini diambil dalam Rapat Kerja Komisi II DPR, KPU, Bawaslu, DKPP dan Menteri Dalam Negeri di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta pada Rabu, (11/1).

Suasana ruang Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama KPU, Bawaslu, DKPP, dan Menteri Dalam Negeri, Rabu (11/1/2023). (Sumber: Instagram.com/kpu_ri)    
Sebelumnya, terjadi perdebatan mengenai sistem yang akan diterapkan pada Pemilu 2024. Kedua sistem baik terbuka atau tertutup memiliki kelebihan dan kekurangan, apa perbedaan kedua sistem tersebut? Sistem proporsional terbuka memberikan kesempatan bagi pemilih untuk memilih sendiri nama calon yang didukung, sedangkan dalam sistem proporsional tertutup pemilih hanya memilih nama partainya saja. Sistem proporsional tertutup dianggap kurang demokratis karena pemilih tidak dapat memilih langsung nama calon yang didukung. Nama yang dipilih partai politik belum tentu nama yang didukung oleh pemilih dalam partai tersebut. Penetapan calon terpilih dari sistem terbuka ditetapkan berdasarkan jumlah suara terbanyak yang diperoleh, sedangkan pada sistem tertutup penetapan calon terpilih akan ditentukan berdasarkan nomor urut. Apabila suatu partai mendapatkan tiga (3) kursi, maka calon yang terpilih ialah nomor urut 1, 2, dan 3.

Pendukung Sistem Proporsional Tertutup

Dr. Oce Madril, pakar hukum Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN). (Sumber: Dok. Humas ITB)
Oce Madril, seorang pakar hukum dari Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN) mengatakan bahwa politik uang rawan terjadi jika pemilu terapkan sistem proporsional terbuka. "Dalam sistem proporsional terbuka para caleg orientasinya adalah meraih suara sebanyak-banyaknya, maka berbagai intrik dilakukan termasuk melakukan praktik politik uang. Maka banyak riset menyatakan bahwa politik uang di Indonesia sangatlah tinggi," ucap Oce dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (4/1). Hal tersebut akan memicu konflik bahkan dalam internal partai, karena para caleg akan besar-besaran mengeluarkan uang untuk meraih suara sebanyak-banyaknya, demi mendapatkan satu kursi.
Mada Sukmajati, pengamat politik UGM. (Sumber: tangkapan layar Twitter.com/KPU_ID)
Mada Sukmajati, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) berpendapat bahwa saat ini penerapan sistem proporsional tertutup adalah sistem yang paling cocok digunakan untuk pelaksanaan pemilu serentak karena lebih sederhana. “Banyak ahli sudah mewanti-wanti kalau sebuah negara menyelenggarakan pemilu serentak maka pilihlah sistem yang paling sederhana, dan sistem tertutup ini adalah sistem yang sederhana dari sisi pemilih,” jelas Mada, dalam keterangan tertulis di Yogyakarta, seperti dikutip Antara, Jumat (6/1).

Pendukung Sistem Proporsional Terbuka

Dedi Mulyadi, Anggota DPR RI. (Sumber: Instagram.com/dedimulyadi71)
Anggota DPR RI, Dedi Mulyadi memandang bahwa sistem proporsional tertutup menandakan kemunduran demokrasi di Indonesia. Baginya sistem proporsional terbuka adalah yang paling ideal untuk mewujudkan demokrasi yang lebih matang di Indonesia. “Wacana kembali ke sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran dalam kedewasaan berdemokrasi. Publik kehilangan keterwakilannya dan partai memiliki otorisasi menentukan anggota legislatif berdasarkan kehendak pimpinan partainya. Sehingga oligarki politik akan tumbuh dengan kuat dalam sistem proporsional tertutup,” ucap Dedi di Purwakarta, Rabu (4/1).
Itok Wicaksono, pengamat politik Universitas Muhammadiyah Jember. (Sumber: Antara)
Itok Wicaksono, pengamat politik Universitas Muhammadiyah Jember berpendapat bahwa politik uang tidak terlalu jadi masalah dalam sistem proporsional terbuka, karena sudah diawasi oleh Bawaslu. “Maraknya politik uang sebenarnya sudah diantisipasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan pengawasan tersebut juga sudah semakin ketat, namun ketika penerapan proporsional tertutup justru politik uang terjadi di internal parpol yang sulit terendus,” ucap Itok, Jumat (6/1). Adapula survei yang dilaksanakan oleh Skala Survei Indonesia (SSI), hasilnya menunjukkan sebesar 63% masyarakat menginginkan sistem proporsional terbuka dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Abdul Hakim, Direktur Eksekutif Skala Survei Indonesia (SSI). (Sumber: Dokumen SSI)
“Mayoritas masyarakat Indonesia, yakni 63 persen masih setuju agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka,” ucap Abdul Hakim, Jumat (6/1). Alasannya ialah masyarakat ingin melihat dan mengetahui langsung calon serta partainya, ingin menggunakan haknya dalam memilih, dan ingin pemilu berjalan lebih transparan. Jadi, sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup yang lebih baik? (Rangga)

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic