
ThePhrase.id - Pernahkah kamu mengenal seseorang yang sulit menolak dan selalu bersedia membantu? Sikap ini memang tampak ramah dan baik. Namun, jika seseorang terus merasa sulit mengatakan “tidak” hingga mengorbankan kebutuhan diri sendiri, hal tersebut bisa menjadi tanda bahwa ia merupakan seorang people pleaser.
Istilah people pleaser bukanlah istilah medis, tetapi istilah populer yang digunakan untuk menggambarkan orang yang terus berusaha menyenangkan orang lain, bahkan dengan mengabaikan kebutuhan, keinginan, dan batasannya sendiri. Perilaku ini berbeda dengan kebaikan atau bantuan yang seimbang, karena pada people pleaser, kebutuhan orang lain selalu diprioritaskan secara berlebihan. Beberapa tanda umum seseorang termasuk people pleaser antara lain:
Ciri ini dapat membuat seseorang merasa lelah secara emosional, kesulitan menikmati hidupnya sendiri, dan bahkan kehilangan identitas.
Apa Penyebab Seseorang Menjadi People Pleaser?
Para ahli psikologi menyatakan bahwa perilaku people pleasing dapat muncul karena berbagai faktor dan pengalaman hidup, antara lain:
1. Harga Diri yang Rendah
Orang dengan rasa percaya diri rendah mungkin merasa tidak layak atau kurang penting dibanding orang lain. Mereka berharap mendapat penerimaan dan rasa berguna dengan menyenangkan orang lain.
2. Takut Konflik dan Penolakan
Banyak people pleaser yang merasa cemas atau tidak nyaman dengan konflik. Mereka secara tidak sadar memilih “ya” untuk menghindari ketegangan atau penolakan dari orang lain.
3. Kecemasan Sosial dan Validation Seeking
Mendapatkan persetujuan atau validasi dari orang lain dapat menjadi momen “safe” bagi beberapa orang. Ketergantungan pada penerimaan eksternal ini bisa memicu perilaku menyenangkan orang lain.
4. Pola Asuh dan Pengalaman Masa Kecil
Beberapa individu bisa belajar sikap ini sejak kecil, misalnya mereka akan dihargai atau dicintai ketika mereka menyenangkan orang tua, atau sebagai cara bertahan dalam lingkungan yang tidak aman.
Kalau perilaku ini terus berlangsung tanpa pengendalian, dapat berdampak serius, seperti:
Walaupun berubah bukan hal instan untuk menghilangkan kebiasaan people pleasing, para psikolog dan ahli kesejahteraan mental memberikan beberapa saran sebagai berikut:
People pleasing bukan sekadar sifat “terlalu baik," namun, pola perilaku yang melelahkan dan berdampak buruk jika tidak diseimbangkan. Mengenali tanda, memahami penyebab, dan mulai menetapkan batasan adalah langkah awal untuk menjalani hidup yang lebih sehat tanpa kehilangan empati dan kebaikan kepada orang lain. [Syifaa]