trending

Studi: Perdagangan Satwa Liar Beresiko Sebarkan Zoonosis Pada Manusia

Penulis Haifa C
Mar 05, 2022
Studi: Perdagangan Satwa Liar Beresiko Sebarkan Zoonosis Pada Manusia
ThePhrase.id - Perdagangan satwa liar hingga kini masih menjadi sesuatu yang marak dilakukan di beberapa negara di dunia, termasuk di Indonesia.

Namun beberapa studi rupanya mengungkapkan bahwa hal tersebut dapat menimbulkan resiko bagi manusia. Hal ini disebabkan karena banyak hewan liar di dunia ini yang menyimpan penyakit menular dalam tubuhnya yang kerap disebut sebagai zoonosis, dan penyakit tersebut tentunya sangat berpotensi untuk ditularkan ke manusia.

Dilansir dari Live Science, Executive Director, Health, in the Global Conservation Program of the WCS (Wildlife Conservation Society), Christian Walzer mengatakan bahwa zoonosis tidak terlalu berpengaruh terhadap hewan liar yang menjadi inang mereka. Namun, jika berada dalam tubuh manusia, maka zoonosis bisa menjadi sangat berbahaya karena manusia tidak mempunyai kekebalan alami terhadap penyakit tersebut.

Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengatakan bahwa virus Covid-19 kemungkinan besar berasal dari pasar satwa liar di China.

Sebelum munculnya Covid-19, diketahui terdapat beberapa zoonosis lain yang telah menular ke populasi manusia di antaranya Virus West Nile, SARS (sindrom pernapasan akut yang parah), MERS (sindrom pernapasan Timur Tengah), dan sebagainya.

Ilustrasi perdagangan satwa liar (Foto: Getty Images)


Sebuah studi yang telah dipublikasikan di Current Biology menemukan bahwa bahwa 26,5% mamalia yang diperdagangkan membawa 75% virus zoonosis yang selama ini telah diketahui. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa primata, kelelawar, karnivora, hewan berkuku yang dikenal sebagai ungulates, dan hewan marsupial merupakan beberapa jenis binatang pembawa zoonosis yang paling banyak.

“Kami menargetkan spesies yang diketahui membawa lebih banyak virus sehingga bisa lebih fokus melakukan pembatasan. Saya pikir hasilnya cukup mengkhawatirkan," ungkap salah satu peneliti dari The Nature Conservancy bernama Joseph Kiesecker.

Hal serupa juga ditemukan dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti dari Lembaga Biologi Molekular Eijkman, Ageng Wiyatno. Dalam jurnalnya berjudul “Interaksi Kelelawar dan Manusia: Potensi Zoonotik di Indonesia”, Ageng menemukan bahwa total virus yang ditemukan pada satwa liar spesies kelelawar berjumlah hingga 61 jenis virus.

Dalam studinya tersebut, Ageng bahkan mencatat bahwa saat ini terdapat lebih dari 248 virus baru yang telah berhasil diisolasi atau terdeteksi pada kelelawar selama 10 tahun terakhi. Beberapa virus tersebut memiliki potensi zoonosis cukup besar seperti virus dari famili Coronaviridae, Herpesviridae, Paramyxoviridae, Adenovirus, dan Astrovirus.

Pedagang satwa liar (Foto: Solent News)


Menurut Survey Triangulasi Pada Hewan Domestik Di Pulau Sulawesi 2016 yang dilakukan Balai Besar Veteriner Maros dan Food and Agriculture Organization (FAO) Emergency Centre for Transboundary Diseases (ECTAD) Indonesia, disebutkan beberapa hewan domestik lain juga rupanya mengandung penyakit dari bakteri E.coli dan toksoplasmosis.

Salah satu hewan tersebut berasal dari spesies babi yang bahkan terdeteksi mengandung 5 famili virus seperti Influenza (HPAI, Human Flu, Paramyxovirus (Nipah, Hendra), Coronavirus (SARS, Mers Cov), Filovirus (Ebola), dan Flavivirus (JE).

Dilansir dari VOA Indonesia, peneliti Mikrobiologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sugiyono Saputra mengatakan bahwa zoonosis dapat menular ke manusia melalui proses interaksi yang terjadi, yakni pada saat manusia melakukan perburuan atau saat tengah mengolah hewan tersebut.

"Ketika hewan itu sudah dimasak, matang, misalkan di suhu 100 derajat celsius, sampai mendidih selama satu jam, dia secara teoritis bersih, tidak ada patogen," kata Sugiyono Saputra.

Ilustrasi pedagang satwa liar


Menurut Shivaprakash Nagaraju, peneliti dari TNC The Nature Conservancy Center, India mengatakan bahwa cara yang paling efektif untuk mencegah penyebaran zoonosis dengan mengubah gaya hidup masyarakat.

"Pada akhirnya yang sangat penting adalah bagaimana mengubah pola pikir konsumen. Sebab mereka lah yang menciptakan permintaan ini," ucap Nagaraju, dikutip dari Guardian. [hc]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic