ThePhrase.id - Partai Baath, yakni partai sosialis yang telah berkuasa di Suriah selama 61 tahun sejak kudeta militer pada tahun 1963, akhirnya tumbang setelah Ibu Kota Damaskus terlepas dari kendali rezim Assad.
Dilansir Antaranews, diketahui Bashar Al-Assad merupakan Presiden Suriah dan pemimpin rezim Baath sejak meninggalnya Hafez Al-Assad, yakni ayah dari Bashar pada tahun 2000. Hafez juga diketahui menjabat Presiden Suriah sejak tahun 1971 setelah berhasil melakukan kudeta internal partai.
Kekuasaan Assad dan rezim Baath berakhir pada Minggu (8/12) waktu setempat ketika kelompok bersenjata anti-rezim berhasil masuk dan menguasai Ibu Kota Damaskus, yang kemudian menjadi penanda puncak dari serangkaian perjuangan dramatis yang dilakukan sejak akhir November lalu.
Presiden yang digulingkan, Bashar, yang sebelumnya sempat tidak diketahui keberadaannya karena melarikan diri akhirnya terkonfirmasi berada di Moskow, Rusia.
Adapun gelombang protes menuntut kebebasan telah dilakukan rakyat Suriah sejak tahun 2011, namun Bashar merespons hal tersebut dengan tindak kekerasan terhadap para aktivis yang terus menyuarakan kebebasan, hingga menewaskan ribuan orang dan memicu perang saudara.
Perdana Menteri Suriah, Mohammad Ghazi Al-Jalali menyatakan bahwa Suriah siap memulai era baru usai jatuhnya rezim kepemimpinan Bashar Al-Assad pada Minggu (8/12).
“Era baru telah dimulai dalam sejarah Suriah. Kami harap sebuah era pluralisme akan tiba,” ucap Al-Jalali melalui saluran telepon kepada televisi Arab Saudi Al-Arabiya.
Sebagai perwakilan dari pemerintahan, Al-Jalali menyatakan bahwa pihaknya telah berkomunikasi dengan kelompok oposisi yang sudah berada di Damaskus.
Ia menegaskan bahwa dirinya beserta 18 menteri kabinet Suriah telah mengambil keputusan untuk tetap berada di Damaskus dan tidak melarikan diri ke negara lain seperti yang dilakukan Bashar.
“Rakyat Suriah, saya ada di rumah dan saya tak berniat meninggalkannya kecuali dengan cara-cara damai,” imbuhnya.
Al-Jalali mengaku siap untuk bekerja sama dengan siapapun pemerintah baru yang akan dipilih oleh masyarakat. Ia kemudian mengimbau seluruh warga untuk tidak merusak properti milik negara.
Merespon kejadian tersebut, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyatakan akan terus mengikuti secara seksama bagaimana perkembangan di Suriah untuk mengantisipasi munculnya pengaruh terhadap keamanan regional serta dampak kemanusiaan yang ditimbulkan.
Untuk itu, Kemlu mendorong agar Suriah melakukan suatu transisi pemerintahan yang inklusif demi mengedepankan kepentingan dan keselamatan masyarakat setempat.
“Krisis di Suriah hanya dapat diselesaikan melalui suatu proses transisi yang inklusif, demokratis, dan damai yang mengedepankan kepentingan dan keselamatan rakyat Suriah yang tetap menjaga kedaulatan, kemerdekaan, dan keutuhan wilayah Suriah,” ucap Kemlu RI melalui media sosial X (dulu Twitter) @Kemlu_RI pada Minggu (8/12).
Indonesia turut menyerukan kepada seluruh pihak untuk tetap menjamin perlindungan warga sipil sesuai dengan hukum internasional, terutama Hukum Humaniter Internasional dan Hukum HAM Internasional.
“KBRI Damaskus telah mengambil semua langkah yang dipandang perlu untuk memastikan keselamatan WNI, termasuk mempersiapkan kemungkinan evakuasi ke tempat yang lebih aman, jika situasi keamanan memburuk,” tukasnya.
KBRI Damaskus memastikan bahwa seluruh WNI yang berada di Suriah berada dalam kondisi aman, termasuk Kantor KBRI tersebut meskipun sempat terdampak serangan yang terjadi antara rezim dengan kelompok oposisi. (Rangga)