features

Tawaran Cawapres kepada Purbaya, Aspirasi atau Jebakan?

Penulis Aswandi AS
Oct 14, 2025
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. (Foto: Kemenkeu Foto/Biro KLI - Wisnu Nanda R. R)
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. (Foto: Kemenkeu Foto/Biro KLI - Wisnu Nanda R. R)

ThePhrase.id - Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa menjadi perhatian publik bukan hanya karena gaya dan style memimpinnya yang berbeda dengan pendahulunya, tetapi juga nyalinya yang besar yang berani menolak bertanggungjawab terhadap proyek mercusuar dari pemerintahan sebelumnya.  Langkah dan kebijakannya yang  dinilai banyak menjawab harapan publik membuat dirinya digadang-gadang untuk menjadi wakil presiden. Apakah suara yang mengusung Purbaya untuk menjadi wakil presiden ini hanya sekadar spontanitas di tengah kekecewaan terhadap sosok wakil presiden yang sekarang? Ataukah jebakan agar Purbaya tidak fokus dengan tugasnya sebagai Menteri Keuangan. 

Purbaya masuk ke dalam Kabinet Merah Putih seperti seorang ice breaker atau pemecah kebekuan dan pemutus kejumudan pakem ekonomi Indonesia selama ini.  Bagaimana tidak, pernyataan pertamanya setelah dilantik langsung memantik perdebatan yang membuatnya banyak dibully para netizen. 

"Saya belum mempelajari itu, saya basically begini, itu kan suara sebagian rakyat kecil kita. Kenapa? Mungkin sebagian ngerasa keganggu, hidupnya masih kurang ya," katanya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, usai dilantik, Senin (8/9/2025) menanggapi tuntutan 17+8 massa yang berdemo akhir Agustus lalu.

Pernyataan itu dinilai banyak kalangan sebagai pernyataan yang tidak simpatik dan tidak sesuai harapan publik terhadap pemerintah.  Namun belakangan diketahui, cara menjawab spontan dan terkesan semaunya itu adalah style sehari-hari  komunikasi seorang Purbaya. Gaya  yang membuat publik tersentak karena berbeda dengan gaya Sri Mulyani selama ini yang menjawab pertanyaan dengan sistematis seperti seorang akademisi. 

“Saya sehari-harinya begini, Anda saja yang tidak tahu,” ujar Purbaya suatu kali tentang gaya bicaranya itu. 

Perbedaan mencolok dengan Sri Mulyani juga pada cara pandangnya terhadap pengelolaan ekonomi negara. Dengan latar belakang sebagai seorang pejabat di Bank Dunia,  Sri Mulyani selama ini identik dengan disiplin fiskal, kredibilitas internasional, dan pendekatan ortodoks pasar.  Sri menekankan reputasi negara  dengan menjaga stabilitas APBN.  Ia kerap mengingatkan bahwa defisit harus dijaga agar tidak melebar.

“Kita harus menjaga disiplin fiskal. APBN adalah instrumen utama untuk melindungi ekonomi, tetapi juga harus dikelola dengan hati-hati,” ujar Sri Mulyani dalam sebuah forum pada 2024.

Prinsip ortodoksi fiskal ini memastikan keberlanjutan utang, kredibilitas kebijakan, dan kepercayaan investor global.  Di mata lembaga keuangan internasional, Sri Mulyani  menjadi simbol keandalan ekonomi Indonesia.

Sementara Purbaya Yudhi Sadewa, dikenal lebih populis, dengan keyakinan bahwa negara harus lebih berani melakukan intervensi demi melindungi kepentingan domestik. Sebagai mantan Ketua LPS (Lembaga Penjamin  Simpanan) dan ekonom yang dekat dengan isu perbankan, ia kerap menekankan perlunya Indonesia berani mengambil jalan berbeda dari aturan global. 

“Kita jangan hanya ikut aturan global. Indonesia harus punya jalan sendiri, terutama dalam melindungi industri keuangan dari gejolak luar,” kata Purbaya dalam sebuah diskusi media pada tahun 2024.

Purbaya menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh dikorbankan hanya untuk menjaga rasio fiskal yang kaku. Dalam beberapa kesempatan, Purbaya mendorong agar APBN lebih banyak diarahkan ke perlindungan industri strategis dan penguatan konsumsi domestik.  Bagi publik dalam negeri, pendekatan Purbaya terkesan lebih membumi dan berpihak ke masyarakat. Namun, bagi pasar internasional, sikap ini bisa menimbulkan tanda tanya, apakah Indonesia masih akan setia pada disiplin fiskal, atau mulai melonggarkan aturan untuk tujuan domestik. 

“Yang harus kita ingat adalah Investor asing itu, tidak datang untuk membangun ekonomi Indonesia, memang kita siapa?  Dia datang ke sini untuk menikmati kue pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Purbaya di sebuah video yang beredar luas di media sosial. 

