ThePhrase.id – Mulai tahun depan, BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan akan menghapus kebijakan kelas layanan. Hal ini mengikuti ketentuan kelas standar dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. BPJS Kesehatan akan meniadakan kelas layanan 1, 2, dan 3 menjadi Kelas Rawat Inap (KRI) standar.
Perubahan KRI ini bertujuan untuk mewujudkan ekuitas dalam program JKN, yang tertuang dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 23 ayat 4, yakni kelas pelayanan rawat inap di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.
Salah satu anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Muttaqien, menjelaskan bahwa kelas standar adalah kelas yang disesuaikan dengan standarisasi KRI JKN, dan bukan merupakan kelas minimalis.
Ilustrasi kantor BPJS Kesehatan (Foto: Antara)
"Kelas standar bukan berarti kelas minimalis, tapi adalah standarisasi untuk KRI Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui kriteria yang akan disepakati. Prinsip ekuitas adalah kesamaan bagi peserta dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya," jelas Muttaqien.
Jika kebijakan baru ini sudah diterapkan, layanan di rumah sakit akan dibagi menjadi 2 kelas, yaitu Kelas Rawat Inap (KRI) standar untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Non-PBI. Para peserta PBI nantinya akan dirawat di ruang rawat inap kelas standar PBI JKN. Peserta PBI bisa naik ke kelas Non-PBI dengan cara membayar selisih biaya yang ditimbulkan dari kenaikan kelas tersebut.
Ilustrasi ruang rawat inap (Foto: rsbm.baliprov.go.id)
Perlu diketahui, perbedaan kelas standar PBI dan Non-PBI hanya terdapat pada luas minimal per tempat tidur dan jumlah maksimal tempat tidur per orangannya saja. Untuk kelas peserta PBI, minimal luas per tempat tidur 7,2 meter persegi, dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan. Sementara di kelas peserta Non-PBI, luas per tempat tidur sebesar 10 meter persegi, dengan jumlah maksimal tempat tidur sebanyak 4 buah per ruangan.
Walaupun nantinya perubahan ini akan berpengaruh terhadap ketentuan iuran JKN, akan tetapi jumlah iuran tersebut hingga kini masih belum ditentukan. Namun pastinya, iuran tersebut akan diperhitungkan berdasarkan banyak hal, termasuk kemampuan finansial peserta.
Ilustrasi Kartu Indonesia Sehat BPJS yang hingga kini masih berlaku (Foto: tamblang-buleleng.desa.id)
"Ini sampai sekarang belum bisa dijawab (iuran BPJS Kesehatan). Karena masih menunggu finalisasi KDK Kemenkes. Perhitungan iuran tersebut paling tidak memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan Jaminan Kesehatan, dan yang sangat penting juga adalah memperhatikan kemampuan membayar iuran peserta," ungkap Muttaqien.
Segera diterapkan secara bertahap, kebijakan ini maksimal diberlakukan pada 1 Januari 2023, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan. [hc]