ThePhrase.id - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto menyatakan hasil Pilkada Jakarta 2024 tetap valid walaupun tingkat partisipasi pemilih calon gubernur dan wakil gubernur (cagub-cawagub) di provinsi tersebut rendah.
“Ya, tetap saja itu valid,” ucap Bima kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/12) dikutip Antaranews.
“Jadi yang pasti babak ini sudah dilewati walaupun tingkat partisipasi politiknya di beberapa titik rendah,” lanjutnya.
Meskipun demikian, Bima beranggapan bahwa legitimasi demokrasi akan lebih baik apabila tingkat partisipasi pemilih tinggi.
Ia kemudian mengatakan bahwa persoalan berikutnya ialah masyarakat akan menunggu bagaimana kinerja calon kepala dan wakil kepada daerah terpilih untuk membuktikan legitimasinya di wilayah tersebut.
“Sekarang publik menunggu bagi para kepala daerah terpilih ini untuk menunjukkan legitimasinya melalui kinerjanya, dan itu akan kami awasi bersama-sama dengan pemerintah,” tukasnya.
Diketahui pada penyelenggaraan Pilkada Jakarta 2024 lalu, tingkat partisipasi pemilih tergolong cukup rendah, yakni hampir setengah dari total daftar pemilih tetap (DPT) tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih golput.
Dari total 8.214.007 orang yang terdaftar di DPT Pilkada Jakarta, jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya yakni 4.724.393 orang, sedangkan 3.489.614 orang atau 42,48% tidak mencoblos.
Bima menyebut banyak faktor yang menjadi penyebab masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya di Pilkada 2024 sehingga angka golput tergolong tinggi, mulai dari faktor administratif, ideologis, teknis penyelenggaraan, dan lainnya.
“Mungkin juga ada faktor kejenuhan di situ, kemudian ada juga mungkin ya faktor cuaca, bencana gitu. Kita lihat di beberapa daerah karena ini musimnya memang musim bencana, jadi mengurangi partisipasi itu,” jelas Bima.
Selain itu, jumlah TPS lebih sedikit, sehingga jarak yang cukup jauh dari rumah warga juga menjadi salah satu faktor para calon pemilih tidak datang ke TPS tersebut.
“Ada juga faktor TPS (tempat pemungutan suara) yang lebih sedikit sehingga jaraknya jauh antara pemilih sampai TPS. Jadi banyak faktor, enggak ada faktor tunggal yang menjelaskan itu,” tandasnya. (Rangga)