Sebulan menjabat Purbaya sudah menjadi seleberitis baru, yang ditunggu dengan antusias dan diajak foto bareng di mana-mana.  Seperti kehadirannya dalam ajang Investor Daily Summit 2025, di Jakarta Convention Center, Kamis (9/10/2025).

"Tadi sebetulnya saya malu ke sini, orang-orang menyambut saya kaya artis. Padahal baru kerja satu bulan, hasilnya belum ada. Jangan sampai teman-teman kecewa, ya. Tapi sudah ada hasilnya deh, tuh IHSG sudah naik kencang," kelakarnya saat menjadi pembicara kunci dalam acara tersebut.

Antusiasme itu tak berlebihan karena beberapa langkah berani Purbaya sebagai Menteri Keuangan dinilai telah memenuhi harapan publik.  Seperti  memecat 26 pegawai pajak yang disebutnya melakukan kesalahan yang tak bisa diampuni. 

“Kita lakukan pembersihan di situ. Pesannya adalah, kepada teman-teman pajak yang lain, sekarang bukan saatnya main-main lagi,” kata Purbaya serius. 

Dan yang paling mutakhir adalah keberaniannya menolak APBN untuk membayar utang kereta cepat Jakarta-Bandung.  Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) itu menjadi sorotan karena beban utangnya mencapai Rp116 triliun. Danantara, sebagai superholding BUMN, disebut tengah mencari cara meringankan pembiayaan proyek tersebut, termasuk kemungkinan meminta dukungan dari APBN. Namun, Purbaya menolak wacana itu karena menurutnnya utang proyek KCIC bukan tanggung jawab pemerintah, melainkan sepenuhnya menjadi urusan BUMN yang terlibat di dalamnya. 

Purbaya mengingatkan bahwa sejak Danantara terbentuk, seluruh dividen BUMN telah menjadi milik superholding itu dan tidak lagi tercatat sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Nilainya disebut bisa mencapai sekitar Rp80 triliun per tahun. 

“Kalau sudah dibuat Danantara, kan mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp 80 triliun atau lebih, harusnya mereka manage dari situ. Jangan ke kita lagi,” ujar Purbaya dalam Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jumat (10/10/2025).

Sikap Purbaya ini seperti menjawab keinginan publik yang selama ini menolak proyek ambisius Jokowi itu karena dianggap menjadi debt trap (perangkap utang ) China untuk menguasai negara yang menjadi sasarannya.  Jokowi selama berkuasa, banyak menciptakan proyek yang menjadi beban negara seperti proyek swasta yang diberi status PSN, termasuk juga IKN (ibukota Nusantara) yang dalam perjalanannya menjadi beban APBN karena tidak ada investor luar yang berminat. 

Ditawari jadi Cawapres

Dampak naiknya popularitas Purbaya Yudhi Sadewa saat ini memunculkan  suara-suara untuk mengusungnya menjadi calon wakil presiden. Suara itu makin kencang di tengah perdebatan tentang pemakzulan dan status pendidikan Gibran yang mengundang kegaduhan.  Namun, Purbaya sendiri mengaku tak begitu memikirkan peluang tersebut.

"Nggak, nggak mikir sama sekali. Kerja juga belum. Ini kan baru cuma di permukaan saja, yang di bawahnya belum kita sisir betulan. Jadi nggak kepikiran sama sekali. Gue nggak peduli juga," ungkapnya kepada wartawan di JICC Senayan, Jakarta, Kamis malam (9/10).

Menurutnya, popularitas yang naik saat ini terjadi karena ekonomi membaik. Begitu ekonomi memburuk, popularitasnya bisa ikut menyusut.

"Baru juga sebulan kerja, gila lo. Itu kan bisa berubah. Kalau ekonomi bagus, begitu turun, turun lagi. Ekonomi kan naik-turun, naik-turun. Jadi jangan cepat-cepat. Dan gue enggak mikirin juga," imbuhnya.

Apakah tawaran menjadi Cawapres kepada Purbaya ini adalah artikulasi spontan publik karena kecewa dengan keberadaan Gibran yang identik dengan pelanggaran hukum dan sosoknya yang dinilai tidak kapabel dan kompeten? Bisa jadi, karena publik kita memang gampang terpesona dan mudah juga kecewa jika harapannya tak terpenuhi. 

Namun di sisi lain, tawaran itu bisa juga jadi jebakan untuk mengganggu fokus Purbaya yang sedang gencar melakukan pembersihan di institusi yang dipimpinnya. Sebab, meski publik menyukai langkah dan kebijaknnya, tapi banyak juga pihak yang merasa terganggu dengan tindakannya itu. Terutama mereka yang merasa nyaman dan menikmati atas iklim dan suasana koruptif dalam pengelolaan keuangan negara selama ini. Wallahu’alam. (Aswan AS)

Tags Terkait

Artikel Pilihan ThePhrase

- Advertisement -
 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic