ThePhrase.id – Tips mengatasi kecanduan ponsel menjadi penting di tengah perubahan pola hidup yang serba digital dan online. Apalagi, pandemi Covid-19 yang belum berakhir membuat pekerjaan, interaksi sosial hingga sekolah harus dilakukan secara daring.
Pelaksanaan aktivitas secara online membuat penggunaan gadget seperti komputer dan ponsel semakin intens. Penggunaan ponsel yang berlebihan membahayakan kesehatan karena berpotensi menimbulkan kecanduan.
Ilustrasi penggunaan ponsel. Foto: pixabay
Dilansir dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, data per Januari tahun 2021 menunjukkan bahwa pengguna ponsel di Indonesia mencapai angka 345,3 juta di mana angka tersebut melebihi jumlah penduduk yakni 274,9 juta jiwa. Ini artinya, satu orang penduduk Indonesia memiliki lebih dari satu ponsel.
Di antara jumlah tersebut, pengguna ponsel dengan usia 16-64 tahun tercatat menggunakan ponsel dengan rata-rata sekitar 9 jam per hari.
Menurut salah satu dokter spesialis kejiwaan dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Brihastami Sawitri, ketergantungan ponsel dapat terjadi dan mempengaruhi seseorang secara biologis dan sosial akibat suatu aktivitas stimulus yang terjadi secara berkelanjutan.
“Secara biologis, hal ini dipengaruhi aktivitas stimulus terus menerus di reward system di basal ganglia, pikiran terus menerus di lobus prefrontal, atau withdrawl dari apa yang sudah biasa kita lakukan sehingga mengakibatkan peningkatan aktivitas amygdala,” jelas Sawitri.
Sementara dari sudut pandang sosial, ketergantungan ponsel dapat diperdalam melalui teori sosial kognitif di mana seseorang berusaha mewujudkan kebutuhan dasar atau keinginannya (desire) untuk mendapatkan hasil yang ia harapkan. Salah satu upaya untuk mewujudkan keinginan tersebut dapat terealisasi dengan memanfaatkan ponsel.
“Ponsel menjadi jalan alternatif untuk memenuhi itu semua seperti berinteraksi, bersosialisasi, hiburan, dan mendapatkan informasi di tengah pembatasan sosial selama pandemi,” sambungnya.
Kendati demikian, banyak dari pengguna ponsel yang menjadi ketergantungan karena tidak menerapkan batasan. Hal ini perlu diwaspadai sebab dapat menimbulkan kesehatan mental.
Bagaimana gejala kecanduan dan cara mengatasi kecanduan ponsel? Ada beberapa gejala kecanduan yang mungkin tidak kita sadari.
Fear of Missing Out (FOMO)
Gejala ini merupakan perasaan cemas yang timbul pada diri seseorang karena takut tertinggal akan sesuatu yang baru di sosial media. Seseorang yang mengalami FOMO pada umumnya akan secara rutin membuka media sosial untuk mengikuti berita yang sedang ramai diperbincangkan. Hal ini guna memenuhi kebutuhan emosional berupa pengakuan dari orang lain (reward).
Ilustrasi menyalurkan hobi untuk menghindari kecanduan ponsel. Foto: pixabay
“Beberapa gejala yang timbul pada penderita FOMO adalah stres hingga depresi, kurang tidur, emosi yang tidak stabil, dan gangguan bipolar. Salah satu cara mengompensasinya adalah dengan JOMO, Joy of Missing Out,” papar Sawitri.
Joy of Missing Out adalah tindakan untuk tidak terlibat dalam suatu kegiatan terutama yang terkait dengan media sosial atau sumber hiburan serupa. Penerapan JOMO dapat dilakukan dengan menikmati kegiatan lain di luar ponsel dan internet, seperti bercengkerama dengan kawan atau keluarga di kedai kopi, atau menyalurkan hobi yang lama ditinggalkan.
Dengan demikian, seseorang dapat menemukan kebahagiaan dari hal-hal sederhana lainnya yang merupakan tujuan dari penerapan JOMO.
Phubbing
Ciri seseorang yang mengalami phubbing adalah terlalu fokus pada ponselnya saat berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut membuat korban phubbing atau yang biasa disebut phubbed, tidak menemukan rasa nyaman saat beraktivitas bersama pelaku phubbing. Fenomena ini tentunya mengganggu hubungan antar manusia.
“Akibatnya, korban phubbing (phubbed) seperti tidak dianggap dalam berinteraksi sosial,” ujarnya.
Ilustrasi melakukan interaksi untuk mengalihkan perhatian dari ponsel. Foto: pixabay
Cara untuk melawan phubbing adalah dengan mengevaluasi diri sendiri dan menimbulkan rasa empati kepada lawan bicara. Menerapkan silent mode pada ponsel juga dapat dilakukan ketika sedang berinteraksi dengan orang lain sehingga bisa tetap fokus pada interaksi sosial.
Pencegahan phubbing juga tak lepas dari peran para phubbed. Lawan bicara yang berinteraksi dengan sesorang yang mengalami phubbing hendaknya tidak memutus komunikasi secara langsung dengan cara membahas topik yang menarik pelaku phubbing.
Nomofobia
Ciri-ciri nomofobia sekilas serupa dengan gangguan adiksi. Ciri-cirnya yakni penderita selalu mengecek layar ponsel secara berkala, lebih memilih berkomunikasi melalui ponsel, dan rasa cemas apabila tidak mengoperasikan ponsel. Perilaku ini merujuk pada perilaku kompulsif yakni kesulitan mengendalikan diri ketika sudah memainkan ponsel.
Ilustrasi melakukan meditasi atau aktivitas fisik lain untuk mengobati kecanduan ponsel. Foto: pixabay
“Penanganan dari kondisi tersebut dibagi menjadi lima level. Level pertama adalah mengatur penggunaan ponsel, baik jumlah, durasi, dan batasan penggunaan ponsel. Selain itu, perbanyak pengalihan dengan meningkatkan kegiatan fisik (terutama dengan orang terdekat) atau melakukan sesuatu yang baru,” jelas Sawitri.
Level kedua dan ketiga adalah melakukan pencegahan (dengan mengidentifikasi dan melakukan konseling) serta memberikan CBT (terapi perilaku) ataupun farmakologi. Apabila ketiga upaya di atas telah dilakukan dan belum memberi hasil yang signifikan, dapat menerapkan upaya penanganan level empat dan level lima. Memanfaatkan layanan kesehatan mental seperti rehabilitasi bagi pasien untuk melewati masalah yang timbul akibat kecanduan ponsel jika dirasa perlu. [re]