regional

Tradisi Adu Kepala Masyarakat Bima, Ajarkan Keberanian, Keikhlasan, dan Persaudaraan

Penulis Ashila Syifaa
Oct 23, 2025
Ntubu Tuta tradisi Adu Kepala masyarakat Bima. (Foto: jadesta.kemenparekraf.go.id)
Ntubu Tuta tradisi Adu Kepala masyarakat Bima. (Foto: jadesta.kemenparekraf.go.id)

ThePhrase.id - Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang kaya akan warisan budaya yang patut dilestarikan. Salah satu tradisi yang masih hidup hingga saat ini adalah atraksi adu kepala atau Ntumbu Tuta yang berasal dari masyarakat Bima, Nusa Tenggara Barat.

Ntumbu Tuta merupakan tradisi mengadu dua kepala pria dewasa layaknya adu kepala domba. Meski terdengar menyeramkan, atraksi ini bukan sekadar tontonan ekstrem, tetapi merupakan bagian dari sejarah panjang dan warisan budaya yang dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat Desa Ntori, Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima.

Menurut dokumen Inventarisasi Karya Budaya Tradisi Ntumbu di Desa Ntori Kecamatan Wawo Kabupaten Bima yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019, asal-usul tradisi Ntumbu Tuta memiliki dua versi utama.

Versi pertama menyebutkan bahwa tradisi ini telah ada sejak masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid, Sultan Bima ke-11 yang memimpin antara tahun 1773 hingga 1817 Masehi. Pada masa itu, Ntumbu termasuk dalam bagian kesenian bela diri tarekat atau dabus yang dikenal di lingkungan Kesultanan Bima.

Dikisahkan dalam naskah budaya tersebut, terdapat seorang prajurit asal Desa Ntori bernama Hamid. Saat terjadi peperangan dan senjata pasukan Bima dirampas oleh musuh, Hamid mengajak para prajurit untuk tetap berani maju dengan hanya mengandalkan kepala mereka sebagai senjata. Mereka menyeruduk ke arah musuh menggunakan kepala sebagai bentuk perlawanan. Dari peristiwa itu, muncul istilah Mpa’a Ntumbu atau Ntumbu Tuta yang kemudian diwariskan sebagai simbol keberanian masyarakat Bima.

Versi kedua yang juga tercantum dalam dokumen Kemendikbud menyebutkan bahwa tradisi Ntumbu sudah ada sejak masa Ncuhi, yaitu masa sebelum berdirinya Kesultanan Bima. Pada masa itu, masyarakat Ntori dikenal memiliki kekuatan kepala yang sangat keras. Dalam sebuah peristiwa, Ncuhi menantang para peserta perang untuk adu kepala, dan siapa pun yang menang akan memimpin para Ncuhi lainnya. Sejak saat itulah, perlawanan dengan kepala manusia dikenal dengan nama Mpa’a Ntumbu atau Ntumbu Tua, yang melambangkan nilai keberanian dan semangat perlawanan terhadap musuh.

Seiring waktu, tradisi ini tidak lagi digunakan untuk tujuan peperangan. Kini, Ntumbu Tuta menjadi bagian dari kesenian rakyat yang ditampilkan dalam acara adat seperti penyambutan tamu, upacara pernikahan, dan perayaan hari besar daerah. Atraksi ini menjadi simbol identitas budaya masyarakat Bima, khususnya warga Ntori dan sekitarnya.

Tradisi ini juga mengandung nilai-nilai filosofis yang kuat, seperti nilai religius, kebersamaan, patriotik, kreativitas, dan nilai ekonomi, sebagaimana dijelaskan dalam hasil penelitian Kemendikbud. Nilai-nilai tersebut menjadikan Ntumbu Tuta bukan hanya warisan fisik berupa atraksi bela diri, tetapi juga warisan moral yang mengajarkan keberanian, keikhlasan, dan persaudaraan.

Meskipun telah berusia ratusan tahun, tradisi Ntumbu Tuta masih terus dilestarikan hingga kini. Salah satu bentuk pelestarian tersebut adalah pelaksanaan acara Ntumbu Tuta yang digelar selama tiga hari, pada 17–19 Oktober 2025 di kawasan wisata alam Ina Hami, Desa Ntori. Acara ini menjadi bukti nyata bahwa warisan budaya Bima tetap hidup dan dijaga oleh generasi penerusnya. [Syifaa]

Artikel Pilihan ThePhrase

- Advertisement -
 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic