trending

Sudah Menyebar di Indonesia, Ini Fakta Seputar Varian Covid-19 JN.1

Penulis Nadira Sekar
Dec 26, 2023
Foto: Ilustrasi Penggunaan Masker (freepik.com)
Foto: Ilustrasi Penggunaan Masker (freepik.com)

ThePhrase.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia telah mengonfirmasi keberadaan varian Covid-19 JN.1 di Indonesia.

Sebanyak 41 kasus varian Covid-19 JN.1 terdeteksi melalui pengambilan sampel dua kali, yaitu pada rentang waktu 6-23 November dan 1-12 Desember 2023. Pada periode pengambilan sampel 6-23 November, Kemenkes melaporkan 5 kasus varian JN.1, yang tersebar di beberapa lokasi, dengan rincian 2 kasus di Jakarta Utara, 1 kasus di Jakarta Selatan, 1 kasus di Jakarta Timur, dan 1 kasus di Batam.

Sementara pada rentang waktu pengambilan sampel 1-12 Desember, jumlah kasus varian JN.1 meningkat drastis menjadi 36 kasus. Jakarta Selatan menjadi wilayah dengan jumlah kasus terbanyak, mencapai 29 kasus, diikuti dengan 3 kasus di Batam, 2 kasus di Jakarta Utara, dan 2 kasus di Jakarta Timur.

Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin, juga memperkirakan bahwa puncak kasus Covid-19 varian JN.1 diperkirakan terjadi pada bulan Januari 2024.

Secara global, varian JN.1 terus dilaporkan muncul di berbagai negara dengan peningkatan prevalensinya yang cepat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan varian ini sebagai variant of interest (VOI) karena penyebarannya yang meningkat dengan cepat, meskipun risiko tambahan terhadap kesehatan masyarakat masih dinilai rendah.

Tentang Varian JN.1

Varian baru virus corona, JN.1 merupakan turunan dari varian sebelumnya, BA 2.86. Varian BA 2.86 sendiri berasal dari garis keturunan varian "Omicron" yang lebih ganas dan mencapai puncaknya tahun lalu.

Pada umumnya, setiap virus memiliki "protein spike" yang unik yang memungkinkannya untuk menyerang sel dan menimbulkan gejala tertentu pada tubuh manusia. Adanya perubahan atau "mutasi" tambahan dalam urutan DNA pada spike tersebut menandakan munculnya varian baru dari virus tersebut. Setiap varian dapat memiliki perbedaan dalam tingkat keparahan, tingkat penularan, dan respon terhadap pengobatan gejala.

Dibandingkan dengan varian BA 2.86 yang memiliki 20 mutasi pada protein spike-nya, JN.1 memiliki 21 mutasi. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Amerika Serikat menamai mutasi tambahan ini sebagai L455S dan menyatakan bahwa mutasi ini mungkin membantu virus untuk menghindari respons dari sistem kekebalan tubuh kita.

Apakah kita perlu khawatir terhadap JN.1?

Hingga saat ini, CDC belum menemukan bukti yang menunjukkan bahwa JN.1 membawa risiko yang lebih tinggi bagi kesehatan masyarakat daripada varian lainnya. Para ahli juga menyatakan bahwa peningkatan kasus ini mungkin sebagian karena tren musim dingin dan kondisi lingkungan yang memungkinkan penyebaran patogen lebih efisien karena orang-orang lebih banyak berada di dalam ruangan.

Apa saja gejala JN.1?

Seperti halnya varian Covid-19 lainnya, gejala yang muncul akan bervariasi berdasarkan kekebalan tubuh dan kesehatan keseluruhan seseorang, menurut CDC.

Gejala umum meliputi demam atau menggigil, batuk, kelelahan, dan nyeri pada tubuh. Namun, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengungkapkan bahwa Covid-19 varian JN.1 memiliki ciri khas yang dapat terlihat dari lidah.

"Dia (Covid-19 varian JN.1) ada ciri khasnya, yakni lidahnya menunjukkan warna lebih putih dari biasanya,” ungkap Kepala Dinkes DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, dilansir dari Kompas.com

Dengan peningkatan jumlah kasus yang terus terjadi, Menkes Budi mengimbau agar masyarakat menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Ia juga menekankan pentingnya vaksinasi, mengajak masyarakat untuk mendapatkan vaksin di fasilitas kesehatan terdekat.

Terakhir, ia juga mengimbau seluruh masyarakat, terutama yang mengalami gejala seperti demam, batuk, atau pilek, untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat guna diagnosis lebih lanjut.

“Masyarakat kalau sudah ada gejala sebaiknya segera tes untuk mengetahui apakah positif COVID-19 atau flu biasa. Kalau positif COVID-19 tapi tidak bergejala sebaiknya istirahat saja. Kalau bergejala bisa ke Puskesmas untuk mendapatkan obat,” ujar Budi.

[nadira]

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic